1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Bagian ini menguraikan latar belakang pribadi Raja Letsie III, mencakup detail kelahirannya, keluarga, serta perjalanan pendidikannya yang membentuk dasar bagi peranannya di masa depan.
1.1. Kelahiran dan Keluarga
Raja Letsie III lahir dengan nama Mohato Bereng Seeiso pada 17 Juli 1963 di Rumah Sakit Scott di Morija, sebuah kota di selatan ibu kota Maseru. Ia adalah putra dari Raja Moshoeshoe II dan Ratu 'Mamohato. Ia memiliki seorang adik laki-laki, Pangeran Seeiso, dan seorang adik perempuan, Putri Constance 'Maseeiso.
1.2. Pendidikan
Letsie III menempuh pendidikan di Britania Raya, tepatnya di Ampleforth College. Setelah itu, ia melanjutkan studi di Universitas Nasional Lesotho, di mana ia berhasil meraih gelar Sarjana Seni di bidang hukum. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Bristol, memperoleh Diploma dalam Studi Hukum Inggris pada tahun 1986. Selanjutnya, ia belajar Studi Pembangunan di Wolfson College, Cambridge pada tahun 1989, dan Ekonomi Pertanian di Wye College. Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1989, setelah itu ia kembali ke Lesotho.
2. Masa Pemerintahan
Periode kekuasaan Raja Letsie III sebagai Raja Lesotho ditandai oleh suksesi yang kompleks, peristiwa politik penting, dan perannya dalam sistem pemerintahan monarki konstitusional negara.
2.1. Suksesi dan Penobatan
Letsie III diangkat sebagai Kepala Utama Matsieng pada 16 Desember 1989. Ia pertama kali naik takhta sebagai Raja Lesotho pada tahun 1990, setelah ayahnya, Raja Moshoeshoe II, dipaksa mengasingkan diri akibat kudeta militer yang dipimpin oleh Justin Lekhanya.
Namun, masa pemerintahan pertamanya diwarnai oleh krisis politik pada Agustus 1994. Akibat konflik dengan Perdana Menteri Ntsu Mokhehle, Raja Letsie III secara sepihak menyatakan penangguhan konstitusi serta pembubaran parlemen dan kabinet. Keputusan ini memicu pemogokan umum dan demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri. Dalam upaya menekan protes, terjadi insiden penembakan oleh polisi dan militer yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di kalangan warga sipil. Bertanggung jawab atas peristiwa ini, ia terpaksa turun takhta pada tahun 1995.
Pada Januari 1995, Raja Moshoeshoe II dipulihkan ke takhtanya berkat mediasi dari berbagai negara, terutama Afrika Selatan. Namun, pada awal tahun 1996, Raja Moshoeshoe II meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil. Akibatnya, Letsie III kembali diangkat sebagai raja pada Februari 1996. Upacara penobatannya secara resmi dilangsungkan pada 31 Oktober 1997 di Stadion Setsoto, yang dihadiri oleh Raja Charles III (saat itu masih bergelar Pangeran Wales).
2.2. Peran sebagai Monarki Konstitusional
Sebagai seorang monarki konstitusional, peran Raja Letsie III di Lesotho sebagian besar bersifat seremonial dan simbolis. Ia bertindak sebagai kepala negara, namun kekuasaan eksekutif dipegang oleh pemerintah yang dipimpin oleh perdana menteri. Tugas-tugasnya meliputi pembukaan sesi parlemen, pemberian penghargaan, dan mewakili Lesotho dalam acara-acara kenegaraan dan internasional.
2.3. Peristiwa Politik dan Pemerintahan
Salah satu tindakan paling signifikan Raja Letsie III adalah deklarasinya pada tahun 2000 yang menyatakan HIV/AIDS sebagai bencana alam di Lesotho. Deklarasi ini memicu respons segera baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional untuk mengatasi epidemi yang melanda negara tersebut.
Selain itu, masa pemerintahannya juga mencakup periode ketidakstabilan politik, seperti krisis tahun 1994 yang telah disebutkan sebelumnya, di mana ia berupaya menavigasi tantangan politik dan sosial yang kompleks di Lesotho.
3. Kehidupan Pribadi
Bagian ini memberikan wawasan tentang aspek-aspek pribadi dari kehidupan Raja Letsie III di luar tugas kenegaraan.
