1. Life
Erich Fromm menjalani perjalanan hidup yang kaya akan pengalaman akademis dan profesional, mulai dari kelahirannya di Jerman, pendidikan, pelatihan psikoanalisis, hingga kariernya di Amerika Serikat dan Meksiko, sebelum akhirnya pensiun di Swiss.
1.1. Early Life and Education
Erich Seligmann Fromm, yang juga dikenal sebagai Erich Pinchas Fromm, lahir pada 23 Maret 1900, di Frankfurt am Main, Jerman, sebagai anak tunggal dari pasangan Rosa (Krause) dan Naphtali Fromm. Ayahnya, Naphtali Fromm, lahir pada 30 November 1869, adalah seorang Yahudi Ortodoks yang introvert dan pedagang anggur yang kurang sukses. Ibunya digambarkan sebagai pribadi yang energik, narsistis, dan depresif. Lingkungan keluarga ini membuat masa kanak-kanak Fromm tidak menyenangkan dan tidak membahagiakan. Ketika berusia 12 tahun, Fromm mengalami pengalaman traumatis saat menyaksikan seorang wanita berbakat dan cantik yang dicintainya melakukan bunuh diri. Kejadian ini sangat memukul Fromm, karena wanita yang ia cintai telah tiada. Fromm sendiri dilaporkan lebih menyukai namanya diucapkan "Erich".
Ia memulai studi akademisnya pada tahun 1918 di Universitas Frankfurt am Main dengan dua semester yurisprudensi. Selama semester musim panas 1919, Fromm melanjutkan studi di Universitas Heidelberg, di mana ia mulai mempelajari sosiologi di bawah bimbingan Alfred Weber (saudara dari sosiolog Max Weber), psikiater-filsuf Karl Jaspers, dan Heinrich Rickert. Fromm meraih gelar Ph.D. dalam sosiologi dari Heidelberg pada tahun 1922 dengan disertasi berjudul "On Jewish Law".
Pada masa itu, Fromm sangat terlibat dalam Zionisme, di bawah pengaruh rabbi Zionis religius Nehemia Anton Nobel. Ia sangat aktif dalam perkumpulan mahasiswa Yahudi dan organisasi Zionis lainnya. Namun, ia segera menjauh dari Zionisme, menyatakan bahwa hal itu bertentangan dengan cita-citanya tentang "Mesianisme universalis dan Humanisme". Ia juga berhenti mempraktikkan ritual keagamaan Yahudi dan menolak Zionisme, menjelaskan bahwa ia "tidak ingin berpartisipasi dalam pembagian umat manusia, baik secara agama maupun politik."
1.2. Psychoanalytic Training and Early Career
Pada pertengahan tahun 1920-an, Fromm menjalani pelatihan untuk menjadi seorang psikoanalis melalui sanatorium psikoanalitik Frieda Reichmann di Heidelberg. Ia menikah dengan Frieda Reichmann pada tahun 1926, tetapi mereka berpisah tak lama setelah itu dan bercerai pada tahun 1942. Fromm memulai praktik klinisnya sendiri pada tahun 1927. Pada tahun 1930, ia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial Frankfurt dan menyelesaikan pelatihan psikoanalitiknya di sana.
1.3. Emigration to the United States
Setelah Nazi mengambil alih kekuasaan di Jerman, Fromm, sebagai seorang Yahudi, pertama kali pindah ke Jenewa, Swiss, dan kemudian, pada tahun 1934, ke Universitas Columbia di New York. Bersama Karen Horney dan Harry Stack Sullivan, Fromm termasuk dalam aliran pemikiran psikoanalitik Neo-Freudian. Horney dan Fromm saling memengaruhi pemikiran satu sama lain, dengan Horney menjelaskan beberapa aspek psikoanalisis kepada Fromm dan Fromm menjelaskan sosiologi kepada Horney. Pada tahun 1942, Fromm dan Horney juga melakukan penelitian bersama mengenai "Self-Analysis" (Analisis Diri). Hubungan mereka berakhir pada akhir tahun 1930-an.
