1. Gambaran Umum
Republik Yaman adalah sebuah negara yang terletak di ujung selatan Semenanjung Arab, Asia Barat. Negara ini memiliki sejarah peradaban yang panjang dan kaya, namun saat ini tengah menghadapi krisis kemanusiaan yang parah akibat perang saudara berkepanjangan. Secara geografis, Yaman memiliki bentang alam yang beragam, mulai dari dataran pantai yang kering hingga pegunungan tinggi yang subur, serta kepulauan strategis seperti Sokotra. Sejarahnya mencakup kerajaan-kerajaan kuno yang makmur, penyebaran Islam, periode kekuasaan dinasti lokal dan asing, hingga era kolonialisme Inggris dan Kesultanan Utsmaniyah. Setelah periode pembagian antara Yaman Utara dan Yaman Selatan pada masa Perang Dingin, negara ini bersatu pada tahun 1990. Namun, persatuan tersebut diwarnai oleh ketidakstabilan politik, korupsi, kemiskinan, dan akhirnya perang saudara yang dimulai pada tahun 2014. Konflik ini melibatkan berbagai faksi domestik dan intervensi kekuatan regional, yang berdampak buruk pada struktur politik, ekonomi, dan sosial negara. Situasi hak asasi manusia di Yaman sangat memprihatinkan, dengan jutaan warga sipil menghadapi kelaparan, penyakit, dan pengungsian. Perekonomian negara, yang sebelumnya bergantung pada minyak bumi, pertanian kopi, dan perikanan, kini hancur. Masyarakat Yaman, yang mayoritas Arab dan beragama Islam (Sunni dan Syiah Zaidiyah), menghadapi tantangan besar dalam akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan sanitasi dasar. Meskipun demikian, Yaman memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk situs-situs Warisan Dunia UNESCO seperti Kota Tua Sana'a dan Shibam, serta tradisi unik dalam kuliner, seni, dan arsitektur.
2. Etimologi
Nama "Yaman" memiliki akar sejarah dan linguistik yang dalam. Istilah Yamnat pertama kali disebutkan dalam prasasti-prasasti Arab Selatan Kuno sebagai gelar salah satu raja dari Kerajaan Himyar kedua, yang dikenal sebagai Shammar Yahri'sh. Istilah ini kemungkinan merujuk pada garis pantai barat daya Semenanjung Arab dan garis pantai selatan antara Aden dan Hadhramaut. Secara historis, wilayah yang disebut Yaman mencakup area yang jauh lebih luas daripada negara modern saat ini, membentang dari utara Provinsi Asir di barat daya Arab Saudi hingga Provinsi Dhofar di selatan Oman.
Salah satu etimologi mengaitkan Yaman dengan kata ymnt, yang secara harfiah berarti "Selatan" (dari Semenanjung Arab), dan secara signifikan terkait dengan gagasan tanah di sebelah kanan (𐩺𐩣𐩬Reconstr.: yamīnRumpun Bahasa Semit). Dalam tradisi Arab, arah seringkali ditentukan dengan menghadap ke timur, sehingga selatan berada di sebelah kanan. Sumber lain mengklaim bahwa Yaman terkait dengan kata yamn atau yumn, yang berarti "kebahagiaan" atau "diberkati". Hal ini merujuk pada fakta bahwa sebagian besar wilayah Yaman subur, berbeda dengan sebagian besar wilayah Arab lainnya yang tandus. Bangsa Romawi menyebut wilayah ini Arabia Felix (Arabia yang bahagia atau beruntung), sebagai lawan dari Arabia Deserta (Arabia yang gersang).
Para penulis Latin dan Yunani kuno juga merujuk Yaman kuno sebagai "India". Penamaan ini muncul karena orang-orang Persia menyebut penduduk Abyssinia (Ethiopia kuno) yang mereka temui di Arab Selatan dengan nama orang-orang berkulit gelap yang tinggal di dekat mereka, yang juga merujuk pada orang-orang dari India.
3. Sejarah
Sejarah Yaman mencakup periode kuno dengan kerajaan-kerajaan maju seperti Saba dan Himyar, abad pertengahan yang ditandai penyebaran Islam dan munculnya dinasti-dinasti lokal serta intervensi asing, era modern dengan dominasi Utsmaniyah dan Inggris serta pembentukan Kerajaan Yaman, hingga era kontemporer yang penuh gejolak meliputi pembagian negara, penyatuan, dan perang saudara berkepanjangan dengan dampak kemanusiaan yang parah.
3.1. Zaman Kuno

Wilayah Yaman kuno merupakan tempat lahirnya peradaban-peradaban maju yang berperan penting dalam jaringan perdagangan global pada masanya. Sejak sekitar 5000 SM, pemukiman besar telah ada di pegunungan utara Yaman. Kerajaan Saba (atau Sheba dalam Alkitab) muncul setidaknya pada abad ke-12 SM dan menjadi federasi yang paling menonjol di antara empat kerajaan utama Arab Selatan, yang lainnya adalah Hadhramaut, Qataban, dan Ma'in. Para penguasa Saba mengadopsi gelar Mukarrib, yang umumnya diartikan sebagai "pemersatu" atau "raja imam", yang bertugas menyatukan berbagai suku di bawah kerajaan. Salah satu pencapaian teknik monumental Saba adalah pembangunan Bendungan Agung Marib sekitar tahun 940 SM, yang dirancang untuk menahan banjir bandang musiman dan mendukung sistem irigasi yang kompleks.
Pada abad ke-3 SM, Qataban, Hadhramaut, dan Ma'in melepaskan diri dari Saba. Kerajaan Ma'in memperluas kekuasaannya hingga Dedan, dengan ibu kota di Baraqish. Namun, Saba berhasil mendapatkan kembali kendali atas Ma'in setelah runtuhnya Qataban pada 50 SM. Pada saat ekspedisi Romawi ke Arabia Felix pada 25 SM di bawah Aelius Gallus, Saba kembali menjadi kekuatan dominan di Arab Selatan. Ekspedisi Romawi yang bertujuan untuk menguasai Saba ini mengalami kegagalan sebelum mencapai Marib, meskipun pasukan Romawi berjumlah 10.000 orang. Kegagalan ini disebabkan oleh pengetahuan geografis Romawi yang terbatas dan perlawanan lokal.


Setelah ekspedisi Romawi, wilayah ini jatuh ke dalam kekacauan, dengan klan Hamdan dan Himyar bersaing memperebutkan kekuasaan. Himyar, yang bersekutu dengan Aksum di Ethiopia, akhirnya berhasil menyatukan Yaman sekitar tahun 275 M di bawah Shammar Yahri'sh, yang menaklukkan Hadhramaut, Najran, dan Tihamah. Himyar menolak politeisme dan menganut bentuk monoteisme yang disebut Rahmanisme. Kekristenan mulai masuk pada abad ke-4 M, dengan Kaisar Romawi Konstantius II mengirim utusan untuk mengkonversi Himyar. Misi ini dilaporkan mendapat perlawanan dari komunitas Yahudi lokal. Prasasti-prasasti berbahasa Ibrani dan Saba yang memuji rumah penguasa dalam istilah Yahudi juga ditemukan. Raja Himyar, Abu Kariba As'ad, yang dikenal sebagai "As'ad al-Kamil" (As'ad yang Sempurna), dilaporkan memimpin ekspedisi militer ke Arabia tengah untuk mendukung kerajaan vasal Kindah.
Pada abad ke-6 M, Himyar semakin terpecah akibat perselisihan agama, yang membuka jalan bagi intervensi Aksum. Raja Himyar terakhir, Ma'adikarib Ya'fur, yang beragama Kristen, didukung oleh Aksum melawan saingan Yahudinya. Setelah kematian Ma'adikarib Ya'fur sekitar tahun 521 M, seorang panglima perang Yahudi Himyar bernama Dhu Nuwas naik ke tampuk kekuasaan. Dhu Nuwas dikenal karena penganiayaannya terhadap orang-orang Kristen, yang memicu intervensi lebih lanjut dari Aksum atas dorongan Kaisar Bizantium Justinianus I.

Aksum berhasil mengalahkan Dhu Nuwas dan menempatkan gubernur boneka, Abraha. Abraha berusaha memperluas pengaruh Kristen, bahkan dilaporkan mencoba menyerang Mekkah, tetapi gagal. Pemerintahan Aksum di Yaman berlangsung hingga sekitar tahun 570 M ketika Sasaniyah Persia mencaplok Aden dan sebagian besar Yaman, menandai runtuhnya peradaban Arab Selatan kuno dan dimulainya periode fragmentasi di bawah klan-klan independen hingga kedatangan Islam pada tahun 630 M.
3.2. Abad Pertengahan
Periode abad pertengahan Yaman dimulai dengan penyebaran cepat Islam dan pembentukan dinasti-dinasti awal seperti Ziyad dan Yufiriyah, serta Imamat Zaidiyah. Selanjutnya, Yaman dikuasai oleh dinasti-dinasti utama seperti Sulayhi, Ayyubiyah, Rasuliyah, dan Tahiriyah, yang juga menghadapi persaingan dan intervensi dari kekuatan eksternal seperti Portugis dan Mamluk Mesir.
3.2.1. Penyebaran Islam dan Dinasti Awal

Islam menyebar dengan cepat di Yaman pada abad ke-7 M. Nabi Muhammad mengirim sepupunya, Ali, ke Sana'a dan sekitarnya sekitar tahun 630 M. Pada saat itu, Yaman dianggap sebagai wilayah paling maju di Jazirah Arab. Konfederasi suku Hamdan termasuk yang pertama menerima Islam. Nabi Muhammad juga mengirim Muadh ibn Jabal ke Al-Janad (di Taiz modern) dan mengirim surat kepada berbagai pemimpin suku. Suku-suku besar, termasuk Himyar, mengirim delegasi ke Madinah selama "tahun delegasi" sekitar 630-631 M. Beberapa tokoh Yaman telah menerima Islam bahkan sebelum tahun 630 M, seperti Ammar bin Yasir, Al-Ala'a Al-Hadrami, Miqdad ibn Aswad, Abu Musa Ashaari, dan Sharhabeel ibn Hasana. Setelah Nabi Muhammad wafat, seorang bernama 'Abhala ibn Ka'ab Al-Ansi mengusir sisa-sisa orang Persia dan mengklaim dirinya sebagai nabi, namun ia kemudian dibunuh oleh Fayruz al-Daylami, seorang Yaman keturunan Persia. Komunitas Kristen, yang sebagian besar tinggal di Najran bersama orang Yahudi, setuju untuk membayar jizyah, meskipun beberapa orang Yahudi seperti Wahb ibn Munabbih dan Ka'ab al-Ahbar masuk Islam.
Selama masa Khulafaur Rasyidin, Yaman stabil dan suku-suku Yaman memainkan peran penting dalam ekspansi Islam ke Mesir, Irak, Persia, Levant, Anatolia, Afrika Utara, Sisilia, dan Andalusia. Suku-suku Yaman yang menetap di Suriah berkontribusi signifikan terhadap penguatan kekuasaan Umayyah, terutama pada masa Marwan I.
Pada sekitar tahun 818 M, Muhammad ibn Abdullah ibn Ziyad mendirikan Dinasti Ziyad di Tihamah. Negara ini membentang dari Haly (di Arab Saudi sekarang) hingga Aden, dengan Zabid sebagai pusat pemerintahan. Meskipun secara nominal mengakui Kekhalifahan Abbasiyah, mereka memerintah secara independen. Mereka mengembangkan hubungan khusus dengan Ethiopia (Abyssinia), dengan kepala Kepulauan Dahlak mengekspor budak, amber, dan kulit macan tutul ke penguasa Yaman. Namun, kekuasaan mereka terbatas pada jalur pantai Tihamah dan tidak pernah meluas ke dataran tinggi atau Hadhramaut. Sementara itu, klan Himyar yang disebut Yufiriyah mendirikan kekuasaan mereka di dataran tinggi dari Saada hingga Taiz. Hadhramaut pada masa ini merupakan basis kuat kaum Ibadi dan menolak tunduk pada Abbasiyah di Baghdad.
Imam Zaidiyah pertama, Yahya ibn al-Husayn, tiba di Yaman pada tahun 893 M. Ia adalah seorang ulama dan hakim yang diundang dari Madinah ke Saada untuk menengahi perselisihan antar suku. Yahya berhasil meyakinkan suku-suku lokal untuk mengikuti ajarannya, dan sekte Zaidiyah perlahan menyebar di dataran tinggi, terutama setelah suku Hashid dan Bakil menerima otoritasnya. Ia mendirikan Imamat Zaidiyah pada tahun 897 M, dengan pengaruhnya berpusat di Saada dan Najran. Upayanya untuk merebut Sana'a dari Yufiriyah pada tahun 901 M gagal.
3.2.2. Dinasti Utama dan Persaingan Kekuatan Eksternal
Abad pertengahan di Yaman menyaksikan kebangkitan dan kejatuhan beberapa dinasti penting, serta intervensi dari kekuatan eksternal yang berusaha mengendalikan wilayah strategis ini.


Dinasti Sulayhi (1047-1138 M)
Dinasti Sulayhi didirikan di dataran tinggi utara sekitar tahun 1040 M oleh Ali ibn Muhammad Al-Sulayhi. Pada tahun 1060 M, ia menaklukkan Zabid dan membunuh penguasanya, Al-Najah, pendiri dinasti Najahid. Hadhramaut jatuh ke tangan Sulayhi setelah penaklukan Aden pada tahun 1162 M. Pada tahun 1063 M, Ali telah menaklukkan seluruh Yaman dan bahkan menduduki Mekkah. Ali menikah dengan Asma bint Shihab, yang memerintah Yaman bersamanya. Khutbah Jumat bahkan diumumkan atas nama keduanya, suatu kehormatan yang langka bagi wanita Arab pada masa itu. Ali al-Sulayhi dibunuh pada tahun 1084 M. Putranya, Ahmed Al-Mukarram, membalas dendam dan kemudian menyerahkan kekuasaan kepada istrinya, Arwa al-Sulayhi, pada tahun 1087 M karena ia menderita kelumpuhan wajah akibat luka perang. Ratu Arwa memindahkan ibu kota dari Sana'a ke Jibla dan mengirim misionaris Ismailiyah ke India, di mana komunitas Ismailiyah yang signifikan terbentuk. Ratu Arwa memerintah hingga wafatnya pada tahun 1138 M dan dikenang sebagai penguasa yang hebat dan dicintai, sering disebut sebagai Balqis al-sughra ("Ratu Syeba junior"). Setelah kematiannya, Yaman terpecah menjadi lima dinasti kecil yang bersaing.
Penaklukan Ayyubiyah (1171-1260 M)
Dinasti Ayyubiyah, setelah menggulingkan Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir, mengirim saudara Salahuddin, Turan Shah, untuk menaklukkan Yaman pada tahun 1174 M. Turan Shah merebut Zabid dari Mahdid dan Aden dari Zurayid. Meskipun kesultanan Hamdanid di Sana'a melawan, Ayyubiyah berhasil mengamankan Sana'a pada tahun 1189 M. Kekuasaan Ayyubiyah stabil di Yaman selatan dan tengah, tetapi mereka gagal menaklukkan benteng Zaidiyah di utara. Imam Zaidiyah, Abdullah bin Hamza, memproklamasikan imamat pada tahun 1197 M dan berperang melawan Sultan Ayyubiyah Yaman, al-Mu'izz Ismail. Meskipun awalnya kalah, Imam Abdullah berhasil menaklukkan Sana'a dan Dhamar pada tahun 1198 M. Al-Mu'izz Ismail dibunuh pada tahun 1202 M. Perjuangan Zaidiyah melawan Ayyubiyah berlanjut hingga kematian Imam Abdullah pada tahun 1217 M. Setelah itu, komunitas Zaidiyah terpecah, dan gencatan senjata ditandatangani dengan Ayyubiyah pada tahun 1219 M. Kekuasaan Ayyubiyah di Yaman berakhir ketika Sultan Mas'ud Yusuf meninggalkan wilayah tersebut sekitar tahun 1223-1229 M.