3.1. Pernikahan dan Anak
Pada tahun 2000, Raja Letsie III menikah dengan Karabo Motšoeneng, yang kemudian dikenal sebagai Ratu 'Masenate Mohato Seeiso. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tiga orang anak:

- Putri Mary Senate Mohato Seeiso, lahir pada 7 Oktober 2001 di Rumah Sakit Swasta Maseru, Maseru.
- Putri 'Maseeiso Mohato Seeiso, lahir pada 20 November 2004 di Rumah Sakit Swasta Maseru, Maseru.
- Pangeran Lerotholi David Mohato Bereng Seeiso, lahir pada 18 April 2007 di Rumah Sakit Swasta Maseru, Maseru. Pangeran Lerotholi saat ini adalah pewaris takhta Lesotho.
3.2. Agama
Raja Letsie III adalah seorang penganut Katolik Roma. Ia merupakan salah satu dari hanya dua penguasa Katolik non-Eropa di dunia, yang lainnya adalah Ratu Māori Ngā Wai Hono i te Pō. Ia juga merupakan anggota dari Ordo Militer Suci Konstantinian Santo Georgius dan diakui atas upayanya dalam mempromosikan prinsip-prinsip Gereja Katolik di Lesotho.
4. Gelar dan Patronase
Raja Letsie III memegang berbagai penghargaan, gelar kehormatan, dan terlibat dalam kegiatan patronase yang menunjukkan peran dan pengakuannya baik di dalam maupun di luar negeri.
4.1. Gelar Kebangsawanan
Sebagai kepala negara, Raja Letsie III adalah Grand Master dari beberapa Ordo Lesotho:
- Grand Master dari Ordo Moshoeshoe Paling Terhormat (Ordo Martabat).
- Grand Master dari Ordo Lesotho Paling Sopan.
- Grand Master dari Ordo Mohlomi Paling Berjasa (Ordo Prestasi).
- Grand Master dari Ordo Ramatseatsane Paling Setia (Ordo Pelayanan Terkemuka).
- Grand Master dari Ordo Makoanyane Paling Gagah Berani (Ordo Keberanian).
- Ia juga dianugerahi Medali Pelayanan Luar Biasa (Lesotho).
4.2. Gelar Asing
Pada 8 Oktober 2013, Raja Letsie III dianugerahi gelar Bailiff Knight Grand Cross of Justice dari Ordo Militer Suci Konstantinian Santo Georgius Kerajaan Dua Sisilia.
4.3. Patronase
Raja Letsie III adalah pelindung dari Prince Mohato Award (Khau ea Khosana MohatoBahasa Sotho), sebuah inisiatif yang mendukung pengembangan masyarakat dan pemuda di Lesotho.
5. Silsilah
Silsilah Raja Letsie III menunjukkan garis keturunannya dari para penguasa Lesotho sebelumnya:
1. Raja Letsie III dari Lesotho | |||
---|---|---|---|
Orang Tua | |||
2. Raja Moshoeshoe II dari Lesotho | 3. Putri Tabitha 'Masentle Lerotholi Mojela | ||
Kakek Nenek | |||
4. Simon Seeiso, Kepala Utama Basutoland | 5. 'Mabereng | 6. Lerotholi Mojela, Kepala Tsakholo | |
Kakek Buyut | |||
8. Nathaniel Lerotholi, Kepala Utama Basutoland | 9. Sebueng | 12. Mojela Letsie, Kepala Tsakholo | |
Leluhur Lainnya | |||
16. Letsie II, Kepala Utama Basutoland | 17. Maneella 'Maletšabisa | 18. Nkuebe Letsie, Kepala | 24. Letsie I, Kepala Utama Basutoland |
6. Hubungan Internasional dan Kunjungan
Raja Letsie III aktif dalam diplomasi internasional, baik sebagai duta khusus maupun melalui kunjungan kenegaraan.
6.1. Duta Khusus FAO
Pada 1 Desember 2016, di Roma, Raja Letsie III diangkat sebagai Duta Khusus terbaru FAO untuk Gizi oleh Direktur Jenderal organisasi tersebut, José Graziano da Silva. Peran ini menyoroti komitmennya terhadap isu-isu global terkait ketahanan pangan dan kesehatan.
6.2. Kunjungan Penting
Raja Letsie III telah melakukan beberapa kunjungan penting ke berbagai negara, memperkuat hubungan bilateral dan mempromosikan kepentingan Lesotho.