Setelah meninggalkan Columbia, Fromm membantu membentuk cabang New York dari Washington School of Psychiatry pada tahun 1943, dan pada tahun 1946 ia turut mendirikan William Alanson White Institute of Psychiatry, Psychoanalysis, and Psychology. Ia menjadi staf pengajar di Bennington College dari tahun 1941 hingga 1949, dan mengajar mata kuliah di The New School for Social Research di New York dari tahun 1941 hingga 1959.
1.4. Later Career and Retirement

Ketika Fromm pindah ke Mexico City pada tahun 1949, ia menjadi profesor di National Autonomous University of Mexico (UNAM) dan mendirikan bagian psikoanalitik di fakultas kedokteran di sana. Sementara itu, ia mengajar sebagai profesor psikologi di Michigan State University dari tahun 1957 hingga 1961 dan sebagai profesor tambahan psikologi di divisi pascasarjana Seni dan Sains di New York University setelah tahun 1962. Ia mengajar di UNAM hingga pensiun pada tahun 1965, dan di Mexican Society of Psychoanalysis (SMP) hingga tahun 1974.
Pada tahun 1974, ia pindah dari Mexico City ke Muralto, Swiss. Ia meninggal di rumahnya pada 18 Maret 1980, lima hari sebelum ulang tahunnya yang ke-80. Sepanjang waktu itu, Fromm tetap mempertahankan praktik klinisnya sendiri dan menerbitkan serangkaian buku. Fromm dilaporkan seorang ateis, tetapi ia menggambarkan posisinya sebagai "mistisisme non-teistik".
2. Thought and Theory
Pemikiran Erich Fromm mengintegrasikan psikoanalisis Freudian dengan analisis sosial-ekonomi Marxis, membentuk kerangka teori kritis yang berpusat pada humanisme dan kritik sosial terhadap masyarakat modern. Karyanya yang paling terkenal, Escape from Freedom, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1941, menyoroti komentar sosial dan politik serta dasar filosofis dan psikologisnya, menjadikannya salah satu karya pendiri psikologi politik.
2.1. Integration of Psychoanalysis and Marxism
Fromm menggabungkan wawasan psikoanalisis Freudian dengan analisis sosial-ekonomi Karl Marx untuk mengembangkan teori kritis, khususnya dalam konteks Mazhab Frankfurt. Ia berfokus pada hubungan antara manusia dan lingkungan sosialnya, serta konflik yang timbul dari keinginan manusia antara individu dan masyarakat. Fromm berpendapat bahwa kejahatan manusia dapat dikurangi melalui reformasi kondisi sosial. Ia menganjurkan sosialisme humanistik dan komunal.
Fromm meyakini bahwa psikoanalisis dapat menjelaskan dengan tepat hubungan antara kesadaran pikiran manusia atas kehidupannya yang berkaitan dengan materi yang nyata. Fromm juga menyatakan bahwa psikoanalisis mampu memberikan keputusan terbaik bagi manusia. Ia menolak bahwa keputusan psikoanalisis berlaku bagi sistem, dengan alasan adanya kecenderungan untuk memperlakukan segala hal sebagai objek, yang berasal dari dominasi orientasi untuk menguasai segala sesuatu.
2.2. Critique of Sigmund Freud

Fromm mengkaji secara mendalam kehidupan dan karya Sigmund Freud. Ia mengidentifikasi adanya perbedaan antara teori Freudian awal dan selanjutnya: sebelum Perang Dunia I, Freud menggambarkan dorongan manusia sebagai ketegangan antara keinginan dan represi, tetapi setelah perang berakhir, ia mulai membingkai dorongan manusia sebagai perjuangan antara insting Hidup dan Mati (Eros dan Thanatos) yang bersifat biologis universal. Fromm menuduh Freud dan para pengikutnya tidak pernah mengakui kontradiksi antara kedua teori tersebut.
Fromm juga mengkritik pemikiran dualistik Freud. Menurut Fromm, deskripsi Freudian tentang kesadaran manusia sebagai perjuangan antara dua kutub adalah sempit dan membatasi. Fromm juga mengutuk Freud sebagai misoginis yang tidak mampu berpikir di luar lingkungan patriarkal Wina awal abad ke-20.