Dinasti Rasuliyah (1229-1454 M)
Dinasti Rasuliyah didirikan pada tahun 1229 M oleh Umar ibn Rasul, yang sebelumnya ditunjuk sebagai wakil gubernur oleh Ayyubiyah. Setelah penguasa Ayyubiyah terakhir meninggalkan Yaman, Umar mendeklarasikan dirinya sebagai raja independen dengan gelar "al-Malik Al-Mansur". Ia awalnya berbasis di Zabid, kemudian pindah ke pedalaman pegunungan dan merebut Sana'a, meskipun ibu kota Rasuliyah tetaplah Zabid dan Taiz. Putranya, Yousef, yang bergelar "al-Muzaffar" (yang menang), berhasil mengalahkan para pesaingnya. Setelah jatuhnya Baghdad ke tangan Mongol pada tahun 1258 M, al-Muzaffar Yusuf I mengambil gelar khalifah. Taiz menjadi ibu kota politik karena lokasinya yang strategis. Para sultan Rasuliyah membangun banyak madrasah untuk memperkuat mazhab Syafi'i, yang masih dominan di Yaman hingga kini. Di bawah pemerintahan mereka, Taiz dan Zabid menjadi pusat pembelajaran Islam internasional utama. Para raja Rasuliyah adalah cendekiawan yang memiliki perpustakaan penting dan menulis risalah tentang berbagai subjek. Hubungan mereka dengan Mamluk Mesir sering tegang karena Mamluk menganggap mereka sebagai negara vasal. Dinasti ini semakin terancam oleh perselisihan keluarga mengenai suksesi dan pemberontakan suku, serta perang gesekan dengan imam-imam Zaidiyah di dataran tinggi utara.

Dinasti Tahiriyah (1454-1517 M)
Melemahnya Rasuliyah memberi kesempatan bagi klan Banu Tahir untuk mengambil alih kekuasaan pada tahun 1454 M. Tahiriyah adalah klan lokal yang berbasis di Rada'a. Mereka membangun sekolah, masjid, saluran irigasi, waduk air, dan jembatan di Zabid, Aden, Rada'a, dan Juban. Monumen mereka yang paling terkenal adalah Madrasah Amiriya di Rada'a, dibangun pada tahun 1504 M. Namun, Tahiriyah terlalu lemah untuk menahan imam-imam Zaidiyah atau mempertahankan diri dari serangan asing. Mamluk Mesir, menyadari kekayaan wilayah Tahiriyah, memutuskan untuk menaklukkannya. Tentara Mamluk, dengan dukungan pasukan yang setia kepada Imam Zaidiyah Al-Mutawakkil Yahya Sharaf ad-Din, menaklukkan seluruh wilayah Tahiriyah tetapi gagal merebut Aden pada tahun 1517 M. Kemenangan Mamluk berumur pendek karena Kesultanan Utsmaniyah kemudian menaklukkan Mesir.
Intervensi Portugis dan Mamluk
Pada abad ke-15, Portugal mulai melakukan intervensi, mendominasi pelabuhan Aden selama sekitar 20 tahun dan mempertahankan benteng di pulau Sokotra. Sejak abad ke-16, Portugis menjadi ancaman langsung bagi perdagangan Samudra Hindia. Sultan Mamluk mengirim pasukan di bawah Hussein al-Kurdi untuk melawan Portugis. Sultan Mamluk pergi ke Zabid pada tahun 1515 M dan mengadakan pembicaraan diplomatik dengan Sultan Tahiriyah 'Amir bin Abdulwahab untuk mendapatkan dana guna berjihad melawan Portugis. Alih-alih menghadapi Portugis, Mamluk yang kehabisan makanan dan air justru mendarat di pantai Yaman dan mulai mengganggu penduduk desa Tihamah untuk mendapatkan perbekalan. Portugis, yang dipimpin oleh Afonso de Albuquerque, menduduki pulau Sokotra dan melakukan serangan yang gagal terhadap Aden pada tahun 1513 M. Tujuan utama Portugis di Laut Merah adalah untuk menjamin kontak dengan sekutu Kristen di Ethiopia dan menyerang Mekkah serta wilayah Arab dari belakang, sambil mendominasi perdagangan rempah-rempah.
3.3. Era Modern
Era modern Yaman meliputi periode dominasi kembali Kesultanan Utsmaniyah di sebagian besar wilayah dan pendudukan Inggris di selatan, khususnya Aden. Setelah Perang Dunia I, Kerajaan Mutawakkiliyah Yaman terbentuk di utara, yang kemudian menghadapi persaingan kekuatan regional dan internasional, serta konflik perbatasan.
3.3.1. Dominasi Ulang Utsmaniyah dan Pendudukan Inggris di Selatan

Kesultanan Utsmaniyah memiliki dua kepentingan mendasar di Yaman: melindungi kota-kota suci Islam, Mekkah dan Madinah, serta mengamankan jalur perdagangan dengan India yang terancam oleh kedatangan Portugis. Hadım Suleiman Pasha, gubernur Utsmaniyah di Mesir, diperintahkan untuk memimpin armada 90 kapal untuk menaklukkan Yaman. Pada tahun 1538, Pasha menyerbu Aden, membunuh penguasanya, dan memperluas otoritas Utsmaniyah hingga mencakup Zabid pada tahun 1539 dan akhirnya seluruh Tihamah. Zabid menjadi pusat administrasi Eyalet Yaman. Namun, gubernur Utsmaniyah tidak banyak mengendalikan dataran tinggi dan pengaruh mereka terutama di wilayah pesisir selatan. Dari 80.000 tentara yang dikirim dari Mesir antara tahun 1539 dan 1547, hanya 7.000 yang selamat.
Pada tahun 1547, Utsmaniyah mengirim pasukan ekspedisi lain sementara Imam al-Mutawakkil Yahya Sharaf ad-Din memerintah dataran tinggi secara independen. Putranya, al-Mutahhar ibn Yahya, yang tidak memenuhi syarat untuk imamat karena cacat fisik, mendesak gubernur Utsmaniyah di Zabid untuk menyerang ayahnya. Pasukan Utsmaniyah, didukung oleh pasukan suku yang setia kepada Imam al-Mutahhar, menyerbu Taiz dan bergerak ke utara menuju Sana'a pada Agustus 1547. Al-Mutahhar kemudian membunuh gubernur kolonial Utsmaniyah dan merebut kembali Sana'a, tetapi Utsmaniyah, yang dipimpin oleh Özdemir Pasha, berhasil memaksanya mundur. Özdemir Pasha secara efektif menempatkan Yaman di bawah kekuasaan Utsmaniyah antara tahun 1552 dan 1560.
Namun, perlawanan dari suku-suku Zaidiyah terus berlanjut. Imam al-Mutahhar memimpin suku-suku untuk merebut Sana'a dari Ridvan Pasha (pengganti Özdemir) pada tahun 1567. Pertempuran terakhir yang menentukan terjadi di Dhamar sekitar tahun 1568, di mana Murad Pasha (gubernur Utsmaniyah lainnya) dikalahkan dan dibunuh. Pada tahun 1568, hanya Zabid yang tersisa di bawah kekuasaan Turki.

Setelah periode kemunduran Utsmaniyah, Imam Zaidiyah Al-Mansur al-Qasim memimpin perlawanan yang berhasil mengusir Utsmaniyah dari sebagian besar Yaman pada awal abad ke-17. Putranya, Al-Mu'ayyad Muhammad, melanjutkan perjuangan dan berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan Imamat Qasimi, bahkan mengirim ekspedisi untuk menaklukkan Mekkah pada tahun 1632, meskipun akhirnya gagal. Penggantinya, Al-Mutawakkil Isma'il, berhasil menaklukkan seluruh Yaman. Selama periode ini, Yaman menjadi produsen kopi tunggal di dunia dan menjalin hubungan diplomatik dengan Safawiyah Persia, Utsmaniyah di Hejaz, Kekaisaran Mughal di India, dan Ethiopia. Namun, pada paruh pertama abad ke-18, Eropa mematahkan monopoli kopi Yaman dengan menyelundupkan pohon kopi dan membudidayakannya di koloni mereka. Perselisihan keluarga dan pemberontakan suku menyebabkan kemunduran politik dinasti Qasimi pada abad ke-18.
Sementara itu, Inggris mulai menunjukkan minat di wilayah tersebut. Pada tahun 1839, Inggris menduduki Aden dengan dalih mencari depot batu bara untuk kapal uap mereka dalam perjalanan ke India. Mereka berhasil mengusir Sultan Lahej dari Aden dan memaksanya menerima "perlindungan" Inggris, membentuk Protektorat Aden. Kehadiran Inggris di Aden memicu ketegangan dengan Utsmaniyah, yang mengklaim kedaulatan atas seluruh Arabia. Utsmaniyah kembali ke Tihamah pada tahun 1849. Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 memperkuat keputusan Utsmaniyah untuk tetap berada di Yaman. Pada tahun 1873, Utsmaniyah berhasil menaklukkan dataran tinggi utara, dan Sana'a menjadi ibu kota administratif Vilayet Yaman. Utsmaniyah berusaha melakukan sekularisasi masyarakat Yaman dan melakukan reformasi ekonomi, tetapi korupsi merajalela dalam administrasi mereka. Pemberontakan suku, terutama dari Hashid dan Bakil, terus terjadi.
3.3.2. Pembentukan Kerajaan Yaman dan Persaingan Kekuatan Besar

Pada awal abad ke-20, perlawanan terhadap Utsmaniyah dipimpin oleh Imam Yahya Muhammad Hamid ed-Din. Pemberontakan antara tahun 1904 dan 1911 sangat merugikan Utsmaniyah. Pada tahun 1911, Utsmaniyah menandatangani perjanjian dengan Imam Yahya, mengakui otonominya atas dataran tinggi utara Zaidiyah. Utsmaniyah terus memerintah wilayah Syafi'i di selatan-tengah hingga kepergian mereka pada tahun 1918 setelah kekalahan dalam Perang Dunia I.
Setelah runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah, Imam Yahya Hamid ed-Din al-Mutawakkil mendeklarasikan kemerdekaan Kerajaan Mutawakkiliyah Yaman (umumnya dikenal sebagai Yaman Utara). Ia memperluas kekuasaannya, merebut al-Hudaydah dari Idrisid pada tahun 1925. Upayanya untuk memperluas wilayah ke selatan mendekati Aden memicu pengeboman oleh Inggris pada tahun 1927, yang memaksanya mundur. Kekaisaran Italia adalah negara pertama yang mengakui Yahya sebagai Raja Yaman pada tahun 1926, yang menimbulkan kekhawatiran bagi Inggris mengenai klaim Imam Yahya atas Yaman Raya, yang mencakup Protektorat Aden dan Asir.
Konflik dengan Ibn Saud dari Arab Saudi mengenai wilayah perbatasan memuncak dalam Perang Saudi-Yaman pada tahun 1934. Setelah gencatan senjata, Imam Yahya menyerahkan provinsi Najran, Asir, dan Jazan kepada Arab Saudi selama 20 tahun melalui Perjanjian Ta'if. Pada tahun yang sama, ia menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris yang mengakui kedaulatan Inggris atas Protektorat Aden selama 40 tahun. Imam Yahya memerintah secara otokratis dan berusaha mengisolasi Yaman dari pengaruh asing, yang menyebabkan stagnasi ekonomi dan sosial. Ia dibunuh dalam upaya kudeta pada tahun 1948, tetapi putranya, Ahmad bin Yahya, berhasil merebut kembali kekuasaan. Pemerintahan Ahmad juga bersifat represif dan konservatif.
Di selatan, Koloni Aden berkembang pesat sebagai pelabuhan penting di bawah pemerintahan Inggris, terutama setelah pembukaan Terusan Suez. Namun, nasionalisme Arab mulai tumbuh, dan seruan untuk kemerdekaan semakin kuat. Inggris mencoba membentuk Federasi Arabia Selatan pada tahun 1963 dari berbagai kesultanan dan protektorat di wilayah tersebut, tetapi upaya ini gagal membendung gelombang nasionalisme.
3.4. Era Kontemporer
Era kontemporer Yaman ditandai oleh pembagian antara Yaman Utara dan Yaman Selatan yang kemudian bersatu pada tahun 1990, namun diikuti oleh perang saudara pasca-penyatuan dan ketidakstabilan politik. Revolusi tahun 2011 memicu perang saudara yang lebih besar dan masih berlangsung, dengan intervensi internasional yang berdampak luas pada situasi kemanusiaan dan politik global terkini di kawasan tersebut.
3.4.1. Pembagian Utara-Selatan dan Penyatuan

Setelah kematian Imam Ahmad bin Yahya pada tahun 1962, putranya naik takhta, namun segera digulingkan oleh kudeta militer yang dipimpin oleh perwira nasionalis yang terinspirasi oleh Gamal Abdel Nasser dari Mesir. Kudeta ini mengarah pada pembentukan Republik Arab Yaman (Yaman Utara) dan memicu Perang Saudara Yaman Utara (1962-1970) antara kaum royalis yang didukung oleh Arab Saudi dan Yordania, melawan kaum republiken yang didukung oleh Mesir. Perang berakhir dengan kemenangan kaum republiken, meskipun elemen-elemen konservatif tetap berpengaruh. Yaman Utara di bawah pemerintahan Ali Abdullah Saleh, yang berkuasa sejak 1978, cenderung pro-Barat dan mempertahankan hubungan dekat dengan Arab Saudi.
Sementara itu, di selatan, meningkatnya sentimen anti-kolonial dan nasionalisme Arab menyebabkan berakhirnya kekuasaan Inggris. Protektorat Aden dan Federasi Arabia Selatan yang didukung Inggris runtuh. Pada tanggal 30 November 1967, Republik Demokratik Rakyat Yaman (Yaman Selatan) diproklamasikan setelah penarikan pasukan Inggris. Yaman Selatan menjadi satu-satunya negara Marxis-Leninis di dunia Arab, bersekutu erat dengan Uni Soviet dan blok Timur. Negara ini menerapkan program nasionalisasi dan reformasi sosialis.

