1. Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Sayid Mohamed Abdullah Hassan memiliki latar belakang keluarga yang kuat dan pendidikan agama yang mendalam, yang membentuk pandangan kritisnya terhadap kolonialisme dan kesadaran nasionalnya sejak usia muda.
1.1. Kelahiran dan Masa Kecil
Mohamed Abdullah Hassan lahir pada 7 April 1856 di Lembah Sacmadeeqo, dekat Buuhoodle, Haud, di wilayah Ogaden yang saat ini merupakan bagian dari Etiopia. Beberapa sumber juga menyebutkan ia lahir di Kirrit, Somalia utara. Dalam masyarakat Somali, silsilah keluarga sangat penting. Kakek buyutnya, Syekh Ismaan, berasal dari klan Darod, cabang Ogaden, dan lahir di Barde, sebuah kota di hilir Sungai Shebelle. Ismaan kemudian pindah ke Kelafo (sekarang di Etiopia) di hulu Sungai Shebelle, dan kemudian ke Bardera di sepanjang Sungai Jubba. Kakeknya, Hasan Nur, pindah ke wilayah klan Dhulbahante di Somalia timur laut (kemudian bagian timur Somalia Britania) dan mendirikan beberapa fasilitas keagamaan.
Ayah Mohamed, Abdille, juga menjadi seorang Syekh. Abdille menikah dengan beberapa wanita dari klan Dhulbahante dan memiliki 30 anak. Ibu Mohamed, Timiro Sade, berasal dari klan Ali Geri, cabang Dhulbahante, yang memiliki hubungan erat dengan klan Ogaden. Mohamed adalah anak bungsu Abdille. Meskipun silsilahnya berasal dari klan Ogaden, ia dibesarkan sebagai seorang nomad Dhulbahante. Para nomad Dhulbahante dikenal mahir dalam menangani unta dan kuda, serta merupakan prajurit yang tangguh. Mohamed sangat menghormati kakek dari pihak ibunya, Sade Mogan. Ia tumbuh menjadi seorang penunggang kuda yang ulung.
1.2. Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan
Pada usia 11 tahun, Mohamed telah menghafal seluruh Quran dan diakui sebagai seorang Hafiz. Ia terus melanjutkan studi agamanya, dan pada usia 19 tahun, ia memperoleh gelar Syekh. Setelah itu, ia bekerja sebagai guru Quran selama dua tahun. Pada tahun 1877, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk melanjutkan studi Islam lebih lanjut, melakukan perjalanan ke Harar, Mogadishu, dan Sudan. Ia belajar dari 72 guru, baik Somali maupun Arab.
Pada tahun 1891, Mohamed kembali ke kampung halamannya dan menikah dengan seorang wanita dari klan Ogaden. Tiga tahun kemudian, pada usia 30 tahun, Mohamed dan 13 keluarga lainnya, termasuk dua pamannya, melakukan perjalanan Haji ke Mekkah. Mereka tinggal di Mekkah selama satu setengah tahun, belajar di bawah bimbingan seorang mistikus Sudan bernama Mohammed Salih. Mohamed sangat terpengaruh oleh ajaran Salih, yang merupakan dasar dari "ajaran Salihiyya".
1.3. Aktivitas Awal dan Pembentukan Ideologi
Pada tahun 1895, Mohamed kembali ke Somalia, pertama kali tiba di kota pesisir utara Berbera. Pada saat itu, para kepala suku di Somalia utara telah membuat perjanjian terpisah dengan Inggris, dan wilayah tersebut telah menjadi protektorat Inggris selama sekitar sepuluh tahun sebelum kedatangannya. Berbera dikenal sebagai "toko daging Aden" karena mengekspor daging ke Aden, Yaman, yang kemudian dikirim ke India Britania.
Di Berbera, Mohamed mendirikan sebuah tarekat untuk menyebarkan ajaran Salihiyya (kemudian dikenal sebagai Tarekat Salihiyya). Namun, ajaran Salihiyya tidak menyebar luas di Berbera karena Mohamed dan pengikutnya menganjurkan orang-orang untuk berhenti mengonsumsi khat dan lemak ekor domba, yang diizinkan oleh tarekat Qadiriyya yang sudah mapan.