Meskipun demikian, Fromm tetap menyatakan rasa hormat yang besar terhadap Freud dan pencapaiannya. Fromm berpendapat bahwa Freud adalah salah satu "arsitek zaman modern", bersama Albert Einstein dan Karl Marx, tetapi ia menekankan bahwa ia menganggap Marx jauh lebih penting secara historis daripada Freud dan seorang pemikir yang lebih baik.
2.3. Human Nature and Character
Landasan filosofi humanistik Fromm adalah interpretasinya terhadap kisah Alkitab tentang pengusiran Adam dan Hawa dari Taman Eden. Berdasarkan pengetahuannya tentang Talmud dan Hasidisme, Fromm menunjukkan bahwa kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk umumnya dianggap sebagai kebajikan, tetapi para sarjana Alkitab umumnya menganggap Adam dan Hawa telah berdosa dengan tidak menaati Tuhan dan memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang Baik dan Buruk. Namun, menyimpang dari ortodoksi religius tradisional dalam hal ini, Fromm memuji kebajikan manusia dalam mengambil tindakan independen dan menggunakan akal untuk menetapkan nilai-nilai moral daripada menganut nilai-nilai moral otoriter.
Lebih dari sekadar kecaman sederhana terhadap sistem nilai otoriter, Fromm menggunakan kisah Adam dan Hawa sebagai penjelasan alegoris untuk evolusi biologis manusia dan kecemasan eksistensial, menegaskan bahwa ketika Adam dan Hawa memakan buah dari Pohon Pengetahuan, mereka menjadi sadar akan diri mereka sebagai terpisah dari alam sementara masih menjadi bagian darinya. Inilah sebabnya mengapa mereka merasa "telanjang" dan "malu": mereka telah berevolusi menjadi manusia, sadar akan diri mereka sendiri, kematian mereka sendiri, dan ketidakberdayaan mereka di hadapan kekuatan alam dan masyarakat, dan tidak lagi bersatu dengan alam semesta seperti dalam keberadaan naluriah mereka sebagai hewan. Menurut Fromm, kesadaran akan keberadaan manusia yang terpecah adalah sumber rasa bersalah dan rasa malu, dan solusi untuk dikotomi eksistensial ini ditemukan dalam pengembangan kekuatan manusia yang unik, yaitu cinta dan akal. Namun, Fromm membedakan konsep cintanya dari gagasan "cinta sejati" yang populer dan tidak reflektif, serta cinta "paradoks Freudian".
Fromm menganggap cinta sebagai kapasitas kreatif interpersonal daripada emosi, dan ia membedakan kapasitas kreatif ini dari apa yang ia anggap sebagai berbagai bentuk neurosis narsistik dan kecenderungan sadomasokisme yang umumnya dianggap sebagai bukti "cinta sejati". Fromm memandang pengalaman "jatuh cinta" sebagai bukti kegagalan seseorang untuk memahami sifat sejati cinta, yang ia yakini selalu memiliki elemen umum yaitu kepedulian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Dari pengetahuannya tentang Taurat, Fromm menunjuk pada kisah Yunus, yang tidak ingin menyelamatkan penduduk Nineveh dari konsekuensi dosa mereka, sebagai demonstrasi keyakinannya bahwa kualitas kepedulian dan tanggung jawab umumnya tidak ada dalam sebagian besar hubungan interpersonal manusia. Fromm juga menegaskan bahwa sedikit orang di masyarakat modern yang memiliki rasa hormat terhadap otonomi sesama manusia, apalagi pengetahuan objektif tentang apa yang benar-benar diinginkan dan dibutuhkan orang lain.
Fromm mengemukakan bahwa kepribadian individu ditentukan oleh pengaruh kekuatan dan peristiwa sejarah yang bersifat luas. Ia meyakini bahwa kepribadian yang berbeda akan terbentuk pada individu-individu di suatu periode sejarah yang berbeda. Kepribadian ini juga dapat terbentuk akibat dari adanya tipe karakter tertentu yang dibutuhkan oleh periode zaman tertentu. Fromm merupakan salah satu ilmuwan yang memberikan ciri-ciri mengenai kepribadian yang sehat. Ia menetapkan bahwa individu yang mampu bekerja secara produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya merupakan ciri dari individu yang normal atau memiliki kejiwaan yang sehat. Penetapan ini juga berlaku bagi individu yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang diliputi oleh rasa cinta. Fromm juga menyebutkan bahwa kepribadian yang sehat juga dimiliki oleh individu yang berkarakter produktif. Karakter ini meliputi kemampuan dalam mengembangkan potensi, bersikap mencintai dan mengasihi, kemampuan berimajinasi, serta memiliki kesadaran diri yang baik.
