1. Kehidupan dan Latar Belakang
Wolfhart Pannenberg menjalani kehidupan yang kaya akan pengalaman intelektual dan spiritual, yang membentuknya menjadi salah satu teolog paling berpengaruh di abad ke-20.
1.1. Kelahiran dan Masa Kecil
Pannenberg lahir pada tanggal 2 Oktober 1928 di Stettin, Jerman (sekarang Szczecin, Polandia). Ayahnya adalah seorang petugas bea cukai, yang menyebabkan keluarganya sering berpindah tempat. Meskipun ia dibaptis saat bayi di Gereja Injili (Lutheran), ia hampir tidak memiliki kontak dengan gereja pada tahun-tahun awalnya. Lingkungan keluarganya tidak terlalu religius, dan sejak remaja, ia tertarik pada pemikiran Friedrich Nietzsche, bahkan memiliki pandangan kritis terhadap Kekristenan.
Namun, pada usia sekitar 16 tahun, ia mengalami pengalaman religius yang intens, yang kemudian ia sebut sebagai "pengalaman cahaya"nya. Untuk memahami pengalaman ini, ia mulai mendalami karya-karya para filsuf dan pemikir agama besar. Seorang guru sastra sekolah menengah atasnya, yang merupakan anggota Gereja Pengakuan (Confessing Church) selama Perang Dunia II, mendorongnya untuk mempelajari Kekristenan secara mendalam. Hal ini mengarah pada "pertobatan intelektual" Pannenberg, di mana ia menyimpulkan bahwa Kekristenan adalah pilihan agama terbaik yang tersedia baginya. Pengalaman ini mendorongnya untuk mengabdikan diri pada panggilan sebagai seorang teolog. Pada tahun 1944, ia direkrut menjadi tentara Jerman dan pada tahun 1945, ia sempat menjadi tawanan perang Inggris sebelum kembali ke Jerman untuk melanjutkan studinya.
1.2. Pendidikan dan Karier Awal
Pannenberg menempuh pendidikan di berbagai universitas terkemuka di Jerman dan Swiss, termasuk Berlin, Göttingen, Heidelberg, dan Basel. Di Basel, ia belajar di bawah bimbingan Karl Barth, salah satu teolog paling berpengaruh pada abad ke-20.
Di Universitas Heidelberg, ia menulis disertasi doktoralnya pada tahun 1953 di bawah bimbingan Edmund Schlink (1903-1984), yang membahas pandangan predestinasi dalam karya Duns Scotus. Disertasi ini diterbitkan setahun kemudian. Pada tahun 1955, ia menyelesaikan Habilitationsschrift-nya yang berjudul "Analogi dan Wahyu," yang membahas hubungan antara analogi dan wahyu, khususnya konsep analogi dalam pengajaran pengetahuan tentang Tuhan.
Pada Juli 1956, Pannenberg ditahbiskan sebagai pendeta dan diundang untuk melayani di Gereja St. Petrus di Heidelberg. Setelah itu, ia memulai karier akademisnya sebagai profesor teologi sistematis di beberapa universitas. Antara tahun 1958 dan 1961, ia menjadi profesor di Kirchliche Hochschule WuppertalUniversitas Teologi WuppertalBahasa Jerman. Dari tahun 1961 hingga 1968, ia menjabat sebagai profesor di Universitas Mainz. Pada masa ini, ia juga menjadi profesor tamu di beberapa universitas di Amerika Serikat, termasuk Universitas Chicago (1963), Universitas Harvard (1966), dan Claremont School of Theology (1967).
Sejak tahun 1968 hingga pensiun pada tahun 1993, Pannenberg menjabat sebagai Profesor Teologi Sistematis di Universitas Munich. Selama masa jabatannya di Munich, ia mendirikan Institut untuk Teologi Fundamental dan Ekumenisme untuk mempromosikan dialog antara teologi Protestan dan Katolik. Ia meninggal pada usia 85 tahun pada 4 September 2014 di Munich. Sepanjang kariernya, Pannenberg dikenal sebagai penulis yang sangat produktif, dengan ratusan publikasi akademis atas namanya.

2. Pemikiran Teologis
Pemikiran teologis Wolfhart Pannenberg ditandai oleh pendekatan yang komprehensif dan interdisipliner, yang berupaya mengintegrasikan teologi dengan filsafat, sejarah, dan ilmu alam.
2.1. Wahyu sebagai Sejarah
Konsep inti dalam teologi Pannenberg adalah "Wahyu sebagai Sejarah." Ia berpendapat bahwa wahyu ilahi terjadi secara tidak langsung melalui tindakan sejarah Tuhan, bukan sebagai manifestasi langsung atau peristiwa trans-historis. Menurut Pannenberg, wahyu tidak ditemukan pada awal sejarah wahyu, melainkan pada akhirnya. Ini berarti bahwa peristiwa-peristiwa sejarah itu sendiri, terutama yang bersifat universal, menjadi sarana wahyu Tuhan.