Hubungan antara kedua negara Yaman berfluktuasi. Pada tahun 1972, terjadi perang singkat antara Utara dan Selatan, yang diakhiri dengan perjanjian yang menyerukan penyatuan di masa depan. Namun, ketegangan kembali memuncak pada tahun 1979, yang mengarah pada perang perbatasan lainnya. Upaya reunifikasi terus dilakukan sepanjang tahun 1980-an, meskipun ada perbedaan ideologis yang signifikan dan ketidakpercayaan antara kedua rezim. Di Yaman Selatan, konflik internal dalam partai berkuasa menyebabkan perang saudara singkat pada tahun 1986, yang semakin melemahkan negara tersebut.
Dengan berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya dukungan Soviet untuk Yaman Selatan, ditambah dengan tekanan ekonomi dan politik, kedua negara akhirnya sepakat untuk bersatu. Pada tanggal 22 Mei 1990, Republik Yaman yang bersatu secara resmi dideklarasikan, dengan Ali Abdullah Saleh dari Utara sebagai presiden dan Ali Salim al-Beidh dari Selatan sebagai wakil presiden. Sebuah parlemen terpadu dibentuk dan konstitusi persatuan disepakati. Penyatuan ini disambut dengan optimisme, tetapi segera menghadapi tantangan besar.
3.4.2. Perang Saudara Pasca-Penyatuan dan Ketidakstabilan Politik

Penyatuan Yaman segera diuji oleh perbedaan politik dan ekonomi yang mendasar antara Utara dan Selatan, serta perebutan kekuasaan di antara para elit. Keputusan Yaman untuk tidak mendukung intervensi militer pimpinan AS melawan Irak dalam Perang Teluk tahun 1990-1991 menyebabkan Arab Saudi mengusir sekitar 800.000 pekerja Yaman, yang berdampak buruk pada ekonomi Yaman.
Ketidakpuasan di Selatan atas apa yang mereka anggap sebagai marginalisasi ekonomi dan dominasi politik oleh Utara meningkat. Krisis politik memuncak ketika Wakil Presiden Ali Salim al-Beidh menarik diri ke Aden pada Agustus 1993. Negosiasi gagal mencegah konflik, dan pada Mei 1994, perang saudara pecah ketika para pemimpin Selatan mendeklarasikan pemisahan diri dan pembentukan kembali Republik Demokratik Yaman. Perang berakhir dalam beberapa bulan dengan kemenangan pasukan Utara di bawah Presiden Saleh, dan persatuan negara dipertahankan secara paksa.
Setelah perang saudara 1994, Presiden Ali Abdullah Saleh mengkonsolidasikan kekuasaannya. Rezimnya ditandai dengan patronase, korupsi, dan pemerintahan otoriter. Meskipun pemilihan umum diadakan, sistem politik didominasi oleh partai Saleh, Kongres Rakyat Umum (GPC). Ketidakpuasan terus membara di Selatan, di mana Gerakan Selatan (Al-Hirak) muncul, awalnya menuntut hak-hak sipil dan kemudian kemerdekaan. Di Utara, pemberontakan Houthi (Ansar Allah), sebuah gerakan Zaidiyah Syiah, dimulai pada tahun 2004 di provinsi Sa'dah, awalnya sebagai protes terhadap marginalisasi dan kebijakan pemerintah. Selain itu, Yaman menjadi basis bagi kelompok militan Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP), yang melakukan serangan terhadap target pemerintah dan Barat, termasuk pengeboman USS Cole pada tahun 2000. Ketidakstabilan politik diperparah oleh kemiskinan yang meluas, kelangkaan air, dan tingkat pengangguran yang tinggi. Pemerintahan Saleh yang berlangsung lama semakin tidak populer, dituduh gagal mengatasi masalah-masalah mendasar negara dan memperkaya lingkaran dalamnya.
3.4.3. Revolusi 2011 dan Perang Saudara yang Berlangsung
Dipengaruhi oleh gelombang protes Musim Semi Arab yang melanda wilayah tersebut, protes massa meletus di Yaman pada awal tahun 2011. Awalnya dipicu oleh tuntutan ekonomi dan politik, protes dengan cepat berkembang menjadi seruan agar Presiden Ali Abdullah Saleh mundur setelah lebih dari tiga dekade berkuasa. Demonstrasi dihadapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan, yang menyebabkan puluhan korban jiwa, terutama setelah penembakan terhadap pengunjuk rasa di Sana'a pada Maret 2011. Tekanan internasional dan domestik meningkat, dan Saleh akhirnya setuju untuk menandatangani rencana transisi yang ditengahi oleh Dewan Kerjasama Teluk (GCC) pada November 2011. Ia secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabbuh Mansur Hadi.
Hadi mengambil alih sebagai presiden interim pada Februari 2012 setelah pemilihan presiden tanpa lawan. Ia menghadapi tugas berat untuk memimpin transisi politik, menyusun konstitusi baru, dan mengatasi berbagai tantangan keamanan, termasuk pemberontakan Houthi di utara, gerakan separatis di selatan, dan ancaman dari AQAP. Proses dialog nasional yang bertujuan untuk menyatukan berbagai faksi politik gagal mencapai konsensus yang langgeng.
- Merah muda: Dikuasai oleh Pemerintah Yaman (di bawah Dewan Pimpinan Kepresidenan sejak April 2022) dan sekutu
- Hijau muda: Dikuasai oleh Dewan Politik Tertinggi pimpinan Houthi
- Kuning: Dikuasai oleh Dewan Transisi Selatan yang didukung UEA
- Putih: Dikuasai oleh Al-Qaeda (AQAP) dan Ansar al-Sharia yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam
- Oranye: Dikuasai oleh Pasukan Elit Hadrami
- Ungu: Dikuasai oleh Pasukan Perlawanan Nasional Tareq Saleh
Pada September 2014, pemberontak Houthi, yang bersekutu dengan pasukan yang setia kepada mantan Presiden Saleh, merebut ibu kota Sana'a, memaksa Presiden Hadi menyetujui pemerintahan "persatuan". Namun, Houthi kemudian menolak untuk berpartisipasi dan terus meningkatkan tekanan, yang berpuncak pada pengunduran diri massal pemerintah Hadi pada Januari 2015 setelah rumahnya dikepung. Pada Februari 2015, Houthi membubarkan parlemen dan mengumumkan pembentukan Komite Revolusioner sebagai otoritas sementara.

Presiden Hadi berhasil melarikan diri ke Aden pada Februari 2015, di mana ia mencabut pengunduran dirinya dan mengutuk kudeta Houthi. Ketika pasukan Houthi dan sekutunya bergerak maju ke selatan menuju Aden, Hadi terpaksa melarikan diri ke Arab Saudi. Pada tanggal 26 Maret 2015, Arab Saudi, bersama dengan koalisi negara-negara Arab lainnya dan didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, melancarkan kampanye militer (Operasi Badai Penentu, kemudian Operasi Pemulihan Harapan) terhadap Houthi dan pasukan Saleh, dengan tujuan memulihkan pemerintahan Hadi.
Intervensi ini mengubah konflik menjadi perang saudara skala penuh dengan dimensi regional. Perang telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan jutaan orang menghadapi kelaparan, penyakit (termasuk wabah kolera besar-besaran), dan pengungsian. PBB memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2021, perang di Yaman telah menyebabkan lebih dari 377.000 kematian, dengan sekitar 70% di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun. Infrastruktur negara, termasuk fasilitas kesehatan, sekolah, dan sistem air, telah hancur. Blokade yang diberlakukan oleh koalisi pimpinan Saudi telah memperburuk krisis, membatasi masuknya makanan, bahan bakar, dan bantuan medis. Berbagai pihak dalam konflik dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang.
Pada Desember 2017, aliansi antara Houthi dan mantan Presiden Saleh runtuh, yang menyebabkan pertempuran di Sana'a dan akhirnya pembunuhan Saleh oleh Houthi saat ia mencoba melarikan diri. Di selatan, Dewan Transisi Selatan (STC), yang memperjuangkan kemerdekaan Yaman Selatan dan didukung oleh Uni Emirat Arab, merebut kendali Aden pada tahun 2018, menciptakan front lain dalam konflik yang sudah kompleks. Pada April 2022, Presiden Hadi mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Pimpinan Presiden, sebuah badan yang berbasis di Riyadh dan terdiri dari berbagai tokoh anti-Houthi, yang bertujuan untuk menyatukan faksi-faksi yang menentang Houthi dan bernegosiasi untuk mengakhiri perang. Meskipun ada upaya gencatan senjata dan perundingan damai yang dimediasi PBB, perang saudara terus berlanjut, menyebabkan penderitaan yang tak terhitung bagi rakyat Yaman.
3.4.4. Dampak Situasi Politik Internasional Terkini
Perang saudara di Yaman telah menarik perhatian dan respons yang beragam dari komunitas internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali menyerukan diakhirinya kekerasan, memfasilitasi perundingan damai, dan mengkoordinasikan upaya bantuan kemanusiaan. Namun, upaya ini sering terhambat oleh kompleksitas konflik dan kepentingan geopolitik yang bersaing. Negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, awalnya memberikan dukungan logistik dan intelijen kepada koalisi pimpinan Arab Saudi, meskipun dukungan ini semakin mendapat sorotan tajam akibat tingginya korban sipil dan memburuknya krisis kemanusiaan. Beberapa negara kemudian mengurangi atau menghentikan penjualan senjata kepada anggota koalisi.
Hubungan Yaman dengan negara-negara tetangga sangat tegang. Arab Saudi memandang Houthi sebagai proksi Iran dan ancaman terhadap keamanannya, yang menjadi alasan utama intervensinya. Iran dituduh memberikan dukungan kepada Houthi, meskipun Teheran membantah mengirimkan senjata secara langsung. Oman telah berusaha memainkan peran sebagai mediator netral dalam konflik tersebut. Uni Emirat Arab (UEA) adalah anggota kunci koalisi pimpinan Saudi, tetapi juga memiliki agenda sendiri, termasuk mendukung Dewan Transisi Selatan (STC) yang separatis di selatan Yaman, yang terkadang menyebabkan ketegangan dengan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dan Arab Saudi.
Perubahan situasi politik internasional terkini juga berdampak pada Yaman. Meningkatnya ketegangan di Laut Merah pasca-perang Israel-Hamas pada tahun 2023 telah melihat Houthi melancarkan serangan terhadap kapal-kapal komersial yang mereka klaim terkait dengan Israel atau sekutunya, sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina. Tindakan ini telah memicu respons militer dari Amerika Serikat dan sekutunya, yang melakukan serangan terhadap target-target Houthi di Yaman, menambah dimensi baru pada konflik regional dan meningkatkan risiko eskalasi yang lebih luas.
Dampak perang terhadap warga sipil sangat menghancurkan. Jutaan orang Yaman menghadapi kelaparan, kekurangan gizi akut, dan wabah penyakit seperti kolera. Akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, kesehatan, dan pendidikan sangat terbatas. Pelanggaran hak asasi manusia, termasuk serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan paksa, dilaporkan dilakukan oleh semua pihak dalam konflik. Kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan pengungsi internal sangat menderita. Komunitas internasional telah berulang kali menyerukan akuntabilitas atas pelanggaran ini, tetapi impunitas tetap menjadi masalah besar. Bantuan kemanusiaan sangat penting tetapi seringkali tidak mencukupi dan terhambat oleh pembatasan akses dan kondisi keamanan yang buruk.
4. Geografi
Yaman, yang terletak di ujung selatan Semenanjung Arab, memiliki luas sekitar 555.00 K km2 (beberapa sumber menyebutkan 455.00 K km2 atau 527.97 K km2). Negara ini berbatasan dengan Arab Saudi di utara, Laut Merah di barat, Teluk Aden dan Selat Guardafui di selatan, serta Oman di timur. Wilayahnya juga mencakup beberapa pulau di Laut Merah seperti Kepulauan Hanish, Kamaran, dan Perim, serta kepulauan Sokotra yang lebih besar di Laut Arab, yang secara geografis dan biogeografis lebih dekat dengan Afrika. Bentang alam Yaman sangat beragam, mulai dari dataran pantai yang panas dan kering, pegunungan yang terjal dan subur, hingga gurun pasir yang luas. Keragaman ini juga mempengaruhi iklim dan keanekaragaman hayati di berbagai wilayah negara.
4.1. Topografi dan Iklim

Secara geografis, Yaman dapat dibagi menjadi empat wilayah utama:
1. Dataran Pantai (Tihamah): Wilayah ini membentang di sepanjang pesisir Laut Merah di bagian barat Yaman. Tihamah merupakan dataran yang sangat kering, panas, dan datar. Meskipun kering, keberadaan banyak laguna membuat wilayah ini menjadi rawa dan tempat berkembang biak nyamuk malaria. Terdapat juga bukit pasir berbentuk bulan sabit yang luas. Aliran sungai dari dataran tinggi tidak pernah mencapai laut karena tingkat penguapan yang tinggi, tetapi berkontribusi pada cadangan air tanah yang luas yang kini banyak dieksploitasi untuk pertanian. Iklim di Tihamah adalah iklim gurun panas (BWh menurut Köppen).
2. Pegunungan Barat: Wilayah ini naik secara drastis dari Tihamah, membentuk lereng curam. Daerah ini, yang kini banyak diterasering untuk pertanian, menerima curah hujan tertinggi di Jazirah Arab, meningkat dari sekitar 100 mm per tahun menjadi sekitar 760 mm di Taiz dan lebih dari 1.00 K mm di Ibb. Suhu pada siang hari hangat tetapi turun drastis pada malam hari. Sana'a, ibu kota, terletak di wilayah ini pada ketinggian sekitar 2.30 K m. Gunung tertinggi di Yaman dan Jazirah Arab, Jabal An-Nabi Shu'ayb (sekitar 3.67 K m), juga berada di sini. Iklim di pegunungan barat bervariasi, mulai dari iklim semi-kering panas (BSh) di kaki bukit hingga iklim subtropis dataran tinggi (Cwb) di ketinggian yang lebih tinggi.
3. Pegunungan Timur (Dataran Tinggi Tengah): Ini adalah dataran tinggi yang luas dengan ketinggian lebih dari 2.00 K m. Wilayah ini lebih kering daripada pegunungan barat karena pengaruh bayangan hujan, tetapi masih menerima cukup hujan pada tahun-tahun basah untuk pertanian ekstensif, terutama gandum dan jelai dengan irigasi dari penyimpanan air. Iklimnya cenderung iklim gurun dingin (BWk) atau iklim semi-kering dingin (BSk).
4. Rub' al Khali: Bagian timur Yaman mencakup sebagian dari gurun Rub' al Khali. Wilayah ini jauh lebih rendah, umumnya di bawah 1.00 K m, dan hampir tidak menerima hujan sama sekali. Hanya dihuni oleh penggembala unta Badui. Iklimnya adalah iklim gurun panas (BWh).
- Merah: BWh Gurun panas
- Merah muda: BWk Gurun dingin
- Oranye: BSh Semi-kering panas
- Kuning muda: BSk Semi-kering dingin
- Hijau: Cwb Dataran tinggi subtropis
Di dekat desa Madar, sekitar 50 km utara Sana'a, ditemukan jejak kaki dinosaurus, yang menunjukkan bahwa daerah tersebut dulunya adalah dataran lumpur.
Secara keseluruhan, iklim Yaman bervariasi dari panas dan lembab di sepanjang pantai hingga sedang di pegunungan barat, dan sangat panas dan kering di gurun timur. Musim hujan utama biasanya terjadi antara Maret dan April, serta Juli hingga September.
4.2. Keanekaragaman Hayati