Pada tahun 1897, tarekat Qadiriyya yang mapan di Berbera segera ditantang oleh tarekat Salihiyya. Syekh terkemuka dari tarekat Salihiyya adalah Isma'il ibn Ishaq al-Urwayni dan Emir Dervish Hassan (yang disebut 'Mullah Gila' oleh Inggris). Hassan tiba di Berbera pada tahun 1895, membangun masjidnya sendiri, dan mulai berdakwah. Ia sangat menentang khat dan tembakau kunyah, yang keduanya diizinkan oleh Qadiriyya. Di antara perselisihan lainnya, ia akan berdebat dengan syekh-syekh Qadiriyya terkemuka di Berbera, termasuk Aw Gaas dan Xaaji Ibrahim Xirsi. Syekh Madar, pemimpin Qadiriyya Somali, diundang untuk berpartisipasi pada tahun 1897, dan setelah diskusi yang ketat, tarekat Qadiriyya terbukti menang dan Mohamed Abdullah Hassan dibantah. Otoritas Inggris mencatat gangguan dan kekacauan tersebut, dan ia kemudian diusir dari kota. Perpecahan itu sangat dalam, dan kedua belah pihak saling menuduh bid'ah. Hassan kemudian membentuk gerakan Dervish berdasarkan Salihiyya hanya dua tahun setelah perdebatan, sebagian sebagai penolakan terhadap status quo Qadiriyya.
Pada tahun yang sama, Mohamed dan tarekat Salihiyya meninggalkan Berbera untuk kembali ke klan Dhulbahante. Dalam perjalanan, Mohamed bertemu dengan anak yatim piatu Somali yang diasuh oleh Gereja Katolik. Ia khawatir melihat penyebaran Kekristenan di Somalia ketika anak itu menjawab, "Ayahku adalah Tuhan."
Pada Maret 1899, seorang Duwaleh Hirsi, mantan anggota polisi Somali Aden dan pemandu ekspedisi Mr. Percy Cox (mantan konsul-residen Zeila dan Berbera, 1893-1895) di Somaliland, diduga mencuri senapan dan menjualnya kepada tarekat di Kob Fardod. Wakil konsul di pantai, Harry Edward Spiller Cordeaux, mengirim surat kepada para mullah di Kob Fardod yang menuntut pengembalian senapan tersebut. Surat itu dibawa oleh seorang polisi berkuda Somali bernama Ahmed Adan. Sekembalinya setelah pengiriman surat, Cordeaux mewawancarai Adan, yang memberikan informasi bahwa ia melihat banyak orang di sana, termasuk kerabatnya, dan mereka memiliki senapan, beberapa di antaranya baru diterima dari Hafoon. Adan juga melaporkan bahwa ia disebut "kafir" oleh para mullah karena seragamnya dan ditanya mengapa ia memakai pakaian "Sircars".
Yang sangat mengungkapkan dari wawancara Ahmed Adan adalah kebingungan yang disebabkan oleh surat lain yang dibawa oleh seorang Somali, yang konon juga berasal dari administrasi Inggris di pantai. Surat kedua ini membuat marah para mullah di Tarekat. Sayyid menerima surat kedua yang berisi "kata-kata buruk". Nada bermusuhan dalam balasan Sayyid disebabkan oleh surat kedua yang ofensif yang dibawa oleh Salaan. Kedua balasan tersebut, satu mengenai senapan yang singkat tetapi relatif tidak menyinggung, dan yang kedua membahas surat kedua yang membingungkan dan kurang ajar, ada dalam catatan Inggris. Insiden ini, bersama dengan kekhawatiran tentang penyebaran Kekristenan, membuat kegiatan dakwah Mohamed secara alami menjadi kritis terhadap Inggris dan Etiopia. Pemerintah Etiopia dan administrasi Inggris berusaha menghalangi kegiatan dakwah Mohamed.
2. Gerakan Dervish dan Perlawanan
Gerakan Dervish, yang dipimpin oleh Sayid Mohamed Abdullah Hassan, merupakan kekuatan perlawanan yang signifikan terhadap kekuatan kolonial, ditandai dengan strategi militer yang cerdik dan konflik internal.
2.1. Pembentukan Gerakan Dervish
Mohamed Abdullah Hassan, dalam pidato dan puisinya, mengkritik orang-orang Kristen yang ia anggap menghancurkan budaya Islam dan mengkristenkan anak-anak Somali. Ia menyatakan bahwa aliansi antara Etiopia dan Inggris, yang merupakan negara-negara Kristen, merupakan ancaman bagi Somalia. Mohamed menekankan bahwa melindungi Islam dari penjajah Kristen adalah prioritas utama, dan ini adalah jihad. Ia berpendapat bahwa masalahnya adalah kurangnya persatuan di antara suku-suku Somali, dan bahwa mereka yang tidak ikut berjuang adalah kafir.
Mohamed menyatakan kemerdekaan dan persatuan nasional dari basisnya di Burco. Ia memperoleh senjata dari Turki dan Sudan, serta menunjuk para pendukungnya dari seluruh Somalia sebagai pejabat Negara Dervish. Mohamed juga mengatur struktur militer, mengikuti teladan para Darwis (pertapa sufi) dengan menekankan kesederhanaan, dan menamai negaranya Daraawiish (Dervish). Negara ini memiliki karakter sentralistik dan hierarkis yang ketat, berdasarkan organisasi tarekat Salihiyya.