Fromm menguraikan lima orientasi karakter dasar, yang terbagi menjadi empat non-produktif dan satu produktif:
- Orientasi Reseptif**: Individu yang pasif, selalu menerima dari orang lain, dan merasa tidak mampu melakukan apa pun sendiri.
- Orientasi Eksploitatif**: Individu yang mengambil apa yang mereka inginkan dari orang lain dengan paksa atau licik.
- Orientasi Menimbun (Hoarding)**: Individu yang mengumpulkan dan menyimpan barang-barang, ide, dan perasaan, serta enggan berbagi.
- Orientasi Pemasaran (Marketing)**: Individu yang melihat diri mereka sebagai komoditas yang harus dijual di pasar, menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan untuk mendapatkan nilai.
- Orientasi Produktif**: Satu-satunya orientasi positif, di mana individu menggunakan potensi mereka secara penuh untuk mencintai, berpikir, dan bekerja secara kreatif.
Fromm juga mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia sebagai berikut:
Kebutuhan | Deskripsi |
---|---|
Transendensi | Manusia, yang dilemparkan ke dunia tanpa persetujuan mereka, harus melampaui sifat mereka dengan menghancurkan atau menciptakan orang atau benda. Manusia dapat menghancurkan melalui agresi ganas, atau membunuh karena alasan selain bertahan hidup, tetapi mereka juga dapat menciptakan dan peduli terhadap ciptaan mereka. |
Keterikatan (Rootedness) | Kebutuhan untuk membangun akar dan merasa betah kembali di dunia. Secara produktif, keterikatan memungkinkan kita untuk tumbuh melampaui keamanan ibu kita dan menjalin ikatan dengan dunia luar. Dengan strategi non-produktif, kita menjadi terpaku dan takut untuk bergerak melampaui keamanan dan keselamatan ibu kita atau pengganti ibu. |
Rasa Identitas (Sense of Identity) | Dorongan untuk memiliki rasa identitas diekspresikan secara non-produktif sebagai konformitas terhadap kelompok dan secara produktif sebagai individualitas. |
Kerangka Orientasi (Frame of Orientation) | Memahami dunia dan tempat kita di dalamnya. |
Kegembiraan dan Stimulasi (Excitation and Stimulation) | Berusaha secara aktif untuk mencapai tujuan daripada hanya merespons. |
Kesatuan (Unity) | Rasa kesatuan antara satu orang dan "dunia alami dan manusia di luar." |
Efektivitas (Effectiveness) | Kebutuhan untuk merasa berhasil. |
2.4. Freedom and Society
Fromm percaya bahwa kebebasan adalah aspek dari sifat dasar manusia yang harus kita peluk atau hindari. Ia mengamati bahwa merangkul kebebasan berkehendak adalah sehat, sedangkan menghindari kebebasan melalui penggunaan mekanisme pelarian adalah akar dari konflik psikologis. Fromm menguraikan tiga mekanisme pelarian yang paling umum:
- Konformitas Automaton: mengubah diri ideal seseorang untuk menyesuaikan diri dengan persepsi masyarakat tentang jenis kepribadian yang disukai, kehilangan diri sejati dalam prosesnya. Konformitas automaton menggeser beban pilihan dari diri ke masyarakat.
- Otoritarianisme: menyerahkan kendali diri kepada orang lain. Dengan menyerahkan kebebasan seseorang kepada orang lain, tindakan ini menghilangkan kebebasan memilih hampir sepenuhnya.
- Destruktivitas: setiap proses yang mencoba menghilangkan orang lain atau dunia secara keseluruhan, semuanya untuk melarikan diri dari kebebasan. Fromm mengatakan bahwa "penghancuran dunia adalah upaya terakhir, hampir putus asa untuk menyelamatkan diri dari dihancurkan olehnya".