Pannenberg mengkritik pandangan Karl Barth yang menganggap wahyu sebagai sesuatu yang trans-historis dan pandangan Rudolf Bultmann yang bersifat eksistensialis. Baginya, sejarah adalah tempat di mana Roh Kudus dan kebebasan terungkap, sebuah konsep yang dipengaruhi oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Namun, ia secara tegas menyatakan bahwa kebangkitan Kristus adalah wahyu proleptik (antisipatif) tentang apa yang akan terungkap dalam sejarah.
Tujuh proposisi doktrinal utama yang merangkum pemahaman Pannenberg tentang wahyu adalah:
- Menurut kesaksian Alkitab, wahyu diri Tuhan tidak terjadi secara langsung seperti teofani, melainkan secara tidak langsung melalui tindakan sejarah Tuhan.
- Wahyu ditemukan bukan pada awal sejarah wahyu, melainkan pada akhirnya.
- Wahyu sejarah, berbeda dengan manifestasi khusus keilahian, terbuka bagi semua manusia yang memiliki mata untuk melihat. Artinya, ia memiliki sifat universal.
- Wahyu universal keilahian Tuhan tidak terwujud dalam sejarah Israel secara penuh, tetapi baru terwujud dalam nasib Yesus dari Nazaret, di mana akhir dari seluruh sejarah terjadi secara antisipatif.
- Peristiwa Kristus tidak mengungkapkan keilahian Tuhan Israel sebagai peristiwa yang terisolasi, melainkan mengungkapkan keilahian Tuhan sejauh itu adalah bagian dari sejarah Tuhan dengan Israel.
- Pembentukan representasi wahyu non-Yahudi dalam gereja-gereja Gentil mengekspresikan universalitas wahyu diri eskatologis Tuhan dalam nasib Yesus.
- Firman berhubungan dengan wahyu sebagai nubuat, nasihat, dan pengumuman.
2.2. Kristologi dari Bawah
Pannenberg dikenal luas melalui karyanya Jesus: God and Man (Yesus: Allah dan Manusia), di mana ia membangun Kristologi "dari bawah." Metodologi ini berangkat dari penyelidikan historis kritis terhadap kehidupan Yesus dari Nazaret, terutama kebangkitan-Nya. Ia menolak Kristologi tradisional "dua hakikat" dari Konsili Kalsedon, lebih memilih untuk memandang pribadi Kristus secara dinamis dalam terang kebangkitan.
Bagi Pannenberg, kebangkitan adalah kunci identitas Kristus, dan ia membela historisitasnya, menekankan pengalaman Kristus yang bangkit dalam sejarah Gereja mula-mula daripada sekadar makam kosong. Pendekatan ini bertemu dengan respons yang beragam dari teolog neo-ortodoks dan liberal pada tahun 1960-an.
2.3. Akademisi dan Metodologi Teologi
Salah satu fokus utama dalam karier teologis Pannenberg adalah pembelaannya terhadap teologi sebagai disiplin akademis yang ketat dan ilmiah. Ia berpendapat bahwa teologi harus mampu berinteraksi secara kritis dengan filsafat, sejarah, dan terutama ilmu alam. Dalam karyanya Theology and the Philosophy of Science (Teologi dan Filsafat Ilmu), ia mengintegrasikan hasil-hasil filsafat ilmu kontemporer (seperti pemikiran Karl Popper dan Rudolf Carnap) untuk menunjukkan bahwa teologi bukanlah ilmu yang hanya dapat dipahami oleh orang beriman, melainkan ilmu yang memiliki validitas universal dan bersifat ilmiah.
Pannenberg juga melanjutkan perdebatan melawan Hans Blumenberg dalam apa yang disebut 'teorema sekularisasi'. Blumenberg menentang argumen Karl Löwith bahwa kemajuan adalah sekularisasi kepercayaan Ibrani dan Kristen, dan berargumen sebaliknya bahwa zaman modern, termasuk kepercayaannya pada kemajuan, tumbuh dari afirmasi diri sekuler baru budaya terhadap tradisi Kristen.
2.4. Konsep Teologis Utama
Pannenberg mengembangkan berbagai konsep teologis penting yang memperkaya pemikiran Kristen modern:
- Antropologi Teologis: Dalam karyanya Anthropology in Theological Perspective (Antropologi dalam Perspektif Teologis), Pannenberg memanfaatkan hasil-hasil antropologi filosofis (terutama dari Max Scheler, Arnold Gehlen, dan Helmuth Plessner). Namun, berbeda dengan filsafat, ia memahami manusia sebagai makhluk sejarah dari sudut pandang teologis.