Mohamed menyatakan niatnya untuk mengusir orang-orang Kristen ke laut. Ia pertama-tama menyerang tentara Inggris yang ditempatkan di wilayahnya dengan 1.500 prajurit bersenjata 20 senapan. Ia juga mengirim utusan ke seluruh klan Somali untuk mengajak mereka bergabung, dan ke Yaman untuk meminta kerja sama.
2.2. Pendirian Negara Dervish
Negara Dervish, yang didirikan oleh Sayid Mohamed Abdullah Hassan, merupakan entitas politik dan militer yang terstruktur dengan baik di bawah kepemimpinannya. Negara ini memiliki struktur pemerintahan yang sentralistik dan hierarkis, yang didasarkan pada prinsip-prinsip tarekat Salihiyya. Mohamed membangun istana mewah untuk dirinya sendiri dan membentuk pengawal baru yang direkrut dari klan-klan terbuang. Pada tahun 1913, Dervish mendominasi seluruh pedalaman Semenanjung Somali, membangun benteng-benteng di Jildali, Mirashi, Werder di Ogaden, dan Beledweyne di Somalia selatan.
2.3. Perang Melawan Kekuatan Kolonial
Perang Dervish merupakan serangkaian konflik militer besar yang dipimpin oleh Sayid Mohamed Abdullah Hassan melawan pasukan Inggris, Italia, dan Etiopia.
2.3.1. Latar Belakang Konflik
Berita yang memicu pemberontakan Dervish dan gangguan selama 21 tahun, menurut konsul jenderal James Hayes Sadler, disebarkan atau dibuat oleh Sultan Nur dari Habr Yunis. Insiden yang dimaksud adalah sekelompok anak-anak Somali yang dikonversi ke agama Kristen dan diadopsi oleh Misi Katolik Prancis di Berbera pada tahun 1899. Tidak jelas apakah Sultan Nur mengalami insiden itu secara langsung atau diberitahu tentang hal itu, tetapi yang diketahui adalah bahwa ia menyebarkan insiden itu di Tarekat di Kob Fardod pada Juni 1899. Dalam salah satu suratnya kepada Sultan Deria pada tahun 1899, Sayyid Hassan mengatakan bahwa Inggris "telah menghancurkan agama kita dan menjadikan anak-anak kita sebagai anak-anak mereka," mengacu pada insiden Sultan Nur dengan Misi Katolik Prancis di Berbera. Dervish segera muncul sebagai penentang kegiatan Kristen, mempertahankan versi Islam mereka terhadap misi Kristen.
Pada Maret 1899, seorang Duwaleh Hirsi, mantan anggota polisi Somali Aden dan pemandu ekspedisi Mr. Percy Cox di Somaliland, diduga mencuri senapan dan menjualnya kepada tarekat di Kob Fardod. Wakil konsul di pantai, Harry Edward Spiller Cordeaux, mengirim surat kepada para mullah di Kob Fardod yang menuntut pengembalian senapan tersebut. Surat itu dibawa oleh seorang polisi berkuda Somali bernama Ahmed Adan. Sekembalinya setelah pengiriman surat, Adan melaporkan bahwa ia melihat banyak orang di sana, termasuk kerabatnya, dan mereka memiliki senapan, beberapa di antaranya baru diterima dari Hafoon. Adan juga melaporkan bahwa ia disebut "kafir" oleh para mullah karena seragamnya dan ditanya mengapa ia memakai pakaian "Sircars". Surat kedua yang dibawa oleh seorang Somali, yang konon juga berasal dari administrasi Inggris, membuat marah para mullah di Tarekat. Sayyid menerima surat kedua yang berisi "kata-kata buruk". Nada bermusuhan dalam balasan Sayyid disebabkan oleh surat kedua yang ofensif yang dibawa oleh Salaan. Kedua balasan tersebut, satu mengenai senapan yang singkat tetapi relatif tidak menyinggung, dan yang kedua membahas surat kedua yang membingungkan dan kurang ajar, ada dalam catatan Inggris.
2.3.2. Kampanye Militer Utama
Pada tahun 1900, sebuah kelompok yang dikirim dari Etiopia diperintahkan untuk menangkap Mohamed, hidup atau mati. Sebagai bagian dari misi ini, mereka menjarah banyak unta dari klan Mohammed Subeer dari Ogaden. Mohamed, yang menerima permintaan bantuan dari Subeer, menyerang kelompok Etiopia tersebut pada 4 Maret di Jijiga (sekarang di Etiopia) dan merebut kembali semua unta yang dijarah. Kemenangan dalam pertempuran ini meningkatkan kepercayaan diri Mohamed dan reputasinya di sekitarnya. Pada bulan Juni, Mohamed menyerang faksi klan Isaaq dari suku Somali yang bekerja sama dengan Inggris, menjarah sekitar 2.000 unta. Kemenangan-kemenangan ini meningkatkan reputasi Mohamed di kalangan klan Ogaden. Mohamed menikah dengan putri seorang kepala suku Ogaden yang berpengaruh, dan ia juga menikahkan saudara perempuannya, Tohya Shaykha Adbil, dengan Abdi Mohammed Waale, seorang tokoh berpengaruh dari klan Mohammed Subeer Ogaden.