Fromm mengkritik tatanan politik modern dan sistem kapitalisme. Ia menemukan nilai dalam kurangnya kebebasan individu, struktur yang kaku, dan kewajiban yang dituntut dari anggota masyarakat abad pertengahan dalam Escape from Freedom:
"Apa yang mencirikan masyarakat abad pertengahan yang berbeda dengan masyarakat modern adalah kurangnya kebebasan individu... Tapi secara keseluruhan seseorang tidak bebas dalam arti modern, ia juga tidak sendirian dan terisolasi. Dalam memiliki tempat yang berbeda, tidak berubah, dan tidak diragukan lagi dalam dunia sosial sejak lahir, manusia berakar dalam keseluruhan yang terstruktur, dan dengan demikian hidup memiliki makna yang tidak menyisakan tempat, dan tidak perlu diragukan... Ada relatif sedikit persaingan. Seseorang dilahirkan dalam posisi ekonomi tertentu yang menjamin mata pencarian yang ditentukan oleh tradisi, sama seperti ia membawa kewajiban ekonomi kepada mereka yang lebih tinggi dalam hierarki sosial."
2.5. Key Psychological Concepts
Fromm memperkenalkan istilah keterasingan (alienasi) dalam menjelaskan pengalaman hidup manusia sebagai sosok yang merasa terasingkan. Ia meyakini bahwa manusia berada dalam kondisi keterasingan di dalam masyarakat akibat dari sistem teknologi yang rasional. Keterasingan ini membuat individu merasa dirinya sendiri sebagai orang asing bagi dirinya sendiri. Sistem teknologi telah membuat manusia tidak lagi menganggap dirinya sebagai pusat dari dunia. Manusia juga sudah tidak menganggap perilakunya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri. Perbuatan-perbuatan dan tindakannya menjadi sesuatu yang dipatuhi hingga mirip sesuatu yang disembah. Fromm mengemukakan bahwa keterasingan ini terjadi hampir di semua bidang kehidupan manusia, mulai dari hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan pola makan, hubungan dengan pekerjaan, hingga hubungan dengan negara. Keterasingan ini menurut Fromm juga disebabkan oleh ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan manusiawinya.
Kata biofilia sering digunakan oleh Fromm sebagai deskripsi orientasi psikologis yang produktif dan "keadaan keberadaan". Misalnya, dalam adendum bukunya The Heart of Man: Its Genius For Good and Evil, Fromm menulis sebagai bagian dari kredo humanisnya:
"Saya percaya bahwa manusia yang memilih kemajuan dapat menemukan kesatuan baru melalui pengembangan semua kekuatan manusianya, yang dihasilkan dalam tiga orientasi. Ini dapat disajikan secara terpisah atau bersama-sama: biofilia, cinta untuk kemanusiaan dan alam, serta kemandirian dan kebebasan."
Fromm juga menetapkan dua jenis insting manusia yang bersifat alami, yaitu insting biofilia (cinta pada kehidupan) dan nekrofilia (cinta pada kematian).
Karakter sosial menurut Fromm secara teori maupun umum adalah suatu sistem pengisian energi kehidupan dan élan vital. Proses pengisian energi ini dilakukan oleh individu dengan cara berhubungan baik dengan manusia lainnya. Cara lainnya adalah dengan menyesuaikan diri dengan alam untuk memenuhi kebutuhan material dengan disertai kepuasan. Menurut Fromm, karakter sosial ini merupakan sebuah sistem sehingga sifat-sifatnya berkaitan satu sama lain. Perubahan pada sifat yang tunggal hanya dapat terjadi jika sistem berubah secara utuh. Sistem karakter sosial ini menjadi acuan dasar perilaku. Individu yang satu dengan yang lainnya dibedakan berdasarkan karakter sosial yang dimilikinya. Sementara itu, Fromm menyatakan bahwa kesamaan umum dalam karakter sosial ini adalah kondisi fisiologis dasar.
Teori agresi yang dikemukakan oleh Fromm sangat dipengaruhi oleh buku berjudul On Aggression karya Konrad Lorenz. Fromm menyatakan bahwa sikap agresi manusia merupakan suatu naluri yang merupakan bawaan lahir. Sikap ini telah terprogram di dalam diri manusia secara filogenetik.