Yaman memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, sebagian besar karena variasi topografi dan iklimnya. Negara ini memiliki enam ekoregion terestrial: gurun kabut pesisir Semenanjung Arab, semak belukar kering Pulau Sokotra, sabana kaki bukit Arabia Barat Daya, hutan pegunungan Arabia Barat Daya, Gurun Arab, dan gurun tropis dan semi-gurun Nubo-Sindian Laut Merah.
Flora Yaman merupakan campuran dari wilayah geografis tumbuhan tropis Afrika-Sudan dan wilayah Saharo-Arab. Elemen Sudan, yang ditandai dengan curah hujan relatif tinggi, mendominasi pegunungan barat dan sebagian dataran tinggi. Spesies yang termasuk dalam elemen Sudan antara lain Ficus spp., Acacia mellifera, Grewia villosa, Commiphora spp., Rosa abyssinica, dan Cadaba farinosa. Elemen Saharo-Arab mendominasi dataran pantai, pegunungan timur, serta dataran gurun timur dan utara. Spesies Saharo-Arab yang umum meliputi Panicum turgidum, Aerva javanica, Zygophyllum simplex, Fagonia indica, Salsola spp., Acacia tortilis, Phoenix dactylifera (kurma), Hyphaene thebaica (palem doum), Capparis decidua, dan Salvadora persica (pohon siwak). Banyak spesies Saharo-Arab bersifat endemik di dataran pantai berpasir yang luas (Tihamah).
Kepulauan Sokotra adalah hotspot keanekaragaman hayati yang diakui secara global dan merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO. Pulau ini terisolasi secara geografis dan memiliki tingkat endemisme yang sangat tinggi. Sekitar 37% dari 825 spesies tumbuhan Sokotra, 90% reptil, dan 95% siput darat tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Salah satu tanaman paling ikonik adalah pohon darah naga (Dracaena cinnabari). Sokotra juga merupakan rumah bagi 192 spesies burung, 253 spesies karang, 730 spesies ikan pantai, dan 300 spesies kepiting dan lobster.
Fauna daratan Yaman termasuk mamalia seperti macan tutul Arab (sangat langka dan terancam punah), hyena belang, serigala Arab, rubah merah Arab, caracal, babun hamadryas, ibex Nubia, beberapa spesies gazel, dan berbagai hewan pengerat dan kelelawar. Berbagai jenis burung, baik yang menetap maupun yang bermigrasi, dapat ditemukan di Yaman.
Masalah konservasi lingkungan menjadi perhatian serius di Yaman. Deforestasi, penggembalaan berlebihan, perburuan liar, dan degradasi habitat akibat pembangunan dan konflik merupakan ancaman utama bagi keanekaragaman hayati. Kelangkaan air juga berdampak negatif pada ekosistem. Upaya konservasi terhambat oleh ketidakstabilan politik, kurangnya sumber daya, dan kesadaran masyarakat yang rendah. Perang saudara yang sedang berlangsung telah memperburuk situasi, dengan kerusakan lingkungan lebih lanjut dan kesulitan dalam menerapkan langkah-langkah perlindungan.
5. Politik
Struktur politik Yaman secara resmi adalah republik dengan sistem presidensial dan legislatif bikameral, sebagaimana diatur dalam konstitusi tahun 1991 (dengan amandemen). Namun, sejak perang saudara yang dimulai pada tahun 2014-2015, lanskap politik negara menjadi sangat terfragmentasi dan tidak stabil, dengan beberapa entitas mengklaim otoritas pemerintahan secara de facto di berbagai wilayah. Situasi ini berdampak signifikan terhadap perkembangan demokrasi, hak asasi manusia, dan stabilitas regional.
5.1. Struktur dan Sistem Pemerintahan


Secara konstitusional, Yaman adalah sebuah republik dengan sistem pemerintahan presidensial. Presiden adalah kepala negara dan dipilih melalui pemilihan umum. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan dan ditunjuk oleh presiden. Parlemen bersifat bikameral, terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (Majlis al-Nuwaab) dengan 301 anggota yang dipilih melalui pemilu, dan Dewan Syura (Majlis al-Shura) dengan 111 anggota yang ditunjuk oleh presiden. Konstitusi 1991, yang diamandemen pada 1994 dan 2001, menggariskan pembagian kekuasaan ini. Hak pilih bersifat universal bagi warga negara berusia 18 tahun ke atas, namun hanya Muslim yang dapat memegang jabatan terpilih.
Namun, sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Houthi pada tahun 2014-2015 dan eskalasi perang saudara, struktur pemerintahan ini secara efektif runtuh. Saat ini, terdapat beberapa entitas yang mengklaim legitimasi pemerintahan:
1. Pemerintah yang diakui secara internasional: Dipimpin oleh Dewan Pimpinan Presiden (Presidential Leadership Council/PLC), yang dibentuk pada April 2022 dan berbasis di Riyadh, Arab Saudi, serta di Aden (sebagai ibu kota sementara). PLC mengambil alih kekuasaan dari Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi. Pemerintahan ini didukung oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) serta sebagian besar komunitas internasional.
2. Dewan Politik Tertinggi: Didirikan oleh gerakan Houthi (Ansar Allah) dan sekutu mereka, yang menguasai ibu kota Sana'a dan sebagian besar wilayah utara Yaman yang padat penduduk. Entitas ini tidak diakui secara internasional.
3. Dewan Transisi Selatan (STC): Sebuah gerakan separatis yang menguasai Aden dan sebagian besar wilayah selatan lainnya, dengan dukungan dari UEA. Meskipun secara nominal bersekutu dengan PLC, STC memiliki agenda kemerdekaan sendiri untuk Yaman Selatan dan sering berselisih dengan pemerintah yang diakui secara internasional.
Ketidakstabilan ini telah menghambat perkembangan demokrasi secara signifikan. Pemilihan umum terakhir diadakan pada tahun 2003 (parlemen) dan 2006 (presiden). Transisi politik yang diamanatkan setelah Revolusi 2011 gagal menghasilkan stabilitas. Perang saudara telah menghancurkan institusi negara, merusak supremasi hukum, dan menciptakan lingkungan di mana akuntabilitas dan partisipasi politik yang bermakna menjadi sangat sulit. Dampak negatif terhadap upaya demokratisasi sangat besar, dengan kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh kekuatan militer dan dukungan eksternal daripada proses elektoral atau kehendak rakyat.
5.2. Kekuatan Politik Utama
Lanskap politik Yaman saat ini didominasi oleh beberapa faksi bersenjata dan entitas politik yang saling bersaing, mencerminkan fragmentasi negara akibat perang saudara yang berkepanjangan. Berikut adalah kekuatan politik utama:
1. Gerakan Houthi (Ansar Allah):
- Ideologi/Latar Belakang**: Gerakan Zaidiyah Syiah yang berasal dari provinsi Sa'dah di utara Yaman. Awalnya muncul sebagai gerakan kebangkitan agama dan budaya Zaidiyah, kemudian berkembang menjadi kekuatan militer dan politik yang signifikan. Mereka menentang apa yang mereka anggap sebagai korupsi pemerintah, pengaruh asing (khususnya Amerika Serikat dan Arab Saudi), dan marginalisasi komunitas Zaidiyah.
- Tujuan**: Menguasai Yaman dan membentuk pemerintahan berdasarkan interpretasi mereka terhadap prinsip-prinsip Islam. Mereka sering menggunakan slogan "Tuhan Maha Besar, kematian bagi Amerika, kematian bagi Israel, kutukan bagi Yahudi, kemenangan bagi Islam."
- Lingkup Pengaruh**: Menguasai ibu kota Sana'a, sebagian besar wilayah utara dan barat Yaman yang padat penduduk, termasuk pelabuhan penting Al Hudaydah.
- Dampak**: Pemerintahan Houthi di wilayah yang mereka kuasai bersifat otoriter, dengan laporan luas tentang pelanggaran hak asasi manusia, penindasan terhadap perbedaan pendapat, dan pembatasan kebebasan. Tindakan mereka telah menyebabkan isolasi internasional dan berkontribusi besar terhadap krisis kemanusiaan. Mereka dituduh menerima dukungan dari Iran, meskipun tingkat dukungan tersebut masih diperdebatkan.
2. Pemerintah yang Diakui Secara Internasional (Dewan Pimpinan Presiden - PLC):
- Ideologi/Latar Belakang**: Merupakan koalisi berbagai faksi anti-Houthi, termasuk sisa-sisa pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi, partai Al-Islah (berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin), faksi-faksi militer loyalis, dan beberapa kelompok selatan. PLC dibentuk pada April 2022 dengan dukungan Arab Saudi.
- Tujuan**: Memulihkan otoritas pemerintah yang diakui secara internasional di seluruh Yaman dan mengalahkan gerakan Houthi.
- Lingkup Pengaruh**: Secara resmi mengklaim seluruh Yaman, tetapi kontrol efektifnya terbatas pada beberapa wilayah di selatan dan timur, dengan pusat pemerintahan sementara di Aden dan Riyadh. Sangat bergantung pada dukungan militer dan finansial dari koalisi pimpinan Arab Saudi.
- Dampak**: Meskipun diakui secara internasional, PLC menghadapi tantangan legitimasi internal dan fragmentasi di antara komponen-komponennya. Kemampuannya untuk memerintah secara efektif dan memberikan layanan dasar sangat terbatas. Beberapa faksi dalam PLC juga dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
3. Dewan Transisi Selatan (STC):
- Ideologi/Latar Belakang**: Gerakan separatis yang bertujuan untuk memulihkan kemerdekaan Yaman Selatan, yang pernah menjadi negara terpisah sebelum penyatuan pada tahun 1990. Didukung kuat oleh Uni Emirat Arab (UEA).
- Tujuan**: Mendirikan kembali negara Yaman Selatan yang merdeka.
- Lingkup Pengaruh**: Menguasai Aden dan sebagian besar provinsi selatan lainnya. Memiliki kekuatan militer sendiri yang signifikan.
- Dampak**: Meskipun kadang-kadang bersekutu dengan PLC melawan Houthi, STC sering berselisih dengan pemerintah yang diakui secara internasional, bahkan terlibat dalam bentrokan bersenjata. Agenda separatis mereka menambah kompleksitas konflik dan menjadi penghalang bagi solusi politik terpadu untuk Yaman. STC juga menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah yang dikuasainya.
4. Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) dan afiliasi Negara Islam (ISIS):
- Ideologi/Latar Belakang**: Kelompok jihadisme Salafi transnasional.
- Tujuan**: Mendirikan kekhalifahan Islam dan melawan pengaruh Barat serta pemerintah lokal yang mereka anggap murtad.
- Lingkup Pengaruh**: Meskipun telah kehilangan banyak wilayah, AQAP dan ISIS masih beroperasi di beberapa daerah terpencil di Yaman, memanfaatkan kekosongan kekuasaan akibat perang saudara untuk melakukan serangan dan merekrut anggota.
- Dampak**: Kehadiran kelompok-kelompok ini menambah ketidakstabilan dan menjadi target serangan drone Amerika Serikat. Mereka bertanggung jawab atas banyak serangan teroris yang menargetkan baik warga sipil maupun kombatan dari berbagai faksi.
Semua kekuatan politik utama ini telah berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, runtuhnya layanan publik, dan krisis kemanusiaan yang parah. Upaya untuk mencapai kemajuan sosial dan demokrasi telah sangat terhambat oleh konflik yang sedang berlangsung dan perebutan kekuasaan yang brutal.
5.3. Hubungan Luar Negeri

Hubungan luar negeri Yaman saat ini sangat dipengaruhi oleh perang saudara yang sedang berlangsung dan intervensi kekuatan regional dan internasional. Sebelum konflik, Yaman adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Liga Arab, dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), serta berpartisipasi dalam Gerakan Non-Blok. Pasca-penyatuan pada tahun 1990, Yaman berusaha membangun hubungan baik dengan negara-negara tetangga, termasuk menandatangani perjanjian perbatasan dengan Arab Saudi pada tahun 2000 yang menyelesaikan sengketa selama 50 tahun.
Namun, perang saudara telah secara dramatis mengubah dinamika ini:
- Arab Saudi**: Memimpin koalisi militer yang melakukan intervensi di Yaman sejak Maret 2015 untuk mendukung pemerintah yang diakui secara internasional dan melawan Houthi. Arab Saudi memandang Houthi sebagai ancaman proksi Iran di perbatasannya. Intervensi ini telah menyebabkan kehancuran besar dan krisis kemanusiaan. Arab Saudi juga memberikan dukungan finansial dan politik yang signifikan kepada Dewan Pimpinan Presiden (PLC).
- Uni Emirat Arab (UEA)**: Anggota kunci koalisi pimpinan Saudi, UEA memiliki kepentingan strategis sendiri di Yaman, termasuk mengamankan jalur pelayaran dan melawan kelompok Islamis. UEA memberikan dukungan kuat kepada Dewan Transisi Selatan (STC) yang separatis, yang terkadang menyebabkan ketegangan dengan pemerintah yang diakui secara internasional dan Arab Saudi.
- Iran**: Dituduh oleh Arab Saudi, AS, dan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional memberikan dukungan militer dan finansial kepada Houthi. Iran secara resmi menyangkal pengiriman senjata tetapi mengakui dukungan politik untuk Houthi. Hubungan antara Houthi dan Iran telah menjadi salah satu pemicu utama intervensi Saudi.
- Oman**: Berbagi perbatasan dengan Yaman, Oman telah mengambil sikap netral dalam konflik dan berusaha memainkan peran sebagai mediator, menjadi tuan rumah bagi beberapa perundingan antara pihak-pihak yang bertikai.
- Amerika Serikat dan Kekuatan Barat**: Awalnya memberikan dukungan logistik, intelijen, dan penjualan senjata kepada koalisi pimpinan Saudi. Namun, akibat meningkatnya korban sipil dan krisis kemanusiaan, dukungan ini mendapat kritik tajam dan beberapa negara telah mengurangi atau menghentikan keterlibatan mereka. AS juga melakukan operasi kontraterorisme terhadap Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) di Yaman.
- Perserikatan Bangsa-Bangsa**: PBB telah memimpin upaya untuk menengahi solusi politik untuk konflik dan mengoordinasikan respons kemanusiaan. Beberapa utusan khusus PBB telah ditunjuk, tetapi upaya perdamaian sejauh ini belum berhasil mencapai terobosan signifikan. PBB juga telah mengeluarkan resolusi yang memberlakukan embargo senjata terhadap Houthi dan sanksi terhadap individu yang dianggap mengancam perdamaian dan stabilitas.
- Liga Arab dan OKI**: Organisasi-organisasi ini secara umum mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, tetapi memiliki pengaruh terbatas dalam menyelesaikan konflik.
Perang saudara telah menyebabkan isolasi diplomatik bagi Houthi, sementara pemerintah yang diakui secara internasional sangat bergantung pada dukungan eksternal. Dampak konflik terhadap warga sipil sangat parah, dengan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Isu-isu hak asasi manusia, termasuk kejahatan perang yang dituduhkan kepada semua pihak, telah menjadi perhatian utama komunitas internasional, meskipun upaya untuk akuntabilitas seringkali terhambat oleh kepentingan politik. Serangan Houthi terhadap pelayaran internasional di Laut Merah sejak akhir 2023 sebagai respons terhadap perang Israel-Hamas telah semakin memperumit situasi, menarik keterlibatan militer lebih lanjut dari AS dan sekutunya.
5.4. Militer