Namun, Hussen Hirsi Dala Iljech', seorang kepala suku Mohammed Subeer yang tidak puas dengan pemerintahan otokratis Mohamed, berencana untuk membunuhnya. Berita tentang plot tersebut bocor kepada Hassan. Ia berhasil melarikan diri, tetapi paman dari pihak ibunya, Aw 'Abbas, tewas. Beberapa minggu kemudian, Mohammed Subeer mengirim delegasi perdamaian yang terdiri dari 32 orang kepada Hassan, tetapi Hassan menangkap dan membunuh semua anggota delegasi tersebut. Terkejut dengan tindakan Hassan, Mohammed Subeer mencari bantuan dari Etiopia, dan Dervish mundur ke Nugaal.
Di Nugaal, Mohamed mengumpulkan orang-orang dari klan Dhulbahante dan membangun kembali pasukannya. Sejak saat itu, Mohamed mulai disebut dengan gelar Sayyid. Pada akhir tahun 1900, Kaisar Etiopia Menelik II mengusulkan tindakan bersama dengan Inggris untuk menyerang Dervish. Dengan demikian, Letnan Kolonel Inggris Eric John Eagles Swayne mengumpulkan pasukan yang terdiri dari 1.500 tentara Somali yang dipimpin oleh 21 perwira Eropa dan berangkat dari Burco pada 22 Mei 1901, sementara tentara Etiopia yang terdiri dari 15.000 tentara berangkat dari Harar untuk bergabung dengan pasukan Inggris yang berniat menghancurkan 20.000 pejuang Dervish (40 persen di antaranya adalah kavaleri).
Antara tahun 1901 dan 1904, pasukan Dervish lebih unggul, menyebabkan kerugian besar bagi pasukan Inggris, Etiopia, dan bahkan Italia. Hal ini sebagian disebabkan oleh fakta bahwa Inggris sedang berperang dalam Perang Boer Kedua di Afrika Selatan dari tahun 1900 hingga 1902, sehingga mereka tidak dapat mengerahkan kekuatan penuh di Somalia. Karena situasi ini, klan-klan Somali lainnya yang sebelumnya tidak mengakui Mohamed sebagai pemimpin agama juga mulai menyatakan dukungan mereka kepadanya.
Pada 9 Januari 1904, di dataran Jidaale (Jidballi), Komandan Inggris, Jenderal Charles Egerton, membunuh 1.000 Dervish. Kekalahan ini memaksa Sayyid dan sisa pasukannya melarikan diri ke wilayah Majeerteen. Pada 21 Maret, mereka tiba di Illig (sekarang Eyl), dan selama beberapa tahun berikutnya, ini menjadi basis mereka.
Ada satu kelompok orang selama perjuangan Dervish yang Sayyid minta secara ekstensif dalam surat untuk bergabung dalam perjuangannya. Mereka adalah klan Bimaal. Suratnya kepada Bimal didokumentasikan sebagai eksposisi terpanjang dari pikirannya sebagai pemikir Muslim dan tokoh agama. Surat itu hingga hari ini masih terpelihara. Dikatakan bahwa Bimal, berkat ukurannya yang secara numerik kuat, secara tradisional dan religius adalah prajurit yang tangguh dan memiliki banyak sumber daya, telah menarik perhatian Mahamed Abdulle Hassan. Tetapi tidak hanya itu, Bimal sendiri melancarkan perlawanan ekstensif dan besar terhadap Italia, terutama pada dekade pertama abad ke-20. Italia melakukan banyak ekspedisi melawan Bimal yang kuat untuk mencoba menenangkan mereka. Karena itu, Bimal memiliki semua alasan untuk bergabung dalam perjuangan Dervish dan dengan demikian memenangkan dukungan mereka. Sayyid menulis pernyataan teologis terperinci untuk diajukan kepada suku Bimal yang mendominasi pelabuhan strategis Banaadir Merca dan sekitarnya. Salah satu ketakutan terbesar Italia adalah penyebaran 'Dervishism' (yang berarti pemberontakan) di selatan dan suku Bimaal yang kuat di Benadir yang sudah berperang dengan Italia, meskipun tidak mengikuti pesan agama atau menganut pandangan Muhammad Abdullah Hassan, sangat memahami tujuannya dan taktik politiknya. Dervish dalam hal ini terlibat dalam memasok senjata kepada Bimaal. Italia ingin mengakhiri pemberontakan Bimaal dan dengan segala cara mencegah aliansi Bimal-Dervish, yang membuat mereka menggunakan pasukan Obbia dan Mijertein sebagai pencegahan.