Fromm menetapkan bahwa tidak semua jenis kreativitas bersifat membangun. Ada kreativitas yang sifatnya merusak. Ia menyebutkan sebuah contoh mengenai kreativitas yang merusak, yaitu pembuatan bom. Sifat kerusakan dari pengeboman menimpa manusia sendiri sebagai pelaku dan pencetus kreativitas ini.
2.6. Social and Political Philosophy
Puncak filosofi sosial dan politik Fromm adalah bukunya The Sane Society, yang diterbitkan pada tahun 1955, yang menganjurkan sosialisme humanistik dan sosialisme demokratis. Berlandaskan pada karya-karya awal Karl Marx, Fromm berusaha untuk menekankan kembali cita-cita kebebasan, yang hilang dari sebagian besar Marxisme Soviet dan lebih sering ditemukan dalam tulisan-tulisan sosialis libertarian dan teoretikus liberal.
Sosialisme Fromm menolak baik kapitalisme Barat maupun komunisme Soviet, yang ia lihat sebagai dehumanisasi, dan yang menghasilkan fenomena modern keterasingan yang hampir universal. Ia menjadi salah satu pendiri humanisme Marxis, mempromosikan tulisan-tulisan awal Marx dan pesan-pesan humanisnya kepada publik AS dan Eropa Barat. Ia terlibat dalam kelompok dialog intelektual Kristen-Marxis yang diselenggarakan oleh Milan Machovec dan lain-lain pada tahun 1960-an di Cekoslowakia Komunis.
Pada awal tahun 1960-an, Fromm menerbitkan dua buku yang membahas pemikiran Marxis (Marx's Concept of Man dan Beyond the Chains of Illusion: My Encounter with Marx and Freud). Pada tahun 1965, berupaya untuk merangsang kerja sama Barat dan Timur antara humanis Marxis, Fromm menerbitkan serangkaian artikel berjudul Socialist Humanism: An International Symposium. Pada tahun 1966, American Humanist Association menobatkannya sebagai Humanis Tahun Ini.
Untuk suatu periode, Fromm juga aktif dalam politik AS. Ia bergabung dengan Partai Sosialis Amerika pada pertengahan tahun 1950-an, dan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu mereka memberikan sudut pandang alternatif terhadap tren McCarthyisme dalam beberapa pemikiran politik AS. Sudut pandang alternatif ini paling baik diungkapkan dalam makalahnya tahun 1961 May Man Prevail? An Inquiry into the Facts and Fictions of Foreign Policy. Namun, sebagai salah satu pendiri SANE, aktivisme politik terkuat Fromm adalah dalam gerakan perdamaian internasional, memerangi perlombaan senjata nuklir dan keterlibatan AS dalam Perang Vietnam. Setelah mendukung upaya Senator Eugene McCarthy yang gagal untuk nominasi presiden Demokrat tahun 1968, Fromm kurang lebih menarik diri dari kancah politik Amerika, meskipun ia menulis makalah pada tahun 1974 berjudul Remarks on the Policy of Détente untuk sidang yang diadakan oleh Komite Senat AS untuk Hubungan Luar Negeri. Fromm dianugerahi Nelly Sachs Prize pada tahun 1979.
2.7. Views on Religion and Spirituality
Fromm menyatakan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan akan agama. Kebutuhan ini menyangkut perihal kebutuhan akan satu objek penyembahan yang menjadi kerangka orientasi. Dalam konteks ini, Fromm mengemukakan bahwa cinta harus menjadi kerangka kemampuan manusia dalam memahami agama. Dalam pandangan Fromm, manusia adalah makhluk religius.
Pemikiran spiritualitas dari Fromm sangat sulit ditetapkan. Alasannya adalah kedekatannya dengan tokoh-tokoh dengan pemikiran yang berbeda dengannya. Selain itu, ia juga merupakan akademikus yang menekuni banyak bidang yaitu sosiologi, psikologi, dan filsafat. Pemikiran spiritualitas Fromm diungkapkan sendiri oleh dirinya melalui pernyataan bahwa dia adalah seorang mistikus non-teistik.