Angkatan bersenjata resmi Republik Yaman, sebelum pecahnya perang saudara pada tahun 2014-2015, terdiri dari Angkatan Darat (termasuk Garda Republik), Angkatan Laut (termasuk Marinir), dan Angkatan Udara (termasuk Pasukan Pertahanan Udara). Jumlah personel militer Yaman relatif tinggi dibandingkan negara-negara Arab lainnya, dengan perkiraan total pasukan aktif sekitar 401.000 personel pada tahun 2012. Wajib militer pernah diberlakukan dan diaktifkan kembali pada tahun 2007.
Namun, perang saudara telah menyebabkan fragmentasi total angkatan bersenjata Yaman. Saat ini, berbagai faksi militer beroperasi secara independen atau semi-independen, seringkali dengan dukungan dari kekuatan eksternal:
1. **Pasukan yang Setia kepada Pemerintah yang Diakui Secara Internasional (PLC)**: Terdiri dari sisa-sisa unit tentara nasional yang tetap loyal kepada pemerintah yang digulingkan, milisi lokal, dan rekrutan baru. Pasukan ini didukung oleh koalisi pimpinan Arab Saudi, menerima pelatihan, persenjataan, dan dukungan udara. Namun, mereka seringkali kurang terkoordinasi dan menghadapi tantangan dalam hal komando dan kontrol yang terpadu. Peralatan utama mereka bervariasi, mulai dari persenjataan era Soviet hingga peralatan modern yang dipasok oleh koalisi.
2. **Pasukan Houthi (Ansar Allah)**: Merupakan kekuatan militer yang tangguh dan berpengalaman, terdiri dari pejuang Houthi, unit-unit tentara yang membelot dan setia kepada mantan Presiden Ali Abdullah Saleh (hingga aliansi mereka pecah pada 2017), dan milisi suku. Mereka menguasai sebagian besar persenjataan berat tentara Yaman sebelum perang, termasuk tank, artileri, dan rudal balistik (beberapa di antaranya telah dimodifikasi atau diduga dipasok oleh Iran). Mereka dikenal karena taktik perang gerilya dan kemampuan mereka untuk beroperasi di medan yang sulit.
3. **Pasukan Selatan (terutama yang berafiliasi dengan STC)**: Dewan Transisi Selatan (STC) memiliki kekuatan militer sendiri yang signifikan, seperti Pasukan Sabuk Keamanan (Security Belt Forces) dan Pasukan Elit Shabwani. Pasukan ini sebagian besar terdiri dari warga Yaman Selatan dan menerima pelatihan serta dukungan substansial dari Uni Emirat Arab (UEA). Mereka sering memiliki peralatan yang relatif modern. Tujuan utama mereka adalah kemerdekaan Yaman Selatan, yang terkadang membuat mereka berselisih dengan pasukan pemerintah yang diakui secara internasional, meskipun keduanya sama-sama menentang Houthi.
4. **Kelompok Militan Lain**: Berbagai milisi lokal dan suku lainnya beroperasi di berbagai wilayah, terkadang bersekutu dengan salah satu faksi utama, terkadang memperjuangkan kepentingan lokal mereka sendiri. Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) dan afiliasi ISIS juga memiliki kehadiran bersenjata, meskipun kekuatan mereka telah berkurang akibat tekanan dari berbagai pihak.
5. **Pasukan Perlawanan Nasional (National Resistance Forces)**: Dipimpin oleh Tareq Saleh, keponakan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh. Pasukan ini beroperasi di pesisir barat dan didukung oleh UEA.
Perang saudara telah menyebabkan proliferasi senjata dan milisi. Tingkat pelatihan bervariasi antar faksi. Dukungan militer eksternal memainkan peran krusial dalam mempertahankan kemampuan tempur berbagai pihak. Situasi militer di Yaman sangat kompleks dan cair, dengan aliansi yang sering berubah dan pertempuran yang berkecamuk di berbagai front. Perang ini juga ditandai dengan penggunaan drone, rudal, dan perang proksi, yang mencerminkan keterlibatan kekuatan regional.
5.5. Situasi Hak Asasi Manusia
Situasi hak asasi manusia di Yaman sangat memprihatinkan dan telah memburuk secara drastis sejak eskalasi perang saudara pada tahun 2015. Semua pihak yang terlibat dalam konflik dituduh melakukan pelanggaran berat terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter internasional.
- Dampak terhadap Warga Sipil**: Warga sipil menanggung beban terberat dari konflik. Serangan udara tanpa pandang bulu oleh koalisi pimpinan Saudi dan penembakan artileri oleh Houthi dan faksi lain telah menyebabkan ribuan kematian dan cedera warga sipil, serta penghancuran infrastruktur penting seperti rumah sakit, sekolah, pasar, dan sistem air. Blokade yang diberlakukan oleh koalisi telah sangat membatasi masuknya makanan, bahan bakar, dan pasokan medis, yang berkontribusi besar terhadap krisis kemanusiaan yang parah, termasuk kelaparan dan penyebaran penyakit seperti kolera.
- Kebebasan Pers dan Berekspresi**: Kebebasan pers dan berekspresi sangat dibatasi di seluruh Yaman. Jurnalis, aktivis, dan pembela hak asasi manusia menghadapi intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan oleh berbagai pihak dalam konflik. Media seringkali dikendalikan atau dipengaruhi oleh faksi-faksi yang berkuasa di wilayah masing-masing.
- Hak-Hak Perempuan dan Anak**: Perempuan dan anak-anak sangat rentan dalam konflik. Kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, telah meningkat. Pernikahan anak tetap menjadi masalah serius, diperburuk oleh kemiskinan dan ketidakamanan. Anak-anak direkrut sebagai tentara anak oleh berbagai faksi, terutama Houthi. Akses anak-anak terhadap pendidikan dan layanan kesehatan sangat terganggu akibat perusakan sekolah dan fasilitas medis, serta kurangnya guru dan tenaga medis. Jutaan anak menderita kekurangan gizi akut.
- Penghilangan Paksa dan Penyiksaan**: Penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, dan penyiksaan dilaporkan tersebar luas, dilakukan oleh semua pihak dalam konflik. Para tahanan seringkali ditahan tanpa dakwaan atau proses hukum yang adil, dan kondisi di pusat-pusat penahanan seringkali tidak manusiawi.
- Kelompok Minoritas dan Rentan**: Kelompok minoritas agama seperti Baháʼí dan sisa-sisa komunitas Yahudi menghadapi diskriminasi dan penganiayaan, terutama di wilayah yang dikuasai Houthi. Al-Akhdam, sebuah kelompok minoritas yang terpinggirkan secara sosial, menghadapi diskriminasi sistemik dan kondisi kehidupan yang sangat buruk. Pengungsi internal dan pencari suaka juga sangat rentan.
- Laporan dan Evaluasi Komunitas Internasional**: Berbagai organisasi hak asasi manusia internasional, seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan badan-badan PBB, telah mendokumentasikan pelanggaran HAM yang meluas di Yaman. Dewan Hak Asasi Manusia PBB pernah membentuk kelompok ahli untuk menyelidiki dugaan pelanggaran, tetapi mandatnya tidak diperpanjang akibat tekanan politik. Meskipun ada seruan berulang kali untuk akuntabilitas, impunitas bagi para pelaku pelanggaran HAM berat tetap menjadi norma.
Situasi hak asasi manusia yang mengerikan di Yaman merupakan konsekuensi langsung dari konflik bersenjata, runtuhnya supremasi hukum, dan kurangnya akuntabilitas. Upaya untuk mengatasi krisis ini membutuhkan solusi politik yang komprehensif, penghentian segera permusuhan, akses kemanusiaan tanpa hambatan, dan komitmen kuat dari semua pihak untuk menghormati hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.
5.6. Pembagian Administratif
Secara resmi, Republik Yaman dibagi menjadi 21 kegubernuran (muhafazah) dan satu kotamadya khusus untuk ibu kota, yaitu Amanat Al-Asemah (yang mencakup Sana'a). Kegubernuran Sokotra dibentuk pada Desember 2013, sebelumnya merupakan bagian dari Kegubernuran Hadhramaut.
Kegubernuran-kegubernuran tersebut adalah:
- Sa'dah
- Al Jawf
- Hadhramaut
- Al Mahrah
- Hajjah
- 'Amran
- Al Mahwit
- Amanat Al-Asemah (Kotamadya Sana'a)
- Sana'a (kegubernuran)
- Ma'rib
- Al Hudaydah
- Raymah
- Dhamar
- Ibb
- Dhale
- Al Bayda
- Shabwah
- Ta'izz
- Lahij
- Abyan
- Aden
- Sokotra
Kegubernuran-kegubernuran ini dibagi lagi menjadi 333 distrik (muderiah), yang kemudian dibagi lagi menjadi 2.210 sub-distrik, dan selanjutnya menjadi 38.284 desa (data tahun 2001).
Pada tahun 2014, sebagai bagian dari proses transisi politik pasca-Revolusi 2011, sebuah panel konstitusional mengusulkan pembagian Yaman menjadi enam wilayah federal: empat di utara (Azal, Saba, Janad, Tihamah) dan dua di selatan (Aden, Hadhramaut), dengan Sana'a memiliki status khusus di luar wilayah regional. Tujuan dari proposal federalisme ini adalah untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan mengatasi keluhan marginalisasi dari berbagai daerah, terutama di selatan. Namun, proposal ini ditolak oleh gerakan Houthi dan menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap eskalasi konflik dan pengambilalihan Sana'a oleh Houthi pada akhir 2014.
Saat ini, akibat perang saudara, kontrol de facto atas berbagai kegubernuran dan distrik terbagi antara pemerintah yang diakui secara internasional (PLC), gerakan Houthi, dan Dewan Transisi Selatan (STC), serta kelompok-kelompok lokal lainnya. Pembagian administratif resmi tetap berlaku secara hukum, tetapi implementasi dan tata kelola di lapangan sangat dipengaruhi oleh dinamika konflik.
6. Ekonomi
Perekonomian Yaman telah mengalami kehancuran parah akibat perang saudara yang berkepanjangan sejak 2014-2015, memperburuk kondisi yang sudah sulit sebelumnya. Yaman adalah salah satu negara termiskin di Timur Tengah bahkan sebelum konflik, dan kini menghadapi krisis ekonomi dan kemanusiaan yang mendalam.
6.1. Gambaran Ekonomi
Sebelum perang saudara, Yaman memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) (PPP) sekitar 61.63 B USD pada tahun 2013, dengan pendapatan per kapita sekitar 2.50 K USD. Sektor jasa merupakan kontributor terbesar terhadap PDB (61,4%), diikuti oleh sektor industri (30,9%), dan pertanian (7,7%). Produksi minyak bumi menyumbang sekitar 25% dari PDB dan 63% dari pendapatan pemerintah.
Namun, perang saudara telah menyebabkan penurunan PDB yang drastis, lebih dari 50% sejak 2014. Blokade yang dipimpin Arab Saudi dan embargo efektif terhadap ekspor minyak yang diberlakukan oleh Houthi telah melumpuhkan sumber pendapatan utama negara. Pada tahun 2023, PDB (KKB) diperkirakan sekitar 69.96 B USD dengan pendapatan per kapita sekitar 2.05 K USD.
Akibat konflik, Yaman menghadapi:
- Kemiskinan Kronis yang Meluas: Lebih dari 80% populasi hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2018, dan situasi ini kemungkinan besar telah memburuk. Jutaan orang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.
- Pengangguran Tinggi: Tingkat pengangguran sangat tinggi, terutama di kalangan pemuda. Perang telah menghancurkan lapangan kerja di berbagai sektor.
- Inflasi Meroket: Nilai Rial Yaman telah anjlok, menyebabkan inflasi yang tinggi dan membuat harga barang-barang kebutuhan pokok tidak terjangkau bagi banyak orang. Terjadi dualitas sistem mata uang antara wilayah yang dikuasai pemerintah dan Houthi, yang semakin memperumit transaksi ekonomi.
- Penghancuran Infrastruktur: Infrastruktur ekonomi, termasuk pelabuhan, jalan, pabrik, dan fasilitas energi, telah rusak parah akibat pemboman dan pertempuran.
- Ketergantungan pada Bantuan Asing: Perekonomian sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan dan dukungan finansial dari lembaga internasional dan negara-negara donor. Namun, pendanaan bantuan seringkali tidak mencukupi kebutuhan yang sangat besar.
Dalam konteks sosial, perang telah memperburuk ketidaksetaraan. Akses terhadap sumber daya dan layanan dasar menjadi sangat tidak merata. Perekonomian informal mendominasi, tetapi juga sangat terdampak oleh konflik. Prospek pemulihan ekonomi Yaman sangat bergantung pada tercapainya solusi politik yang langgeng untuk perang saudara dan upaya rekonstruksi besar-besaran.
6.2. Industri Utama
6.2.1. Pertanian

Pertanian secara historis menjadi tulang punggung mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk Yaman, meskipun kontribusinya terhadap PDB relatif kecil (sekitar 7,7% sebelum perang, namun meningkat menjadi sekitar 20,3% PDB pada 2023 karena kontraksi sektor lain).
- Tanaman Utama**:
- Qat (Khat): Tanaman stimulan psikoaktif yang dikunyah secara luas. Meskipun kontroversial karena dampak sosial dan konsumsi airnya yang tinggi, qat adalah tanaman komersial yang sangat penting dan sumber pendapatan bagi banyak petani. Diperkirakan qat menyumbang hingga 40% penggunaan air dari Cekungan Sana'a dan terus meningkat.
- Kopi: Kopi Yaman, terutama jenis Mocha, terkenal di dunia karena kualitasnya yang unik. Namun, produksi kopi telah menurun akibat berbagai faktor, termasuk persaingan dari qat dan kurangnya investasi. Ada upaya dari pemerintah dan komunitas Dawoodi Bohra untuk mengganti qat dengan perkebunan kopi.
- Biji-bijian: Sorgum adalah tanaman biji-bijian yang paling umum ditanam, diikuti oleh gandum dan jelai. Produksi biji-bijian lokal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik, sehingga Yaman sangat bergantung pada impor.
- Buah-buahan dan Sayuran: Berbagai jenis buah-buahan (seperti mangga, pisang, pepaya, anggur) dan sayuran ditanam, terutama di daerah dataran tinggi yang lebih subur.
- Metode Pertanian**: Sebagian besar pertanian masih menggunakan metode tradisional, termasuk sistem terasering di daerah pegunungan untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan air. Irigasi bergantung pada air hujan, sumur, dan mata air.
- Masalah Ketahanan Pangan**: Yaman menghadapi masalah ketahanan pangan yang parah bahkan sebelum perang, dan konflik telah memperburuk situasi secara drastis. Produksi pangan lokal menurun, harga pangan melonjak, dan akses terhadap makanan sangat terbatas bagi jutaan orang.
- Kelangkaan Air**: Kelangkaan air kronis adalah tantangan terbesar bagi sektor pertanian. Penggunaan air tanah yang berlebihan, terutama untuk irigasi qat, telah menyebabkan penurunan permukaan air tanah yang drastis.
- Dampak Perang**: Perang telah merusak lahan pertanian, infrastruktur irigasi, dan pasar. Petani menghadapi kesulitan dalam mendapatkan input pertanian seperti benih dan pupuk, serta dalam menjual hasil panen mereka. Pengungsian juga telah menyebabkan ditinggalkannya lahan pertanian.
- Isu Lingkungan dan Hak Buruh Tani**: Praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pestisida yang berlebihan dan penggundulan hutan, telah menyebabkan degradasi lingkungan. Hak-hak buruh tani seringkali tidak terlindungi, dengan kondisi kerja yang buruk dan upah yang rendah.
Sektor pertanian Yaman memiliki potensi besar jika ada investasi dalam pengelolaan air yang berkelanjutan, teknologi pertanian modern, dan dukungan bagi petani kecil. Namun, pemulihan sektor ini sangat bergantung pada penyelesaian konflik dan upaya rekonstruksi.
6.2.2. Minyak dan Gas Alam