Sekitar tahun 1909, dalam pertemuan rahasia di bawah pohon besar yang kemudian dijuluki "Anjeel tale waa" ("Pohon Nasihat Buruk"), sekitar 400 pengikut Dervish memutuskan untuk berhenti mengikuti mullah setelah menerima surat pengusiran dari kepala Tarekat, Syekh Salah, yang mengucilkan mullah. Kepergian mereka melemahkan, meruntuhkan moral, dan membuat Sayyid marah, dan pada saat inilah ia menggubah puisinya yang berjudul Pohon Nasihat Buruk.
2.4. Konflik Keagamaan dan Internal
Meskipun meninggalkan Berbera setelah ditegur oleh Syekh terkemuka dari tarekat Qadiriyya yang rival, permusuhan tidak berakhir. Puisi-puisi yang panas akan dipertukarkan antara Sayyid dan Syekh terkemuka Uways al-Barawi dari Barawa, pemimpin pemberontakan Benadir tahun 1908.
Uways melantunkan qasida ini yang mengkritik Sayyid:
:Berikan doa kepada Muhammad (Sayyid) dan keluarganya dan berpalinglah, melalui mereka, dari segala musibah yang jahat
:Orang yang telah meniru Muhammad (Nabi Muhammad) melalui hukumnya tidak mengikuti faksi Setan
:Mereka adalah pembenar [penumpahan] darah para ulama dan harta serta wanita, mereka adalah kaum libertin
:Mereka melarang studi ilmu-ilmu seperti hukum dan tata bahasa, mereka adalah kaum yang menjijikkan
:Melalui setiap Syekh yang telah meninggal seperti Al-Jilani mereka tidak mencari permohonan, seperti faksi dosa
:Mereka tidak mengikuti di belakang orang yang memiliki kunci rambut, ciri khas mereka adalah memakai rambut mereka seperti Wahabiyya
:Mereka menukar surga dengan uang tunai secara terbuka, di tanah kami, mereka adalah sekte anjing
:Mereka bermain-main dengan wanita yang datang untuk izin, seperti dengan ibu mereka sendiri, dan ini adalah perzinahan
:Mereka mengikuti pendapat mereka sendiri, bukan buku-buku kami, dan mereka mengklaim cahaya dari faksi Setan
:Dan mereka mempraktikkan penyangkalan pada dhikr mereka, dalam kata dan tindakan itu membutuhkan penistaan
:Seperti permainan mereka yang mengatakan Apakah itu Tuhan? - meragukan dia, faksi utara (Dervish) memuliakan mereka
:Mereka membuat keributan, ratapan dan rintihan dan lolongan seperti anjing yang berkabung
:Dan mereka sering menggunakan sumpah Demi talak dan menolak upacara Allah
:Mereka telah tersesat dan membuat orang-orang tersesat di bumi melalui darat dan laut siapa pun dari [antara] orang-orang Somali
:Bukankah pemilik akal dan pemahaman tertipu oleh mereka?
:Maka larilah dari mereka seperti dari malapetaka
Dengan tanggapan panjang, Sayyid mengakhiri dengan kata-kata tajam ini:
:Sepatah kata dari orang-orang murtad yang mundur (Qadiriyya)
:Yang telah tersesat dari jalan Nabi, jalan yang lurus
:Mengapa kebenaran yang begitu jelas, tersembunyi darimu?
Pertukaran ini akan mengarah pada takfir atau tuduhan kemurtadan dari kedua belah pihak dan pembunuhan Uways oleh Dervish pada tahun 1909. Ini secara ironis membuktikan tuduhan Syekh Uways bahwa Sayyid menganggap sah untuk menumpahkan darah orang-orang terpelajar. Sayyid akan mengejek kematian Syekh Uways dengan puisi terakhir ''Lihatlah, akhirnya, ketika kami membunuh penyihir tua itu, hujan mulai turun!".
3. Pemikiran dan Puisi
Sayid Mohamed Abdullah Hassan adalah seorang pemikir yang mendalam dan penyair yang ulung, yang menggunakan karyanya untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan, politik, dan nasionalis.
3.1. Pemikiran Keagamaan dan Politik
Mohamed Abdullah Hassan adalah seorang pemimpin agama yang sangat berdedikasi pada ajaran Islam, khususnya tarekat Salihiyya. Ia menganjurkan kesederhanaan dan menentang praktik-praktik seperti konsumsi khat dan lemak ekor domba, yang ia anggap tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni. Pemikiran politiknya sangat dipengaruhi oleh keyakinan agamanya, melihat intervensi kolonial sebagai ancaman terhadap Islam dan budaya Somali.