2.8. Educational Philosophy
Erich Fromm memberikan pandangan yang bersifat kemanusiaan terhadap karakter. Ia mengemukakan bahwa karakter merupakan kondisi rohaniah yang belum selesai. Pengubahan atas karakter dapat terjadi. Sedangkan pengembangan mutunya menyesuaikan dengan proses sosial yang menjadi identitas lingkungan dari individu. Fromm juga melihat pembelajaran sejarah sebagai dasar dari pendidikan karakter.
3. Major Works
Karya-karya Erich Fromm mencerminkan sintesis uniknya antara psikoanalisis, Marxisme, dan filosofi humanistik, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang psikologi manusia dan masyarakat.
3.1. Escape from Freedom (1941)
Buku ini menganalisis akar psikologis fasisme dan Nazisme, serta bagaimana kebebasan individu dapat menjadi beban yang mengarah pada otoritarianisme. Fromm menjelaskan bahwa kebebasan yang diperoleh di era modern, meskipun diinginkan, seringkali menimbulkan rasa cemas dan isolasi. Untuk mengatasi beban ini, individu cenderung melarikan diri dari kebebasan melalui mekanisme seperti otoritarianisme (menyerahkan kendali diri kepada otoritas), destruktivitas (menghancurkan dunia atau orang lain untuk mengatasi rasa tidak berdaya), dan konformitas otomatis (menyesuaikan diri sepenuhnya dengan norma sosial, kehilangan identitas sejati). Ia juga menunjukkan bagaimana psikologi bawah sadar dapat digunakan untuk menganalisis individu dan budaya, melampaui konvensi sosial.
3.2. Man for Himself: An Inquiry into the Psychology of Ethics (1947)
Karya ini menguraikan teori karakter humanistik Fromm, membedakan antara etika otoriter dan etika humanistik, serta menekankan pentingnya produktivitas. Fromm berpendapat bahwa etika humanistik berpusat pada kesejahteraan dan pertumbuhan manusia, bukan pada kepatuhan terhadap otoritas eksternal. Ia menekankan bahwa manusia memiliki potensi untuk mengembangkan diri secara produktif, yaitu melalui realisasi penuh kemampuan mereka untuk mencintai, berpikir, dan bekerja.
3.3. The Sane Society (1955)
Dalam buku ini, Fromm mengkritik patologi masyarakat modern, terutama masyarakat kapitalis, yang menurutnya menyebabkan keterasingan dan dehumanisasi. Ia mengusulkan visi masyarakat yang sehat secara psikologis, yang berakar pada humanisme dan sosialisme demokratis. Fromm berpendapat bahwa masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusiawi mereka, mengembangkan potensi produktif mereka, dan hidup dalam harmoni dengan diri sendiri dan orang lain.
3.4. The Art of Loving (1956)
Buku ini menjelaskan cinta sebagai seni aktif yang membutuhkan pengetahuan, kepedulian, tanggung jawab, dan rasa hormat, serta membedakannya dari gagasan romantis atau neurotik tentang cinta. Fromm berpendapat bahwa cinta bukanlah sekadar emosi pasif atau "jatuh cinta," melainkan tindakan aktif yang memerlukan usaha dan keterampilan. Ia juga membahas dilema hubungan sosial manusia pada masa pasca Perang Dunia II hingga Revolusi Industri ketiga, di mana banyak masyarakat salah memaknai cinta, menganggapnya sebagai awal kekecewaan dan kegagalan, bukan kebahagiaan.
3.5. To Have or to Be? (1976)
Karya ini membandingkan dua orientasi eksistensial dasar manusia: mode kepemilikan (having) yang berfokus pada akumulasi materi, kekuasaan, dan status, dan mode keberadaan (being) yang menekankan pengalaman, pertumbuhan, berbagi, dan aktualisasi diri. Fromm berpendapat bahwa masyarakat modern cenderung mengagungkan mode kepemilikan, yang menyebabkan keterasingan dan ketidakbahagiaan. Ia menganjurkan pergeseran menuju mode keberadaan sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.
3.6. The Anatomy of Human Destructiveness (1973)
Buku ini menganalisis sifat destruktivitas manusia, baik yang bersifat ganas (misalnya, kekerasan sadis, nekrofilia) maupun yang jinak (misalnya, agresi defensif), serta faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial yang berkontribusi terhadapnya. Fromm menolak pandangan bahwa destruktivitas manusia semata-mata bersifat naluriah, melainkan menekankan peran kondisi sosial dan psikologis dalam membentuk ekspresinya.
