1. Nama
Nama Haiti memiliki akar sejarah yang dalam dan terkait erat dengan penduduk asli pulau tersebut. Proses penamaan dan perubahan nama mencerminkan perjalanan historis negara ini dari masa pra-kolonial hingga kemerdekaan.
1.1. Etimologi
Nama "Haiti" (juga dieja sebelumnya sebagai Hayti) berasal dari bahasa Taíno asli, yang berarti "tanah pegunungan tinggi". Ini adalah nama asli yang digunakan oleh suku Taíno untuk menyebut keseluruhan pulau Hispaniola. Nama ini kemudian dipulihkan oleh revolusioner Haiti, Jean-Jacques Dessalines, sebagai nama resmi Saint-Domingue yang merdeka, sebagai penghormatan kepada para pendahulu Amerindian (penduduk asli Amerika). Suku Taíno mungkin juga menggunakan Bohío sebagai nama lain untuk pulau tersebut.
Dalam bahasa Prancis, Haiti ditulis dengan tanda diakritik trema pada huruf "i" (Haïti) untuk menunjukkan bahwa vokal kedua diucapkan secara terpisah (mirip dengan kata naïve), sementara huruf "H" tidak diucapkan. Dalam bahasa Inggris, aturan pengucapan ini sering diabaikan, sehingga ejaan Haiti lebih umum digunakan. Terdapat berbagai anglikanisasi untuk pengucapannya seperti HIGH-ti, high-EE-ti, dan haa-EE-ti yang masih digunakan, tetapi HAY-ti adalah yang paling tersebar luas dan mapan. Dalam bahasa Prancis, julukan Haiti adalah "Mutiara Antilles" (La Perle des AntillesMutiara AntillenBahasa Prancis) karena keindahan alamnya dan kekayaan yang dihasilkannya untuk Kerajaan Prancis. Dalam bahasa Kreol Haiti, dieja dan diucapkan dengan y tetapi tanpa H: AyitiAyitiBahasa Haiti.
Teori lain mengenai nama Haiti adalah asal-usulnya dalam tradisi Afrika; dalam bahasa Fon, salah satu bahasa yang paling banyak digunakan oleh bossales (orang Haiti yang lahir di Afrika), Ayiti-Tomè berarti: "Mulai hari ini tanah ini adalah tanah kita." Di komunitas Haiti, negara ini memiliki beberapa julukan: Ayiti-Toma (seperti asalnya dari Ayiti Tomè), Ayiti-Cheri (Ayiti Sayangku), Tè-Desalin (Tanah Dessalines) atau Lakay (Rumah).
2. Sejarah
Sejarah Haiti adalah narasi kompleks yang mencakup periode pra-Columbus, kolonisasi Eropa yang brutal, revolusi budak yang monumental dan satu-satunya yang berhasil dalam sejarah dunia, serta perjuangan berkelanjutan untuk stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan penegakan hak asasi manusia di era pasca-kemerdekaan. Dampak sosial dari berbagai peristiwa sejarah, terutama pada kelompok rentan dan hak-hak dasar warga negara, menjadi fokus penting dalam memahami perjalanan bangsa ini.
2.1. Era Pra-Columbus

Pulau Hispaniola, di mana Haiti menempati tiga per delapan bagian baratnya, telah dihuni sejak sekitar 6.000 tahun yang lalu oleh penduduk asli Amerika yang diperkirakan datang dari Amerika Tengah atau utara Amerika Selatan. Orang-orang Zaman Arkais ini diperkirakan sebagian besar adalah pemburu-pengumpul. Selama milenium pertama SM, leluhur suku Taino yang berbahasa Arawak mulai bermigrasi ke Karibia. Berbeda dengan orang-orang Arkais, mereka mempraktikkan produksi tembikar dan pertanian secara intensif. Bukti paling awal dari leluhur suku Taino di Hispaniola adalah budaya Ostionoid, yang berasal dari sekitar tahun 600 M.
Dalam masyarakat Taíno, unit organisasi politik terbesar dipimpin oleh seorang cacique, atau kepala suku, sebagaimana dipahami oleh orang Eropa. Pada saat kontak dengan Eropa, pulau Hispaniola dibagi menjadi lima 'caciquedom': Magua di timur laut, Marien di barat laut, Jaragua di barat daya, Maguana di wilayah tengah Cibao, dan Higüey di tenggara.
Artefak budaya Taíno mencakup lukisan gua di beberapa lokasi di negara ini. Lukisan-lukisan ini telah menjadi simbol nasional Haiti dan objek wisata. Léogâne modern, yang dimulai sebagai kota kolonial Prancis di barat daya, berada di samping bekas ibu kota caciquedom Xaragua.