Ia menyerukan jihad untuk mengusir penjajah Kristen dari tanah Somali, menganggapnya sebagai kewajiban agama. Ia berpendapat bahwa persatuan di antara klan-klan Somali adalah kunci untuk melawan penjajah, dan mereka yang menolak untuk bergabung dalam perjuangan dianggap sebagai kafir. Pandangannya tentang pemerintahan mencerminkan struktur sentralistik dan hierarkis, yang ia terapkan dalam Negara Dervish, dengan dirinya sebagai pemimpin tertinggi yang otoriter.
3.2. Karya Sastra dan Puisi
Sayid Mohamed Abdullah Hassan adalah seorang penyair yang produktif, dan puisi-puisinya sering kali berfungsi sebagai alat untuk menyebarkan pesan-pesan nasionalis, kritik sosial, dan pandangan keagamaannya. Karyanya memiliki signifikansi sastra yang tinggi dalam warisan Somali.
Beberapa puisinya yang terkenal meliputi:
- Risala lil-Bimal: Surat teologis terperinci kepada klan Bimal, mendesak mereka untuk bergabung dalam perjuangan Dervish.
- Pohon Nasihat Buruk (Anjeel tale waa): Digubah setelah sekitar 400 pengikut Dervish meninggalkannya karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan otokratisnya.
- Kematian Richard Corfield: Mengenang kemenangan Dervish dalam Pertempuran Dul Madoba pada 9 Agustus 1913, di mana Kolonel Richard Corfield, seorang perwira Inggris, tewas.
- Haddaan waayey
- Maqashiiya uunka: Sebuah seruan keagamaan dan nasionalis.
- Afbakayle: Berisi tentang pengkhianatan dan etiket.
- Mariyama Shiikh: Berisi tentang kemurahan hati.
- Dardaaran: Menyatakan bahwa ada niat jahat tersembunyi di balik tunjangan yang dibayarkan oleh kaum kolonial.
Puisi-puisi ini tidak hanya mencerminkan bakat sastranya tetapi juga perannya sebagai pemimpin yang mampu menginspirasi dan memobilisasi rakyatnya melalui kata-kata.
4. Masa Akhir dan Kematian
Meskipun mencapai puncak kekuasaan, gerakan Dervish Sayid Mohamed Abdullah Hassan akhirnya menghadapi kekalahan dan kemunduran.
4.1. Konsolidasi dan Periode Puncak
Antara tahun 1908 dan 1914, Sayyid Mohamed Abdullah Hassan memindahkan markasnya dari Illig ke Taleh di jantung wilayah Nugaal. Di Taleh, Dervish membangun tiga benteng garnisun besar dari batu dan sejumlah rumah. Ia membangun istana mewah untuk dirinya sendiri dan mempekerjakan penjaga baru yang direkrut dari klan-klan terbuang. Pada tahun 1913, Dervish mendominasi seluruh pedalaman Semenanjung Somali, membangun benteng-benteng di Jildali dan Mirashi, serta di Werder di Ogaden dan Beledweyne di Somalia selatan.
Pada 9 Agustus 1913, dalam Pertempuran Dul Madoba, pasukan Dervish menyerbu klan Dolbahanta dan membunuh atau melukai 57 anggota dari 110 anggota Somaliland Camel Constabulary. Yang tewas termasuk perwira Inggris yang memimpin konstabulari, Kolonel Richard Corfield. Hassan mengabadikan tindakan ini dalam puisinya yang berjudul "Kematian Richard Corfield". Pada tahun yang sama, empat belas Dervish menyusup ke Berbera dan melepaskan beberapa tembakan ke warga sipil yang melarikan diri, namun menyebabkan kepanikan. Pada tahun 1914, Somaliland Camel Corps didirikan sebagai versi yang diperluas dan ditingkatkan dari konstabulari.
Sebuah pasukan Inggris sedang berkumpul melawan Dervish ketika mereka terganggu oleh pecahnya Perang Dunia I. Di antara perwira Inggris yang dikerahkan adalah Adrian Carton de Wiart (kemudian Letnan Jenderal), yang kehilangan satu mata selama kampanye, dan Hastings Ismay, seorang perwira staf yang kemudian menjadi kepala penasihat militer Winston Churchill. Mohamed dan pasukannya memanfaatkan pecahnya Perang Dunia I untuk mendapatkan kerja sama dari Kesultanan Utsmaniyah dan Jerman dalam menyerang fasilitas Inggris.