Sektor minyak dan gas alam (migas) secara historis merupakan sumber pendapatan ekspor dan pendapatan pemerintah yang paling penting bagi Yaman, meskipun cadangannya relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara Teluk lainnya.
- Cadangan dan Produksi**: Yaman memiliki cadangan minyak mentah dan gas alam yang terbukti. Sebelum perang saudara, produksi minyak mentah menjadi andalan ekonomi. Produksi minyak mencapai puncaknya pada awal tahun 2000-an dan kemudian menurun karena ladang-ladang minyak yang menua dan kurangnya investasi baru. Gas alam cair (LNG) mulai diproduksi dan diekspor pada tahun 2009 melalui fasilitas Yemen LNG di Balhaf, yang menjadi sumber pendapatan penting.
- Volume Produksi sebelum Perang**: Sebelum konflik meningkat pada 2014-2015, produksi minyak mentah Yaman berkisar antara 125.000 hingga 150.000 barel per hari, turun dari puncaknya yang lebih dari 400.000 barel per hari.
- Status Ekspor**: Minyak mentah adalah komoditas ekspor utama Yaman. Sebagian besar diekspor ke pasar Asia. Ekspor LNG juga menjadi kontributor signifikan.
- Pentingnya bagi Perekonomian Nasional**: Pendapatan dari sektor migas menyumbang sebagian besar pendapatan pemerintah dan devisa negara. Fluktuasi harga minyak global sangat mempengaruhi anggaran negara dan perekonomian secara keseluruhan.
- Kerusakan Fasilitas Produksi dan Gangguan Ekspor Akibat Perang Saudara**: Perang saudara telah menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur migas, termasuk jaringan pipa, kilang, dan terminal ekspor. Banyak ladang minyak dan gas berhenti beroperasi atau produksinya sangat berkurang. Fasilitas Yemen LNG di Balhaf telah menghentikan operasinya sejak 2015 karena kondisi keamanan. Ekspor minyak dan gas terganggu secara signifikan, baik karena kerusakan fisik, penguasaan ladang oleh berbagai faksi, maupun blokade. Perebutan kontrol atas sumber daya migas menjadi salah satu pemicu dan faktor yang memperpanjang konflik. Akibatnya, pendapatan negara dari sektor ini anjlok drastis, memperburuk krisis fiskal dan ekonomi. Upaya untuk memulai kembali produksi dan ekspor di beberapa wilayah menghadapi tantangan besar terkait keamanan dan politik.
Pemulihan sektor migas Yaman akan menjadi kunci bagi rekonstruksi ekonomi pasca-konflik, tetapi ini membutuhkan investasi besar, stabilitas politik, dan penyelesaian sengketa atas kontrol sumber daya.
6.2.3. Industri Lain dan Perdagangan
Selain minyak, gas, dan pertanian, Yaman memiliki beberapa sektor industri lain dan aktivitas perdagangan yang, meskipun lebih kecil skalanya, berkontribusi pada perekonomian. Namun, sektor-sektor ini juga sangat terdampak oleh perang saudara.
- Industri Lain**:
- Perikanan**: Dengan garis pantai yang panjang di Laut Merah dan Laut Arab, Yaman memiliki potensi sektor perikanan yang signifikan. Ikan kering dan asin pernah menjadi komoditas ekspor. Namun, perang telah mengganggu aktivitas penangkapan ikan, merusak kapal dan infrastruktur pelabuhan, serta membatasi akses nelayan ke laut akibat blokade dan pertempuran.
- Industri Ringan**: Sebelum perang, terdapat industri ringan skala kecil yang memproduksi barang-barang seperti tekstil katun, produk kulit, pengolahan makanan, minuman, dan produk aluminium. Sebagian besar industri ini melayani pasar domestik dan kini menghadapi kesulitan besar akibat kekurangan bahan baku, energi, dan runtuhnya permintaan.
- Semen**: Industri semen ada untuk memenuhi kebutuhan konstruksi domestik, tetapi produksinya juga terganggu.
- Pariwisata**: Yaman memiliki warisan budaya dan alam yang kaya, termasuk beberapa Situs Warisan Dunia UNESCO, yang berpotensi menarik wisatawan. Sebelum ketidakstabilan meningkat, sektor pariwisata mulai berkembang. Namun, konflik dan masalah keamanan telah menghancurkan industri ini sepenuhnya.
- Kerajinan Tangan**: Kerajinan tangan tradisional seperti perhiasan perak, keramik, dan ukiran kayu merupakan bagian dari warisan budaya dan sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat.
- Perdagangan**:
- Komoditas Ekspor Utama**: Sebelum perang, ekspor utama Yaman adalah minyak mentah, gas alam cair (LNG), kopi, serta ikan kering dan asin.
- Komoditas Impor Utama**: Yaman sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk bahan makanan (gandum, beras, gula), mesin dan peralatan, kendaraan, produk kimia, dan barang konsumsi lainnya.
- Negara Mitra Dagang**: Mitra dagang utama Yaman untuk ekspor sebelum perang termasuk Tiongkok, Thailand, India, dan Korea Selatan. Untuk impor, mitra utama termasuk negara-negara Uni Eropa, Uni Emirat Arab, Swiss, Tiongkok, dan India.
- Neraca Perdagangan**: Yaman secara historis sering mengalami defisit perdagangan non-minyak, yang ditutupi oleh pendapatan ekspor migas. Dengan runtuhnya ekspor migas akibat perang, neraca perdagangan semakin memburuk. Blokade dan gangguan pelabuhan telah sangat menghambat arus perdagangan, menyebabkan kelangkaan barang dan lonjakan harga.
Potensi industri lain dan perdagangan di Yaman sangat terhambat oleh konflik, infrastruktur yang rusak, kurangnya investasi, dan lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Pemulihan akan membutuhkan upaya rekonstruksi besar-besaran, peningkatan keamanan, dan reformasi ekonomi.
6.3. Kelangkaan Air dan Masalah Sanitasi
Yaman adalah salah satu negara yang paling kekurangan air di dunia, dan masalah ini telah mencapai tingkat krisis bahkan sebelum perang saudara dimulai. Konflik yang sedang berlangsung telah memperburuk situasi secara drastis.
- Penyebab Kelangkaan Air Ekstrem**:
- Faktor Alamiah**: Yaman secara geografis terletak di wilayah yang kering dan semi-kering dengan curah hujan yang rendah dan tidak merata. Perubahan iklim juga diperkirakan memperburuk pola curah hujan dan meningkatkan suhu.
- Pertumbuhan Populasi**: Tingkat pertumbuhan penduduk Yaman yang tinggi meningkatkan permintaan air untuk konsumsi domestik, pertanian, dan industri.
- Pengelolaan Sumber Daya Air yang Buruk**: Kurangnya kebijakan pengelolaan air yang efektif, regulasi yang lemah terhadap pengambilan air tanah, dan investasi yang tidak memadai dalam infrastruktur air telah menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya air, terutama air tanah.
- Dominasi Tanaman Qat**: Budidaya qat (khat), tanaman stimulan yang populer, membutuhkan air dalam jumlah besar dan menyedot sebagian besar sumber daya air tanah, terutama di Cekungan Sana'a. Diperkirakan qat mengonsumsi 30-50% air yang digunakan di negara ini.
- Infrastruktur yang Tidak Memadai dan Rusak**: Sistem pasokan air perkotaan dan pedesaan seringkali sudah tua dan tidak efisien bahkan sebelum perang. Konflik telah menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur air, termasuk jaringan pipa, sumur, pompa, dan instalasi pengolahan air.
- Kondisi Kelangkaan Air**:
- Banyak akuifer air tanah mengalami penipisan yang parah. Di beberapa daerah, seperti Sana'a, permukaan air tanah telah turun ratusan meter.
- Akses terhadap air minum yang aman dan terjangkau sangat terbatas bagi sebagian besar populasi. Jutaan orang, terutama di daerah pedesaan dan kamp-kamp pengungsian, bergantung pada sumber air yang tidak aman atau harus membeli air dengan harga mahal dari truk tangki swasta.
- Dampak terhadap Kehidupan Masyarakat, Pertanian, dan Kesehatan**:
- Kehidupan Masyarakat**: Kelangkaan air berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari, memaksa perempuan dan anak-anak berjalan jauh untuk mengambil air, mengurangi waktu untuk pendidikan dan kegiatan produktif lainnya. Perselisihan mengenai sumber daya air juga meningkat.
- Pertanian**: Sektor pertanian, yang menjadi mata pencaharian utama bagi banyak orang, sangat terpukul. Penurunan ketersediaan air irigasi mengurangi produksi pangan dan meningkatkan kerawanan pangan.
- Kesehatan**: Kurangnya air bersih dan sanitasi yang buruk menyebabkan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera, diare, dan tifus. Wabah kolera besar-besaran telah melanda Yaman selama perang, merenggut ribuan nyawa.
- Masalah Fasilitas Sanitasi Publik yang Buruk**:
- Akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (seperti toilet dan sistem pembuangan limbah) sangat rendah, terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh perkotaan.
- Infrastruktur sanitasi yang ada seringkali rusak atau tidak berfungsi akibat konflik dan kurangnya pemeliharaan.
- Praktik sanitasi yang tidak aman, seperti buang air besar sembarangan, umum terjadi dan berkontribusi pada kontaminasi sumber air dan penyebaran penyakit.
Kelangkaan air dan masalah sanitasi merupakan tantangan pembangunan mendasar bagi Yaman yang diperparah oleh perang. Solusi jangka panjang memerlukan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, investasi dalam infrastruktur, perubahan praktik pertanian (terutama terkait qat), peningkatan kesadaran masyarakat, dan yang terpenting, perdamaian dan stabilitas.
7. Masyarakat dan Kependudukan
Masyarakat Yaman memiliki karakteristik demografi, etnis, bahasa, dan agama yang khas, yang dibentuk oleh sejarah panjang dan geografi yang beragam. Perang saudara yang sedang berlangsung telah berdampak besar pada struktur kependudukan, layanan sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta memperdalam kerentanan berbagai kelompok masyarakat.
7.1. Kependudukan

Karakteristik demografi Yaman menunjukkan populasi yang muda dan berkembang pesat, namun menghadapi tantangan signifikan akibat konflik dan kemiskinan.
- Total Populasi**: Perkiraan populasi Yaman bervariasi, tetapi pada tahun 2023 diperkirakan sekitar 34 juta jiwa. Sebelum konflik, sensus terakhir pada tahun 2004 mencatat sekitar 19,7 juta jiwa.
- Laju Pertumbuhan Penduduk**: Yaman memiliki salah satu laju pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia, meskipun angka pastinya sulit didapat dalam kondisi saat ini. Sebelum perang, angkanya sekitar 2,5-3% per tahun.
- Struktur Usia Penduduk**: Populasi Yaman sangat muda. Sekitar 46% penduduk berusia di bawah 15 tahun, dan hanya sekitar 2,7% berusia di atas 65 tahun (data pra-konflik, namun trennya kemungkinan besar masih sama). Struktur usia muda ini memberikan tekanan besar pada layanan pendidikan, kesehatan, dan pasar kerja.
- Status Urbanisasi**: Mayoritas penduduk Yaman secara tradisional tinggal di daerah pedesaan. Namun, urbanisasi telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir, dengan kota-kota seperti Sana'a, Aden, dan Ta'izz mengalami pertumbuhan pesat. Perang telah menyebabkan perpindahan penduduk lebih lanjut, baik ke daerah perkotaan yang dianggap lebih aman (meskipun ini seringkali tidak terjadi) maupun ke daerah pedesaan.
- Harapan Hidup**: Sebelum perang, harapan hidup di Yaman relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan itu. Perang saudara, runtuhnya sistem kesehatan, kelaparan, dan penyebaran penyakit telah menyebabkan penurunan signifikan dalam harapan hidup dan peningkatan angka kematian, terutama di kalangan anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
- Pengungsi dan Pengungsi Internal (IDP)**: Perang saudara telah menyebabkan krisis pengungsian internal skala besar. Jutaan orang Yaman terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mencari perlindungan di wilayah lain di dalam negeri, seringkali dalam kondisi yang sangat sulit di kamp-kamp atau komunitas tuan rumah yang sudah terbebani. Selain itu, Yaman juga menampung sejumlah pengungsi dari negara lain, terutama dari Somalia dan Ethiopia, meskipun jumlah mereka mungkin telah menurun atau kondisi mereka memburuk akibat konflik di Yaman.
- Kelompok Rentan**: Anak-anak, perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok minoritas seperti Al-Akhdam adalah yang paling rentan terhadap dampak konflik, kemiskinan, dan runtuhnya layanan publik. Anak-anak menghadapi risiko kekurangan gizi, penyakit, putus sekolah, dan perekrutan sebagai tentara. Perempuan menghadapi peningkatan kekerasan berbasis gender dan beban merawat keluarga dalam kondisi yang ekstrem.
Data demografi yang akurat sulit diperoleh akibat perang, tetapi jelas bahwa konflik telah menyebabkan perubahan demografis yang signifikan melalui kematian, pengungsian, dan penurunan kesejahteraan secara keseluruhan.
7.2. Etnis dan Bahasa
Komposisi etnis dan lanskap linguistik Yaman mencerminkan sejarah panjang interaksi budaya di Semenanjung Arab.
- Etnis**:
- Mayoritas penduduk Yaman adalah Arab. Identitas kesukuan (qabilah) memainkan peran penting dalam struktur sosial dan politik Yaman, terutama di wilayah utara dan pegunungan. Terdapat banyak suku dan konfederasi suku yang berbeda, masing-masing dengan tradisi dan pengaruhnya sendiri.
- Selain mayoritas Arab, terdapat kelompok etnis minoritas yang lebih kecil, yang sebagian besar merupakan hasil dari migrasi dan interaksi historis:
- Keturunan Afrika (Afro-Arab): Terutama terkonsentrasi di wilayah pesisir Tihamah dan kota-kota seperti Aden dan Al Hudaydah. Banyak dari mereka adalah keturunan imigran atau budak dari Tanduk Afrika. Al-Akhdam (juga disebut Muhamasheen), sebuah kelompok yang terpinggirkan secara sosial dan seringkali menghadapi diskriminasi parah, sering dianggap sebagai bagian dari kelompok ini, meskipun asal-usul mereka masih diperdebatkan.
- Keturunan Persia: Ada komunitas kecil keturunan Persia, terutama di kota-kota pesisir, sebagai warisan dari periode pengaruh Sasaniyah dan interaksi perdagangan.
- Keturunan India: Diperkirakan ada sekitar 100.000 orang keturunan India, sebagian besar terkonsentrasi di Yaman selatan (Aden, Mukalla, dll.), hasil dari hubungan perdagangan dan migrasi selama periode kolonial Inggris.
- Orang Hadhrami: Meskipun bagian dari etnis Arab, orang Hadhrami dari wilayah Hadhramaut di selatan memiliki diaspora yang signifikan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia dan Malaysia), Afrika Timur, dan India.
- Yahudi Yaman: Dulunya merupakan minoritas yang cukup besar dengan budaya yang khas. Sebagian besar telah beremigrasi ke Israel pada pertengahan abad ke-20. Saat ini, hanya segelintir yang tersisa di Yaman.
- Bahasa**:
- Bahasa resmi Yaman adalah Bahasa Arab Standar Modern, yang digunakan dalam pemerintahan, pendidikan formal, dan media.
- Dalam percakapan sehari-hari, berbagai dialek Bahasa Arab Yaman digunakan. Dialek-dialek ini dapat sangat bervariasi antara wilayah utara dan selatan, serta antara daerah perkotaan dan pedesaan. Dialek Sana'ani (di utara) dan Adeni (di selatan) adalah beberapa contoh yang menonjol.
- Selain bahasa Arab, beberapa bahasa Semit Selatan Modern (juga dikenal sebagai bahasa Arab Selatan Modern, berbeda dari bahasa Arab Selatan Kuno) dituturkan di wilayah timur jauh dan Pulau Sokotra. Ini termasuk:
- Mehri: Dituturkan di Kegubernuran Al Mahrah dan wilayah perbatasan dengan Oman.
- Soqotri: Dituturkan secara eksklusif di Pulau Sokotra dan pulau-pulau sekitarnya. Bahasa ini memiliki beberapa dialek dan dianggap terancam punah.
- Bahasa minoritas lainnya seperti Hobyot dan Bathari juga ada di wilayah perbatasan dengan Oman.
- Bahasa Razihi, yang dituturkan di pegunungan barat laut dekat perbatasan Saudi, dianggap oleh beberapa ahli bahasa sebagai satu-satunya sisa bahasa Arab Selatan Kuno yang masih hidup.
- Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang paling penting, terutama di kalangan terpelajar dan di sektor bisnis, serta memiliki sejarah penggunaan di Yaman selatan karena masa protektorat Inggris.
Identitas etnis dan bahasa di Yaman seringkali tumpang tindih dengan afiliasi suku dan regional, yang memainkan peran kompleks dalam dinamika sosial dan politik negara tersebut.
7.3. Agama