4. Influence and Legacy
Pemikiran Erich Fromm memiliki dampak yang luas dan mendalam pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan gerakan sosial, menjadikannya tokoh penting dalam sejarah intelektual abad ke-20.
4.1. Association with the Frankfurt School

Erich Fromm adalah salah satu anggota terkemuka Mazhab Frankfurt dan memberikan kontribusi signifikan terhadap teori kritis. Ia disejajarkan dengan para tokoh Mazhab Frankfurt lainnya, seperti Max Horkheimer, Michel Foucault, Jürgen Habermas, dan Theodor Adorno. Fromm turut berkontribusi dalam penelitian bersama seperti proyek The Authoritarian Personality. Pemikiran Fromm bersifat lintas disiplin ilmiah, menggabungkan psikoanalisis, sosiologi, dan filsafat. Ia secara produktif mencetuskan gagasan-gagasan kreatif mengenai nilai-nilai kehidupan dan masa depan kemanusiaan.
4.2. Influence on Psychology and Social Sciences
Pemikiran Fromm sangat memengaruhi perkembangan teori kepribadian, psikologi sosial, dan pengembangan alat ukur psikologis. Empat orientasi non-produktif Fromm menjadi dasar untuk validasi melalui tes psikometrik, The Person Relatedness Test, yang dikembangkan oleh Elias H. Porter, Ph.D. bekerja sama dengan Carl Rogers, Ph.D. di Pusat Konseling Universitas Chicago antara tahun 1953 dan 1955. Orientasi-orientasi ini juga menjadi dasar untuk tes LIFO, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1967 oleh Stuart Atkins, Alan Katcher, Ph.D., dan Elias Porter, Ph.D., serta Strength Deployment Inventory, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1971 oleh Elias H. Porter, Ph.D. Fromm juga memengaruhi muridnya, Sally L. Smith, yang kemudian menjadi pendiri Lab School of Washington dan Baltimore Lab School.
4.3. Sociopolitical Impact
Gagasan Fromm memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gerakan humanisme, sosialisme, perdamaian, dan kritik terhadap isu-isu sosial-politik kontemporer. Kritiknya terhadap kapitalisme dan otoritarianisme, serta advokasinya untuk sosialisme humanistik dan masyarakat yang sehat, menginspirasi banyak aktivis dan pemikir. Keterlibatannya dalam gerakan perdamaian internasional, menentang perlombaan senjata nuklir dan Perang Vietnam, menunjukkan komitmennya terhadap perubahan sosial yang positif.
5. Criticism
Meskipun pengaruhnya luas, teori dan pandangan Erich Fromm juga menghadapi kritik dari para pemikir sezaman dan kritikus selanjutnya.
Dalam Eros and Civilization, Herbert Marcuse mengkritik Fromm, menyatakan bahwa Fromm, yang pada awalnya adalah seorang teoretikus radikal, kemudian beralih ke konformitas. Marcuse juga mencatat bahwa Fromm, serta rekan-rekan dekatnya Sullivan dan Karen Horney, menghilangkan teori libido Freud dan konsep-konsep radikal lainnya, yang dengan demikian mereduksi psikoanalisis menjadi seperangkat etika idealis yang hanya merangkul status quo.
Fromm menanggapi kritik ini dalam The Sane Society dan The Anatomy of Human Destructiveness, dengan argumen bahwa Freud memang pantas mendapat pujian besar karena mengakui pentingnya alam bawah sadar, tetapi ia cenderung mereifikasi konsep-konsepnya sendiri yang menggambarkan diri sebagai hasil pasif dari insting dan kendali sosial, dengan kemauan atau variabilitas yang minimal. Fromm berpendapat bahwa para sarjana selanjutnya seperti Marcuse menerima konsep-konsep ini sebagai dogma, padahal psikologi sosial membutuhkan pendekatan teoretis dan empiris yang lebih dinamis.
Mengenai aktivisme politik sayap kiri Fromm sebagai seorang intelektual publik, Noam Chomsky mengatakan, "Saya menyukai sikap Fromm tetapi menganggap karyanya cukup dangkal."