4.2. Kekalahan dan Pengungsian
Pada awal tahun 1920, Inggris menyerang permukiman Dervish dengan serangan udara dan darat yang terkoordinasi dengan baik dan menyebabkan kekalahan telak. Benteng-benteng Dervish rusak dan pasukan menderita kerugian besar. Dervish mundur ke wilayah Ogaden di Abisinia (Etiopia) dan menyerbu klan Ogaden Bah Hawadle yang berada di bawah perlindungan Habr Yunis. Menanggapi insiden ini, Haji Warabe dari Reer Caynaashe mengumpulkan pasukan yang terdiri dari 3.000 prajurit. Pasukan tersebut berangkat dari Togdheer, pada fajar 20 Juli 1920, pasukannya mencapai Shineleh tempat Dervish berkemah dan melanjutkan untuk menyerang mereka. Dervish yang berjumlah sekitar 800 orang dengan cepat dikalahkan, 700 tewas dalam pertempuran, beberapa yang tersisa melarikan diri ke selatan. Haji dan pasukannya merebut 60.000 unta dan 700 senapan dari Dervish yang kalah. Namun di tengah pertempuran, Haji Warabe memasuki tenda Hassan tetapi menemukan tenda kosong dengan teh Hassan yang masih panas. Mullah, yang kini menjadi buronan, terus melarikan diri ke barat menuju gurun Ogaden yang haus.
Pada Oktober 1920, ia akhirnya menetap di Guano Imi, di hulu Sungai Shebelle di wilayah Arsi, bersama rombongan sekitar empat ratus pengikut. Ketika Fitawrari Seyoum, yang memimpin garnisun Abisinia terdekat di Ginir, mendengar kedatangannya, ia mengirim salah satu perwiranya, Garazmatch Ayale, untuk mencari tahu mengapa ia memasuki wilayah Abisinia. Mullah menerima perwira itu dengan baik, dan mengatakan bahwa ia telah dikalahkan dalam pertempuran oleh Inggris dan datang ke Abisinia untuk perlindungan. Ia kemudian mengirim Fitawrari empat senapan dan sebuah revolver sebagai hadiah dan meminta beberapa perbekalan sebagai gantinya. Fitawrari Seyoum melaporkan masalah tersebut kepada Ras Tafari, yang memerintahkannya untuk tidak menyerang Mullah tetapi tetap mengawasinya. Namun, perbekalan tidak disediakan dan kelaparan melanda kamp Mullah, dengan sebagian besar pengikutnya yang tersisa meninggal karena sakit dan kelaparan; beberapa yang selamat dikatakan telah bubar tak lama setelah itu.
4.3. Kematian
Pada 21 Desember 1920, Hassan meninggal karena influenza pada usia 64 tahun. Makamnya diyakini berada di suatu tempat dekat kota Imi di Region Somali Etiopia; namun, lokasi pasti makam Sayid tidak diketahui. Pada pertengahan 2009, administrasi Negara Bagian Regional Somali mengumumkan bahwa mereka akan menggali jenazahnya dan menguburkannya kembali di kastil lamanya di Imi. Sebagian besar orang yang mengetahui lokasi pasti makam Hassan telah lama meninggal, tetapi Menteri Informasi Regional Guled Casowe mengatakan kepada VOA Somali Section bahwa beberapa individu yang sangat tua mungkin masih tersisa yang dapat mengungkapkan detail makam Hassan. Jenazah ditemukan di pemakaman di Ginir dan Wilayah Somali Etiopia, kemudian mencoba menguji DNA untuk menentukan apakah itu bisa jadi milik Sayid Mohammed Abdullah Hassan.

5. Evaluasi dan Warisan
Sayid Mohamed Abdullah Hassan meninggalkan warisan yang kompleks dan signifikan, baik sebagai simbol nasionalisme maupun sebagai tokoh yang menuai kritik.
5.1. Posisi dalam Nasionalisme Somalia
Hassan telah dipandang oleh beberapa pihak sebagai ikon Pan-Somalism dan dianggap sebagai salah satu revolusioner besar pada pergantian abad ke-20 oleh anggota gerakan Pan-Afrikanisme. Ia dihormati sebagai "Bapak Rakyat Somali" dan simbol perlawanan terhadap kolonialisme, yang menginspirasi gerakan kemerdekaan di kemudian hari. Meskipun perjuangannya tidak berhasil mengusir sepenuhnya kekuatan kolonial, semangat perlawanannya menjadi fondasi penting bagi identitas nasional Somalia.
5.2. Kritik dan Kontroversi
Meskipun dihormati sebagai pahlawan nasional, Sayid Mohamed Abdullah Hassan juga menuai kritik dan kontroversi. Julukan "Mullah Gila" yang diberikan oleh Inggris mencerminkan pandangan kolonial yang merendahkan, tetapi juga menyoroti sifat perlawanannya yang terkadang dianggap ekstrem. Pemerintahan otokratisnya, seperti yang terlihat dari insiden pembunuhan 32 utusan perdamaian dari klan Mohammed Subeer, serta pembunuhan Syekh Uways al-Barawi, menunjukkan sisi keras dan tanpa kompromi dari kepemimpinannya. Konflik internal dan perpecahan dalam gerakannya, seperti insiden "Pohon Nasihat Buruk", juga menjadi bukti adanya ketidakpuasan terhadap gaya kepemimpinannya.