Agama memainkan peran sentral dalam kehidupan masyarakat Yaman, dengan Islam sebagai agama negara dan dianut oleh hampir seluruh penduduknya. Mayoritas penduduk Yaman beragama Islam. Diperkirakan antara 53% hingga 65% populasi Muslim adalah Sunni (mayoritas bermazhab Syafi'i), sementara sekitar 35% hingga 45% adalah Syiah (mayoritas bermazhab Zaidiyah). Kelompok agama lainnya seperti Kristen, Yahudi, dan Hindu mencakup sekitar 0,05% hingga 1% dari populasi. Perkiraan ini berdasarkan berbagai sumber, termasuk laporan UNHCR dan analisis Gulf2000 dari Columbia University.
- Islam**:
- Sunni**: Merupakan denominasi mayoritas di Yaman, diperkirakan mencakup antara 53% hingga 65% populasi Muslim. Mazhab Syafi'i adalah yang paling dominan di kalangan Sunni Yaman, terutama di wilayah selatan, tenggara, dan pesisir Tihamah. Terdapat juga komunitas pengikut mazhab Maliki dan Hanbali dalam jumlah yang lebih kecil.
- Syiah**: Merupakan denominasi minoritas signifikan, diperkirakan mencakup antara 35% hingga 45% populasi Muslim.
- Zaidiyah**: Bentuk Syiah yang paling dominan di Yaman dan berbeda signifikan dari Syiah Dua Belas Imam yang dominan di Iran dan Irak. Zaidiyah secara teologis dan yurisprudensi lebih dekat dengan Sunni dibandingkan bentuk Syiah lainnya. Pengikut Zaidiyah terkonsentrasi di wilayah utara dan barat laut Yaman, termasuk dataran tinggi di sekitar Sana'a dan Sa'dah. Gerakan Houthi (Ansar Allah) berakar dari tradisi Zaidiyah.
- Ismailiyah**: Terdapat komunitas Ismailiyah yang lebih kecil, terutama di beberapa pusat seperti Sana'a dan Ma'rib, serta di pegunungan Haraz.
- Dua Belas Imam**: Ada juga minoritas Syiah Dua Belas Imam, meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan Zaidiyah.
- Konflik Sektarian**: Meskipun Yaman secara historis memiliki tingkat toleransi antar-sekte yang relatif tinggi, perang saudara saat ini telah memperburuk ketegangan sektarian. Konflik antara pemerintah yang didukung Saudi (mayoritas Sunni) dan gerakan Houthi (Zaidiyah Syiah, yang dituduh didukung Iran) seringkali digambarkan dalam narasi sektarian, meskipun akar konfliknya lebih kompleks dan melibatkan faktor politik, ekonomi, dan regional. Kelompok ekstremis Sunni seperti AQAP juga telah mengeksploitasi konflik untuk memicu kekerasan sektarian terhadap Syiah.
- Agama Minoritas Lainnya**:
- Kristen**: Terdapat komunitas Kristen yang sangat kecil di Yaman, diperkirakan berjumlah antara beberapa ribu hingga sekitar 41.000 orang, sebagian besar adalah ekspatriat atau pengungsi. Ada juga sejumlah kecil warga Yaman yang berpindah agama menjadi Kristen, meskipun mereka sering menghadapi risiko penganiayaan.
- Yahudi**: Komunitas Yahudi Yaman adalah salah satu komunitas Yahudi diaspora tertua. Namun, sebagian besar telah beremigrasi ke Israel pada pertengahan abad ke-20. Saat ini, hanya segelintir individu Yahudi yang tersisa di Yaman, menghadapi kondisi yang sulit dan tekanan.
- Hindu**: Terdapat komunitas Hindu kecil, terutama di kalangan imigran dari India yang tinggal di kota-kota pelabuhan seperti Aden.
- Baháʼí**: Komunitas Baháʼí di Yaman menghadapi penganiayaan berat, terutama di wilayah yang dikuasai Houthi, di mana para pemimpin mereka ditangkap dan dipenjara.
Konstitusi Yaman mengakui Islam sebagai agama negara dan Syariah sebagai sumber utama perundang-undangan. Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama dalam batas tertentu, praktik agama minoritas seringkali dibatasi, dan berpindah agama dari Islam (murtad) adalah ilegal dan dapat dihukum mati.
7.4. Pendidikan

Sistem pendidikan di Yaman menghadapi tantangan besar bahkan sebelum perang saudara, dan konflik telah memperburuk situasi secara drastis, mengancam masa depan generasi muda.
- Sistem Pendidikan**: Pendidikan formal di Yaman terdiri dari pendidikan dasar (kelas 1-9) dan pendidikan menengah (kelas 10-12). Pendidikan tinggi disediakan oleh universitas negeri dan swasta. Pemerintah secara resmi berkomitmen pada pendidikan universal, wajib, dan gratis untuk anak-anak usia 6 hingga 15 tahun, meskipun penegakannya lemah.
- Tingkat Melek Huruf**: Tingkat melek huruf orang dewasa di Yaman relatif rendah. Pada tahun 2010, angkanya sekitar 64% (lebih tinggi untuk pria daripada wanita). Pemerintah sebelumnya memiliki target untuk mengurangi buta huruf, tetapi perang telah menghambat kemajuan.
- Masalah Pendidikan Utama (Pra-Perang dan Diperburuk oleh Perang)**:
- Rendahnya Angka Partisipasi Sekolah**: Banyak anak, terutama perempuan dan mereka yang tinggal di daerah pedesaan atau miskin, tidak bersekolah atau putus sekolah lebih awal. Faktor-faktor penyebabnya termasuk kemiskinan, tradisi budaya, jarak ke sekolah, dan kurangnya fasilitas.
- Kualitas Pendidikan yang Menurun**: Kualitas pendidikan seringkali buruk karena kurikulum yang usang, kurangnya guru yang terlatih dan termotivasi, ruang kelas yang penuh sesak, dan kurangnya sumber daya belajar.
- Kesenjangan Gender**: Meskipun ada kemajuan, kesenjangan gender dalam akses dan partisipasi pendidikan tetap signifikan, dengan anak perempuan lebih dirugikan.
- Kurangnya Pendanaan**: Sektor pendidikan secara historis kekurangan dana, meskipun pemerintah telah meningkatkan belanja pendidikan dari 5% PDB pada tahun 1995 menjadi 10% pada tahun 2005 (sebelum penurunan akibat perang).
- Dampak Parah Perang Saudara terhadap Sistem Pendidikan**:
- Perusakan dan Penggunaan Fasilitas Sekolah**: Ratusan sekolah telah rusak atau hancur akibat pertempuran dan serangan udara. Banyak sekolah lain yang digunakan sebagai tempat penampungan bagi pengungsi internal atau diduduki oleh kelompok bersenjata, sehingga tidak dapat digunakan untuk belajar.
- Kekurangan Guru**: Banyak guru yang mengungsi, terbunuh, atau tidak dapat bekerja karena gaji tidak dibayar selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini menyebabkan kekurangan guru yang parah di banyak daerah.
- Hilangnya Kesempatan Belajar bagi Siswa**: Jutaan anak Yaman tidak dapat bersekolah atau pendidikannya terganggu akibat perang. Mereka menghadapi risiko putus sekolah permanen, yang berdampak jangka panjang pada perkembangan individu dan negara.
- Trauma dan Dampak Psikologis**: Anak-anak yang terpapar kekerasan dan konflik mengalami trauma psikologis yang dapat mengganggu kemampuan belajar mereka.
- Peningkatan Pernikahan Anak dan Pekerja Anak**: Kemiskinan akibat perang memaksa banyak keluarga untuk menikahkan anak perempuan mereka lebih awal atau mengirim anak-anak mereka untuk bekerja, yang semakin mengurangi kesempatan pendidikan.
Upaya untuk mengatasi krisis pendidikan di Yaman dilakukan oleh organisasi internasional dan lokal, tetapi skalanya tidak sebanding dengan kebutuhan yang sangat besar. Pemulihan sektor pendidikan akan menjadi prioritas utama dalam upaya rekonstruksi pasca-konflik, membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, pelatihan guru, dukungan psiko-sosial bagi siswa, dan reformasi sistem secara keseluruhan. Universitas-universitas terkemuka di negara ini termasuk Universitas Sains & Teknologi Yaman, Universitas Al Ahgaff, dan Universitas Sana'a.
7.5. Kesehatan

Sistem layanan kesehatan dasar Yaman sudah lemah dan kurang sumber daya bahkan sebelum perang saudara, dan konflik telah menyebabkannya berada di ambang kehancuran total, menciptakan krisis kesehatan masyarakat yang parah.
- Kondisi Sistem Layanan Kesehatan Dasar (Pra-Perang)**:
- Infrastruktur kesehatan terbatas, terutama di daerah pedesaan. Hanya sekitar 25% daerah pedesaan yang terjangkau layanan kesehatan, dibandingkan dengan 80% di daerah perkotaan.
- Kekurangan tenaga medis profesional (dokter, perawat, bidan) yang terlatih. Jumlah dokter per 10.000 penduduk sangat rendah (sekitar 3 dokter per 10.000 penduduk pada tahun 2004).
- Fasilitas kesehatan seringkali kekurangan peralatan medis dasar, obat-obatan, dan pasokan penting lainnya.
- Pendanaan untuk sektor kesehatan tidak memadai. Belanja total untuk kesehatan pada tahun 2002 hanya 3,7% dari PDB.
- Layanan darurat seperti ambulans dan bank darah hampir tidak ada.
- Penyakit Endemik dan Menular Utama**:
- Malaria, demam berdarah, dan penyakit tropis lainnya umum terjadi, terutama di daerah pesisir.
- Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti campak dan polio masih menjadi ancaman.
- Tuberkulosis juga merupakan masalah kesehatan masyarakat.
- Kekurangan gizi kronis, terutama di kalangan anak-anak, sudah menjadi masalah serius sebelum perang.
- Harapan Hidup**: Harapan hidup di Yaman termasuk yang terendah di kawasan Arab.
- Situasi Krisis Kesehatan Akibat Perang Saudara**:
- Perusakan Fasilitas Medis**: Ratusan rumah sakit dan klinik telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan pertempuran, melanggar hukum humaniter internasional. Banyak fasilitas yang tersisa tidak dapat berfungsi penuh.
- Kekurangan Obat-obatan dan Tenaga Medis**: Blokade dan gangguan impor telah menyebabkan kekurangan obat-obatan esensial, vaksin, dan pasokan medis lainnya yang parah. Banyak tenaga medis yang mengungsi, terbunuh, atau tidak dapat bekerja karena gaji tidak dibayar.
- Wabah Penyakit**: Runtuhnya sistem air bersih dan sanitasi, ditambah dengan kondisi kehidupan yang padat dan tidak higienis di kamp-kamp pengungsian, telah memicu wabah penyakit besar-besaran, terutama kolera. Wabah kolera di Yaman adalah salah satu yang terburuk dalam sejarah modern, menginfeksi lebih dari satu juta orang dan menyebabkan ribuan kematian. Penyakit lain seperti difteri dan campak juga kembali muncul.
- Kekurangan Gizi Akut**: Perang telah menyebabkan kelaparan dan kekurangan gizi akut yang meluas, terutama di kalangan anak-anak. Jutaan anak berisiko meninggal karena kekurangan gizi parah.
- Dampak pada Kesehatan Ibu dan Anak**: Layanan kesehatan ibu dan anak sangat terganggu, menyebabkan peningkatan angka kematian ibu dan bayi.
- Upaya Bantuan Kemanusiaan**: Organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF, dan Dokter Lintas Batas (MSF), bersama dengan LSM lokal, berusaha memberikan bantuan kesehatan darurat. Namun, upaya mereka sering terhambat oleh kurangnya pendanaan, pembatasan akses oleh pihak-pihak yang bertikai, dan kondisi keamanan yang berbahaya. Kelompok rentan seperti pengungsi internal, perempuan, anak-anak, dan lansia adalah yang paling menderita akibat krisis kesehatan ini.
Pemulihan sistem kesehatan Yaman akan membutuhkan investasi besar-besaran dalam rekonstruksi infrastruktur, pelatihan tenaga medis, pengadaan obat-obatan dan peralatan, serta penguatan sistem kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Langkah pertama dan terpenting adalah penghentian konflik dan akses kemanusiaan tanpa hambatan.
8. Budaya
Budaya Yaman kaya dan beragam, mencerminkan sejarah panjangnya sebagai persimpangan peradaban dan pengaruh Islam yang mendalam. Dari gaya hidup tradisional yang unik hingga ekspresi seni dan arsitektur yang khas, budaya Yaman menawarkan wawasan tentang identitas dan warisan masyarakatnya. Namun, konflik yang sedang berlangsung juga mengancam kelestarian warisan budaya ini.
8.1. Kehidupan Tradisional dan Adat Istiadat


Kehidupan tradisional dan adat istiadat Yaman sangat dipengaruhi oleh struktur kesukuan, norma-norma Islam, dan kondisi geografis.
- Budaya Mengunyah Qat (Khat)**: Salah satu aspek budaya yang paling menonjol dan mengakar kuat di Yaman adalah praktik mengunyah daun qat. Qat adalah tanaman stimulan ringan yang daun segarnya dikunyah dalam pertemuan sosial, terutama oleh pria, selama berjam-jam. Sesi mengunyah qat seringkali menjadi ajang diskusi, negosiasi, atau sekadar bersosialisasi. Meskipun penting secara sosial, budidaya qat menghabiskan banyak sumber daya air dan lahan pertanian yang berharga, serta memiliki implikasi ekonomi dan kesehatan.
- Tradisi Mengenakan Jambiya**: Pria Yaman, terutama di daerah utara dan suku-suku tradisional, sering mengenakan jambiya, sebuah belati melengkung yang diselipkan di ikat pinggang. Jambiya bukan hanya senjata tetapi juga simbol status, kedewasaan, dan identitas kesukuan. Gagang jambiya (aseeb) seringkali dibuat dengan indah dan dapat menunjukkan kekayaan atau asal usul pemiliknya.
- Pengaruh Masyarakat Suku**: Struktur kesukuan (qabilah) memainkan peran yang sangat penting dalam masyarakat Yaman, terutama di luar kota-kota besar. Loyalitas suku, hukum adat (urf), dan peran syekh suku seringkali lebih berpengaruh daripada hukum negara formal. Sistem kesukuan mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari kepemilikan tanah hingga penyelesaian sengketa.
- Adat Pernikahan dan Pemakaman**: Pernikahan di Yaman seringkali merupakan acara besar yang melibatkan perayaan selama beberapa hari, dengan tradisi musik, tarian, dan upacara yang berbeda-beda antar wilayah dan suku. Mahar (mahr) dan peran keluarga besar sangat penting. Adat pemakaman juga mengikuti ajaran Islam, dengan prosesi yang sederhana dan penguburan yang cepat.
- Pakaian Tradisional**: Selain jambiya, pria mungkin mengenakan thawb (jubah panjang), futa (sarung), atau ma'waz (kain pinggang). Wanita tradisional mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh saat berada di luar rumah, seperti abaya (jubah hitam panjang) dan niqab (cadar yang menutupi wajah kecuali mata) atau hijab (kerudung). Namun, di dalam rumah atau di antara wanita, mereka mungkin mengenakan pakaian berwarna-warni yang lebih beragam.
- Keramahtamahan**: Keramahtamahan adalah nilai penting dalam budaya Yaman. Tamu seringkali disambut dengan hangat dan ditawari makanan dan minuman. Menolak tawaran keramahan dapat dianggap tidak sopan.
Meskipun modernisasi dan urbanisasi telah membawa perubahan, banyak aspek kehidupan tradisional dan adat istiadat ini masih bertahan kuat di Yaman.
8.2. Budaya Kuliner