- Eskatologi (Teori Titik Omega): Pandangan eskatologis Pannenberg menekankan pentingnya Penciptaan Baru sebagai penyatuan yang terfokus pada akhir waktu. Ia berpendapat bahwa waktu duniawi terkait dengan zaman yang penuh dosa, dan bahwa di dalam Penciptaan Baru akan ada kehadiran yang kekal, bukan konsep masa lalu, sekarang, dan masa depan yang terbatas. Pannenberg juga membela teologi dari fisikawan matematika Amerika, Frank J. Tipler, khususnya Teori Titik Omega-nya, yang mengusulkan bahwa alam semesta akan berakhir pada titik singularitas di mana semua informasi akan dihidupkan kembali, memungkinkan kebangkitan virtual.
- Teologi Sistematis: Karya monumental Pannenberg adalah Systematic Theology (Teologi Sistematis) tiga jilid, yang ia tulis dari tahun 1988 hingga 1993. Dalam karya ini, ia membela kebenaran iman Kristen dalam kerangka hermeneutika pengalaman makna universal dan historis. Posisi dasarnya adalah bahwa wahyu Tuhan secara tidak langsung ditunjukkan dalam keseluruhan tindakan sejarah Tuhan, yang mencakup kritik terhadap doktrin Karl Barth yang dimulai dari wahyu langsung. Kesadaran sejarah Pannenberg sangat dipengaruhi oleh filsafat sejarah Hegel.
- Volume 1 membahas pengantar teologi sistematis, pertanyaan tentang kebenaran doktrin Kristen, gagasan tentang Tuhan, realitas Tuhan dalam pengalaman agama-agama, wahyu Tuhan, Tritunggal, dan kesatuan esensi serta atribut Tuhan.
- Volume 2 mencakup penciptaan dunia, martabat dan kesengsaraan manusia, antropologi dan Kristologi, keilahian Yesus Kristus, dan rekonsiliasi dunia.
- Volume 3 membahas pencurahan Roh Kudus, Kerajaan Allah, Gereja, komunitas Mesias dan individu, pemilihan dan sejarah, serta penyempurnaan penciptaan dalam Kerajaan Allah.
- Teologi Alam: Pannenberg juga menyelidiki kemungkinan-kemungkinan baru untuk teologi alam, yang berupaya menemukan titik temu antara iman dan ilmu pengetahuan alam.
2.5. Dialog Teologis dan Posisi Sosial
Pannenberg secara aktif terlibat dalam dialog teologis dan mengambil posisi tegas dalam isu-isu sosial kontemporer.
- Ekumenisme: Ia sangat menekankan pentingnya ekumenisme dan mendirikan Institut Ekumenis di Universitas Munich dengan tujuan menyatukan gereja-gereja dalam iman. Ia juga mewakili Gereja Protestan Jerman dalam Komisi Iman dan Tata Gereja Dewan Gereja-gereja Sedunia (World Council of Churches/WCC) dari tahun 1975 hingga 1990. Ia berkontribusi pada dialog teologis antara Lutheran dan Katolik Roma.
- Homoseksualitas: Pannenberg adalah kritikus blak-blakan terhadap persetujuan hubungan homoseksual oleh Gereja Injili di Jerman. Ia bahkan menyatakan bahwa gereja yang menyetujui praktik homoseksual tidak lagi menjadi gereja sejati. Sebagai bentuk protes, ia mengembalikan Penghargaan Jasa Federal setelah penghargaan tersebut diberikan kepada seorang aktivis lesbian.
- Peran Teolog dan Gereja: Pannenberg percaya bahwa teolog profesional harus menjadi guru bagi komunitas mereka, memicu minat pada asal-usul dan sejarah Kekristenan. Ia berpendapat bahwa teolog harus membantu umat Kristen membuat penilaian yang mandiri dan matang tentang masalah-masalah sulit dalam iman Kristen. Ia juga menekankan bahwa misi Kristen harus menghilangkan jejak-jejak otoritarianisme masa lalu, yang seringkali menyebabkan penolakan luas terhadap misi di masyarakat. Gereja-gereja harus menjadi teladan bagi kemajuan martabat manusia di masyarakat.
3. Karya Utama
Wolfhart Pannenberg adalah seorang penulis yang sangat produktif. Berikut adalah beberapa karya kuncinya:
- Jesus: God and Man (1968): Ini adalah salah satu karyanya yang paling terkenal, di mana ia mengembangkan Kristologi "dari bawah," berangkat dari penyelidikan historis tentang kehidupan Yesus dari Nazaret dan menekankan kebangkitan-Nya sebagai kunci identitas Kristus.