5.3. Pengaruh Budaya
Pengaruh Sayid Mohamed Abdullah Hassan meluas ke dalam budaya populer dan sastra. Puisinya, yang sarat dengan pesan nasionalis dan kritik sosial, terus menjadi bagian penting dari warisan sastra Somali.
- Film dokumenter The Parching Winds of Somalia mencakup bagian tentang perjuangan Dervish dan pemimpinnya Mohamed Abdullah Hassan.
- Novel romansa sejarah Ignorance is the Enemy of Love oleh Farah Mohamed Jama Awl menampilkan protagonis Dervish bernama Calimaax, yang merupakan bagian dari kisah cinta yang bernasib buruk dan berjuang melawan Inggris, Italia, dan Etiopia di Tanduk Afrika.
- Pada tahun 1983, sebuah film berjudul A Somali Dervish disutradarai oleh Abdulkadir Ahmed Said.
- Dalam episode "Loyalty" dari serial Law & Order: Criminal Intent, referensi dibuat untuk Dervish dan pemimpinnya. Episode tersebut juga menampilkan karakter yang diklaim sebagai keturunan Muhammad Abdullah Hassan.
- Pada tahun 1985, sebuah film epik India berdurasi 4 jam 40 menit yang diproduksi oleh pembuat film Salah Ahmed berjudul Somalia Dervishes mulai diproduksi. Dengan anggaran 1.80 M USD, film ini menampilkan keturunan Hassan sebagai bintangnya, dan menampilkan ratusan aktor serta figuran.
- Dalam serial buku komik Corto Maltese, protagonis melakukan perjalanan ke Tanduk Afrika selama pertempuran Dervish melawan Inggris, dan menyaksikan kekuatan sebelumnya menyerbu benteng Inggris. Selama perjalanan ini, ia mengembangkan persahabatan jangka panjang dengan seorang prajurit Dervish bernama Cush, yang kemudian muncul dalam beberapa petualangan Corto lainnya di seluruh dunia.
6. Monumen dan Peringatan
Untuk menghormati dan mengenang Sayid Mohamed Abdullah Hassan, beberapa monumen dan peringatan telah didirikan.

Sebuah patung realisme sosialis Hassan yang menunggang kudanya Hiin-Faniin (kadang-kadang disebut Sayidka atau Siyadka) dibangun di pusat Mogadishu dekat Masjid Pusat Mogadishu pada tahun 1970-an atau 1980-an. Namun, patung tersebut dirobohkan antara tahun 1991 dan 1993 dan dijual sebagai besi tua. Fondasi monumen yang rusak tetap berdiri. Pada 18 Oktober 2019, monumen tersebut dipulihkan dan diresmikan oleh Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed, bersama dengan monumen-monumen lain yang dipulihkan.
Sebuah patung serupa dibangun di kota Jijiga di Etiopia pada tahun 2013. Di wilayah Haud, terdapat sebuah monumen yang menandai tempat kelahiran Hassan, yang disebut Sacmadeeqa.
7. Tokoh dan Peristiwa Terkait
- Haji Sudi: Salah satu anggota pendiri gerakan Dervish dan panglima militer utama.
- Abdullahi Sadiq: Gubernur Ogaden.
- Sultan Nur: Sultan klan Habr Yunis dan salah satu anggota pendiri gerakan Dervish serta Sultan Dervish.
- Hasna Doreh: Istri Mohamed Abdullah Hassan.
- Ismail Mire: Seorang prajurit dan penyair.
- Syekh Uways Al-Barawi: Rival agama Sayyid dan pemimpin pemberontakan Benadir.
- Bashir Yussuf: Pemimpin agama Somali yang berjuang melawan Inggris bersama Mohamed Abdullah Hassan.
- Ahmad ibn Ibrihim al-Ghazi: Imam dan Jenderal Somali dari Kesultanan Adal.
- Sheikh Madar: Pemimpin tarekat Qadiriyya dan rival/penentang ilmiah Salihiyya dan Dervish.
- John Gough: Dianugerahi Victoria Cross atas tindakannya sebagai komandan kolom selama Ekspedisi Somaliland Ketiga melawan Hassan.
- Alexander Stanhope Cobbe: Dianugerahi Victoria Cross atas tindakannya di Erego pada tahun 1902.
- Adrian Carton de Wiart: Perwira Angkatan Darat Britania yang kehilangan satu mata saat menyerang benteng di Shimbiris pada tahun 1914.