Budaya kuliner Yaman kaya akan rasa dan tradisi, berbeda dari masakan Timur Tengah lainnya meskipun memiliki beberapa kesamaan. Makanan seringkali disajikan secara komunal dan dimakan dengan tangan atau menggunakan roti sebagai sendok. Memberikan makanan secara murah hati kepada tamu adalah adat penting. Tidak seperti kebanyakan negara Arab, makan siang adalah hidangan utama, bukan makan malam.
- Makanan Tradisional Khas**:
- Saltah**: Dianggap sebagai hidangan nasional Yaman. Saltah adalah sejenis rebusan (maraq) yang dibuat dengan daging (biasanya domba atau ayam), kaldu, sayuran, dan hulbah (saus berbahan dasar fenugreek yang dikocok). Biasanya disajikan panas mendidih dalam mangkuk batu dan dimakan dengan roti pipih.
- Haneeth**: Daging domba (atau kambing) yang dimasak sangat lambat dalam taboon (oven tanah liat tradisional) hingga sangat empuk dan beraroma. Sering disajikan dengan nasi.
- Mandi**: Hidangan nasi dan daging (ayam atau domba) yang dimasak dengan bumbu khusus dalam taboon. Nasi biasanya berwarna kuning karena kunyit.
- Zurbiyan**: Hidangan nasi berlapis dengan daging domba atau ayam yang dimasak dengan yogurt dan rempah-rempah, mirip dengan biryani.
- Aseed**: Bubur kental yang terbuat dari tepung (gandum atau sorgum) yang dimasak dengan air, sering disajikan dengan kaldu daging atau saus lainnya.
- Fahsa**: Rebusan daging domba yang dimasak dengan kaldu dan rempah-rempah, mirip dengan Saltah tetapi biasanya lebih kaya daging.
- Shafoot**: Hidangan dingin yang terbuat dari roti pipih sobek (lahoh) yang dicampur dengan yogurt, bumbu, dan terkadang sayuran.
- Bahan Makanan Utama**: Daging domba dan ayam adalah daging yang paling umum. Ikan populer di daerah pesisir. Biji-bijian seperti gandum, sorgum, dan jelai digunakan untuk membuat roti dan bubur. Sayuran seperti tomat, bawang, kentang, dan okra sering digunakan. Rempah-rempah seperti jintan, ketumbar, kunyit, kapulaga, dan cabai sangat penting.
- Roti**: Berbagai jenis roti pipih adalah makanan pokok, seperti khubz tannour (roti yang dipanggang dalam oven tannour), lahoh (roti spons berlubang mirip injera Ethiopia), dan malawah.
- Karakteristik Makanan Daerah**: Ada variasi regional dalam masakan Yaman. Misalnya, masakan pesisir lebih banyak menggunakan ikan dan hidangan laut, sementara masakan dataran tinggi lebih fokus pada daging dan biji-bijian.
- Budaya Kopi Unik**: Yaman adalah salah satu tempat kelahiran kopi, dan memiliki tradisi kopi yang kaya. Kopi Mocha (dinamai dari pelabuhan Al-Makha) secara historis sangat terkenal. Kopi Yaman tradisional (qahwa) seringkali diseduh dengan kulit biji kopi (qishr) dan dibumbui dengan jahe atau kayu manis. Minum kopi adalah ritual sosial yang penting.
Meskipun perang telah menyebabkan kelangkaan pangan dan kesulitan dalam mendapatkan bahan makanan, tradisi kuliner Yaman tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya negara tersebut.
8.3. Seni dan Arsitektur

Yaman memiliki warisan seni dan arsitektur yang kaya dan unik, mencerminkan sejarah panjang, pengaruh budaya yang beragam, dan adaptasi terhadap lingkungan setempat.
- Musik Tradisional dan Tarian**:
- Musik Yaman memiliki beragam gaya regional. Musik Sana'ani, yang berasal dari Sana'a, adalah salah satu genre yang paling terkenal, ditandai dengan melodi yang kompleks dan penggunaan oud dan qanbus (alat musik petik mirip oud).
- Puisi memainkan peran sentral dalam musik Yaman, dengan lirik yang seringkali bertema cinta, patriotisme, atau agama.
- Tarian tradisional bervariasi antar daerah dan suku. Tarian bara adalah tarian perang pria yang energik yang melibatkan penggunaan jambiya (belati). Ada juga tarian kelompok wanita yang dilakukan dalam acara-acara khusus.
- Kerajinan Tangan**:
- Kerajinan Perak**: Perhiasan perak Yaman, terutama yang dibuat oleh pengrajin Yahudi Yaman di masa lalu, terkenal karena desainnya yang rumit dan detail. Jambiya juga sering dihiasi dengan perak.
- Tembikar**: Tembikar tradisional masih diproduksi di beberapa daerah, menggunakan teknik dan desain lokal.
- Tenun dan Sulaman**: Tekstil tenunan tangan dan pakaian bersulam dengan motif geometris dan warna-warni adalah bagian dari kerajinan tradisional, terutama untuk pakaian wanita.
- Ukiran Kayu dan Batu**: Ukiran kayu dan batu digunakan untuk menghiasi pintu, jendela, dan elemen arsitektur lainnya.
- Arsitektur Tradisional**:
- Arsitektur Yaman sangat khas dan mengesankan, seringkali disesuaikan dengan iklim dan bahan bangunan lokal.
- Kota Tua Sana'a**: Situs Warisan Dunia UNESCO, terkenal dengan rumah-rumah menara bertingkat tinggi yang terbuat dari batu bata lumpur (pisé) dan batu, dengan fasad yang dihiasi dengan pola geometris dari plester gipsum putih (qadad). Bangunan-bangunan ini bisa mencapai beberapa lantai dan dirancang untuk menjaga kesejukan di iklim panas.
- Kota Kuno Shibam (Wadi Hadhramaut)**: Juga Situs Warisan Dunia UNESCO, sering disebut "Manhattan Gurun" karena bangunan pencakar langit dari lumpur yang menjulang tinggi, beberapa mencapai lebih dari 30 meter. Bangunan-bangunan ini dibangun berdekatan untuk pertahanan dan untuk memberikan keteduhan.
- Rumah Menara**: Gaya rumah menara multi-lantai umum di banyak daerah pegunungan, dibangun dari batu atau batu bata lumpur. Setiap lantai sering memiliki fungsi tertentu.
- Masjid**: Masjid-masjid tua di Yaman, seperti Masjid Agung Sana'a, menunjukkan gaya arsitektur Islam awal yang unik, dengan pengaruh pra-Islam dan lokal.
- Benteng dan Istana**: Banyak benteng (qasr) dan istana bersejarah yang tersebar di seluruh negeri, mencerminkan sejarah peperangan dan kekuasaan dinasti. Contohnya termasuk Dar al-Hajar, sebuah istana batu yang dibangun di atas formasi batuan dekat Sana'a.
Nilai sejarah dan estetika seni dan arsitektur Yaman sangat tinggi. Namun, banyak situs bersejarah dan tradisi kerajinan tangan terancam oleh konflik, penelantaran, dan modernisasi yang tidak terkendali. Upaya pelestarian sangat penting untuk melindungi warisan budaya yang tak ternilai ini.
- Arsitektur Yaman sangat khas dan mengesankan, seringkali disesuaikan dengan iklim dan bahan bangunan lokal.
8.4. Media Massa dan Olahraga
Kondisi media massa dan lanskap olahraga di Yaman sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik, sosial, dan ekonomi negara, termasuk perang saudara yang sedang berlangsung.
- Media Massa**:
- Radio, Televisi, dan Surat Kabar**: Sebelum perang, Yaman memiliki sejumlah stasiun radio dan televisi pemerintah maupun swasta, serta beberapa surat kabar harian dan mingguan. Radio adalah media yang menjangkau khalayak luas, terutama di daerah pedesaan. Televisi juga populer, terutama di perkotaan.
- Kontrol Pemerintah dan Kebebasan Pers**: Kebebasan pers di Yaman secara historis terbatas dan telah memburuk secara signifikan sejak dimulainya perang saudara. Di wilayah yang dikuasai Houthi, media sangat dikontrol dan digunakan untuk propaganda. Jurnalis menghadapi intimidasi, penangkapan, dan kekerasan dari semua pihak dalam konflik. Peringkat kebebasan pers Yaman termasuk yang terendah di dunia.
- Media Online dan Sosial Media**: Dengan penyebaran internet (meskipun terbatas dan sering terganggu), media online dan platform media sosial telah menjadi sumber informasi alternatif bagi banyak orang Yaman, meskipun juga rentan terhadap disinformasi dan propaganda.
- Olahraga**:
- Sepak Bola**: Sepak bola adalah olahraga paling populer di Yaman. Tim nasional Yaman berpartisipasi dalam kompetisi regional dan internasional, meskipun prestasinya terbatas. Liga Yaman, liga sepak bola profesional domestik, telah terganggu parah oleh perang saudara. Banyak pemain dan klub menghadapi kesulitan besar.
- Olahraga Tradisional**:
- Lompat Unta**: Olahraga tradisional yang populer di kalangan suku Zaraniq di pesisir barat. Para peserta berlari dan melompati serangkaian unta yang dijejerkan.
- Olahraga tradisional lainnya mungkin termasuk balap kuda atau unta di beberapa daerah.
- Fasilitas dan Pengembangan Olahraga**: Infrastruktur olahraga di Yaman terbatas dan banyak yang rusak akibat perang. Pengembangan olahraga di tingkat akar rumput dan profesional sangat terhambat oleh kurangnya pendanaan, fasilitas, dan stabilitas.
- Partisipasi Internasional**: Meskipun menghadapi kesulitan, atlet Yaman sesekali berpartisipasi dalam ajang olahraga internasional seperti Olimpiade dan Pesta Olahraga Asia, seringkali dengan sumber daya yang sangat terbatas. Yaman menjadi tuan rumah Piala Teluk Arab ke-20 pada tahun 2010 di Aden dan Abyan, yang merupakan acara olahraga terbesar yang pernah diselenggarakan di negara tersebut.
Secara keseluruhan, baik media massa maupun sektor olahraga di Yaman menghadapi tantangan besar akibat konflik, sensor, kurangnya sumber daya, dan kehancuran infrastruktur. Kebebasan berekspresi sangat terancam, dan kesempatan untuk berpartisipasi dan mengembangkan olahraga sangat terbatas.
8.5. Warisan Dunia

Yaman memiliki empat situs yang terdaftar sebagai Warisan Dunia UNESCO, yang mencerminkan kekayaan sejarah dan keunikan alamnya. Namun, situs-situs ini menghadapi risiko kerusakan yang signifikan akibat perang saudara yang sedang berlangsung dan kurangnya upaya konservasi yang memadai.
1. **Kota Kuno Shibam dan Temboknya (Wadi Hadhramaut)**: Ditetapkan pada tahun 1982. Sering dijuluki "Manhattan Gurun", Shibam terkenal dengan bangunan-bangunan pencakar langit dari bata lumpur yang mengesankan, beberapa di antaranya berasal dari abad ke-16. Kota bertembok ini adalah salah satu contoh tertua perencanaan kota berdasarkan prinsip konstruksi vertikal, yang dirancang untuk melindungi penduduk dari banjir dan serangan. Perang dan kurangnya pemeliharaan mengancam struktur bangunan kuno ini.
2. **Kota Tua Sana'a**: Ditetapkan pada tahun 1986. Terletak di ketinggian lebih dari 2.10 K m (beberapa sumber menyebutkan lebih dari 2.1 K m (7.00 K ft) atau 2.30 K m), Sana'a telah dihuni selama lebih dari 2.500 tahun. Kota ini menjadi pusat Islam utama pada abad ke-7. Arsitektur uniknya menampilkan rumah-rumah menara bertingkat yang dibangun dari batu bata dan batu bakar, dihiasi dengan pola geometris dari plester gipsum putih (qadad). Terdapat 103 masjid, 14 hammam (pemandian tradisional), dan lebih dari 6.000 rumah yang berasal dari sebelum abad ke-11. Serangan udara dan pertempuran di dekatnya telah menyebabkan kerusakan pada beberapa bangunan bersejarah.
3. **Kota Bersejarah Zabid**: Ditetapkan pada tahun 1993. Terletak di dekat pantai Laut Merah, Zabid adalah ibu kota Yaman dari abad ke-13 hingga ke-15 dan merupakan situs arkeologi dan sejarah yang penting. Universitasnya pernah menjadi pusat pembelajaran terkemuka di seluruh dunia Arab dan Islam, memainkan peran penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Sayangnya, Zabid dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya pada tahun 2000 karena ancaman dari pembangunan modern yang tidak terkontrol dan kerusakan pada bangunan bersejarahnya.
4. **Kepulauan Sokotra**: Ditetapkan pada tahun 2008. Terletak di Samudra Hindia, sekitar 350 km selatan Yaman, kepulauan ini terkenal karena keanekaragaman hayatinya yang luar biasa dan tingkat endemisme yang tinggi. Banyak spesies tumbuhan dan hewan di Sokotra tidak ditemukan di tempat lain di dunia, termasuk pohon darah naga (Dracaena cinnabari) yang ikonik. Selain kekayaan alamnya, Sokotra juga memiliki warisan budaya yang unik, termasuk bahasa Soqotri yang kuno. Meskipun relatif terisolasi dari konflik utama, Sokotra menghadapi ancaman dari perubahan iklim, pembangunan yang tidak berkelanjutan, dan potensi dampak dari ketidakstabilan regional.
Perang saudara saat ini telah meningkatkan risiko kerusakan pada semua situs Warisan Dunia ini, baik melalui kerusakan langsung akibat pertempuran, penjarahan, maupun penelantaran dan kurangnya dana untuk konservasi. UNESCO dan organisasi internasional lainnya telah menyuarakan keprihatinan mendalam dan menyerukan perlindungan warisan budaya Yaman. Upaya pelestarian sangat penting untuk melindungi aset tak ternilai ini bagi generasi mendatang, tetapi sangat bergantung pada tercapainya perdamaian dan stabilitas di negara tersebut.