- Jepang
- Pada akhir November 2016, Raja Letsie III, didampingi Ratu 'Masenate Mohato Seeiso, melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Jepang sebagai Raja Lesotho. Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi seorang Raja Lesotho dalam 27 tahun. Mereka mengunjungi wilayah metropolitan dan Kansai, serta melakukan kunjungan istimewa ke Kota Soma, Prefektur Fukushima, yang sempat dilanda gempa bumi dan tsunami dahsyat. Di sana, ia bertemu dengan Gubernur Prefektur Fukushima, Masao Uchibori, dan Wali Kota Soma, Hideki Tachiya. Raja Letsie III menyatakan simpati mendalamnya kepada para korban dan memuji upaya rekonstruksi yang sedang berlangsung. Ia juga meletakkan bunga di tugu peringatan dan menanam pohon di Taman Lingkungan Matsukawaura.
- Pada 21 Oktober 2019, ia bertemu dengan Perdana Menteri Shinzo Abe di Istana Akasaka.
- Pada 22 Oktober 2019, ia menghadiri Upacara Penobatan Kaisar Naruhito di Jepang.
- Thailand
- Pada 11 Juni 2006, Raja Letsie III, bersama Ratu 'Masenate Mohato Seeiso, menghadiri perayaan 60 tahun kenaikan takhta Raja Bhumibol Adulyadej di Thailand. Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi keduanya ke Thailand. Selama kunjungan tersebut, mereka mengunjungi berbagai situs penting di Bangkok dan Pusat Studi Pengembangan Kerajaan Huai Hong Khrai di Chiang Mai.
- Pada 2 November 2016, ia melakukan kunjungan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Raja Bhumibol Adulyadej di Istana Raya Bangkok.
- Pada 25 Oktober 2017, ia bersama Ratu 'Masenate Mohato Seeiso menghadiri upacara kremasi kerajaan Raja Bhumibol Adulyadej sebagai tamu pemerintah.
- Pada 8 September 2019, ia bersama Ratu 'Masenate Mohato Seeiso menghadiri upacara kremasi M.R. Kitiwattana Chaiyan, ibu dari Awatsada Pokmanthri, istri Konsul Jenderal Kehormatan Lesotho.
- Pada 9 September 2019, ia melakukan kunjungan pribadi bersama Ratu 'Masenate Mohato Seeiso untuk bertukar pengalaman di bidang pertanian dengan Chalermchai Sri-on, Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand.
- Pada 11 September 2019, ia menghadiri acara makan malam gala "The Simply Exceptional 2019" bersama perwakilan dari keluarga kerajaan Thailand dan Belgia.
- Pada 12 September 2019, ia bersama Ratu 'Masenate Mohato Seeiso menerima gelar Doktor Kehormatan Sains di bidang Pertanian dari Universitas Pangeran Songkla. Penghargaan ini diberikan atas upayanya dalam mempromosikan dan menerapkan Pertanian Teori Baru di Lesotho.
7. Evaluasi dan Warisan
Evaluasi terhadap masa pemerintahan Raja Letsie III mencakup penilaian positif atas kontribusinya serta diskusi mengenai kritik atau kontroversi yang mungkin terkait dengan kepemimpinannya.
7.1. Penilaian Positif
Raja Letsie III diakui atas komitmennya terhadap kesejahteraan rakyatnya. Deklarasinya pada tahun 2000 yang menetapkan HIV/AIDS sebagai bencana alam adalah langkah krusial yang memicu respons nasional dan internasional yang masif, secara signifikan membantu upaya penanggulangan epidemi di Lesotho. Selain itu, ia juga diakui atas perannya dalam mempromosikan prinsip-prinsip iman Katolik di negaranya. Kontribusinya dalam bidang pertanian, khususnya promosi Pertanian Teori Baru, juga mendapatkan pengakuan internasional, seperti yang ditunjukkan oleh gelar doktor kehormatan yang diterimanya dari Universitas Pangeran Songkla di Thailand.
7.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun perannya sebagian besar seremonial, masa pemerintahan Raja Letsie III tidak luput dari kritik dan kontroversi, terutama terkait krisis politik pada tahun 1994. Keputusannya untuk menangguhkan konstitusi dan membubarkan parlemen serta kabinet secara sepihak memicu ketidakstabilan politik yang parah. Penindasan terhadap demonstrasi yang berujung pada jatuhnya korban jiwa di kalangan warga sipil menjadi titik hitam dalam pemerintahannya, yang pada akhirnya memaksanya untuk sementara waktu turun takhta. Peristiwa ini menyoroti tantangan dalam menyeimbangkan otoritas monarki dengan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem konstitusional.