- Revelation As History (1968): Sebuah volume yang ia edit, di mana ia dan rekan-rekannya menguraikan konsep wahyu sebagai peristiwa sejarah universal, bukan sebagai manifestasi langsung ilahi.
- Basic Questions in Theology (1969): Kumpulan esai yang membahas pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam teologi, termasuk epistemologi dan metodologi teologisnya.
- Theology and the Kingdom of God (1969): Membahas hubungan antara teologi dan konsep Kerajaan Allah.
- What Is Man? (1970): Menyelidiki antropologi dari perspektif teologis.
- The Apostles' Creed in Light of Today's Questions (1972): Sebuah tafsir Kredo Para Rasul yang relevan dengan pertanyaan-pertanyaan kontemporer.
- Theology and the Philosophy of Science (1976): Mempertahankan teologi sebagai disiplin akademis yang dapat berinteraksi secara kritis dengan filsafat ilmu.
- Faith and Reality (1977): Membahas signifikansi teologi dalam masyarakat modern di mana iman Kristen mungkin tidak lagi memiliki universalitas.
- Anthropology in Theological Perspective (1985): Mengembangkan antropologi teologisnya secara lebih mendalam, memanfaatkan wawasan dari antropologi filosofis.
- Systematic Theology (1988-1994): Karya monumental tiga jilid yang merupakan puncak dari pemikiran teologisnya, menyajikan argumen komprehensif tentang kebenaran iman Kristen dalam kerangka hermeneutika pengalaman makna universal dan historis.
- Toward a Theology of Nature (1993): Sebuah esai tentang ilmu pengetahuan dan iman, yang mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru untuk teologi alam.
- Ethics and Ecclesiology (1977, diterbitkan dalam dua bagian terjemahan Jepang: Christian Social Ethics dan The Mission of the Church in Modern Times): Membahas etika dan eklesiologi dari sudut pandang teologis.
- Metaphysics and the Idea of God (1988): Menjelaskan pandangan Pannenberg tentang metafisika dan gagasan tentang Tuhan.
- Analogy and Revelation (2007): Publikasi dari Habilitationsschrift-nya tahun 1955, dengan tambahan dua bab baru, yang secara kritis membahas konsep analogi dalam pengetahuan tentang Tuhan.
4. Evaluasi dan Pengaruh
Wolfhart Pannenberg menempati posisi akademis yang menonjol dalam lanskap teologi kontemporer. Pemikirannya telah memberikan pengaruh besar pada teologi dan gereja, terutama dalam mendorong dialog antara teologi dan ilmu pengetahuan, serta dalam mengembangkan Kristologi yang berakar pada sejarah.
Ia adalah salah satu teolog yang paling gigih dalam membela teologi sebagai disiplin ilmiah yang mampu berdialog dengan filsafat, sejarah, dan ilmu alam. Pendekatannya terhadap wahyu sebagai sejarah yang terbuka bagi semua, berpusat pada kebangkitan Kristus, telah memprovokasi perdebatan yang luas dan mendalam.
Meskipun pandangannya tentang homoseksualitas memicu kontroversi, Pannenberg tetap menjadi suara yang signifikan dalam etika Kristen dan ekumenisme. Ia sangat percaya pada pentingnya persatuan gereja dan secara aktif berpartisipasi dalam upaya-upaya ekumenis.
Pengaruhnya terlihat dalam keberlanjutan diskusi tentang hubungan antara iman dan nalar, sejarah dan eskatologi, serta teologi dan ilmu pengetahuan. Ia mendorong teolog untuk tidak hanya berfokus pada komunitas internal, tetapi juga untuk terlibat secara kritis dan konstruktif dengan dunia yang lebih luas. Ia juga menekankan bahwa gereja dan teolog memiliki tanggung jawab untuk membantu umat Kristen membuat penilaian yang matang tentang iman dan untuk menjadi teladan martabat manusia di masyarakat.
Pannenberg juga dikenal karena keterbukaannya terhadap pemikiran filosofis dan ilmiah, bahkan sampai membela Teori Titik Omega dari Frank J. Tipler, menunjukkan kesediaannya untuk mengeksplorasi batas-batas antara teologi, kosmologi, dan fisika. Karyanya yang ambisius, Systematic Theology, tetap menjadi salah satu pencapaian teologis terbesar di akhir abad ke-20, memberikan kerangka kerja komprehensif untuk memahami iman Kristen dalam konteks modern. Kunjungan singkatnya ke Korea Selatan atas undangan Daewoo Foundation juga menunjukkan jangkauan pengaruhnya yang global.