2.2. Era Kolonial
Era kolonial di Haiti ditandai oleh kedatangan bangsa Eropa yang mengubah secara drastis tatanan sosial, ekonomi, dan demografi pulau Hispaniola. Pemerintahan Spanyol dan Prancis silih berganti, masing-masing meninggalkan dampak signifikan, terutama terkait eksploitasi sumber daya alam, perlakuan terhadap penduduk asli, dan penerapan sistem perbudakan yang brutal.
2.2.1. Kekuasaan Spanyol (1492-1625)

Navigator Christopher Columbus mendarat di Haiti pada tanggal 6 Desember 1492, di sebuah wilayah yang ia namai Môle-Saint-Nicolas, dan mengklaim pulau tersebut untuk Mahkota Kastilia. Sembilan belas hari kemudian, kapalnya, Santa María, kandas di dekat lokasi Cap-Haïtien saat ini. Columbus meninggalkan 39 orang di pulau itu, yang mendirikan pemukiman La Navidad pada tanggal 25 Desember 1492. Hubungan dengan penduduk asli, yang awalnya baik, memburuk dan para pemukim kemudian dibunuh oleh suku Taíno.
Para pelaut membawa penyakit menular endemik Eurasia, menyebabkan epidemi yang menewaskan sejumlah besar penduduk asli. Wabah cacar pertama yang tercatat di Amerika meletus di Hispaniola pada tahun 1507. Jumlah mereka semakin berkurang karena kekejaman sistem encomienda encomiendaenkomiendaBahasa Spanyol, di mana Spanyol memaksa penduduk asli untuk bekerja di tambang emas dan perkebunan.
Spanyol mengesahkan Undang-Undang Burgos (1512-1513), yang melarang penganiayaan terhadap penduduk asli, mendukung konversi mereka ke Katolik, dan memberikan kerangka hukum untuk encomiendas encomiendasenkomiendasBahasa Spanyol. Penduduk asli dibawa ke situs-situs ini untuk bekerja di perkebunan atau industri tertentu.
Ketika Spanyol memfokuskan kembali upaya kolonisasi mereka pada kekayaan yang lebih besar di daratan Amerika Tengah dan Selatan, Hispaniola sebagian besar menjadi pos perdagangan dan pengisian bahan bakar. Akibatnya, pembajakan menjadi meluas, didorong oleh kekuatan Eropa yang memusuhi Spanyol seperti Prancis (yang berbasis di Île de la Tortue) dan Inggris. Spanyol sebagian besar meninggalkan sepertiga barat pulau itu, memfokuskan upaya kolonisasi mereka pada dua pertiga timur. Bagian barat pulau itu kemudian secara bertahap dihuni oleh para bajak laut Prancis; di antara mereka adalah Bertrand d'Ogeron, yang berhasil menanam tembakau dan merekrut banyak keluarga kolonial Prancis dari Martinique dan Guadeloupe. Pada tahun 1697, Prancis dan Spanyol menyelesaikan permusuhan mereka di pulau itu melalui Traktat Ryswick tahun 1697, yang membagi Hispaniola di antara mereka.
2.2.2. Kekuasaan Prancis (1625-1804)
Prancis menerima sepertiga bagian barat pulau dan kemudian menamakannya Saint-Domingue, padanan Prancis untuk Santo Domingo, koloni Spanyol di Hispaniola. Prancis mulai membangun perkebunan gula dan kopi, yang dikerjakan oleh sejumlah besar budak yang diimpor dari Afrika, dan Saint-Domingue tumbuh menjadi kepemilikan kolonial terkaya mereka, menghasilkan 40% perdagangan luar negeri Prancis dan melipatgandakan kekayaan yang dihasilkan oleh semua koloni Inggris jika digabungkan.
Pemukim Prancis kalah jumlah dengan budak hampir 10 banding 1. Menurut Sensus 1788, populasi Haiti terdiri dari hampir 25.000 orang Eropa, 22.000 orang kulit berwarna bebas, dan 700.000 orang Afrika dalam perbudakan. Sebaliknya, pada tahun 1763 populasi kulit putih Kanada Prancis, wilayah yang jauh lebih besar, hanya berjumlah 65.000 orang. Di utara pulau, para budak mampu mempertahankan banyak ikatan dengan budaya, agama, dan bahasa Afrika; ikatan ini terus diperbarui oleh orang Afrika yang baru diimpor. Beberapa orang Afrika Barat yang diperbudak mempertahankan kepercayaan Vodou tradisional mereka dengan secara diam-diam menyinkretiskannya dengan Katolik.
Prancis memberlakukan Code Noir ("Kode Hitam"), yang disiapkan oleh Jean-Baptiste Colbert dan diratifikasi oleh Louis XIV, yang menetapkan aturan tentang perlakuan terhadap budak dan kebebasan yang diizinkan. Saint-Domingue telah digambarkan sebagai salah satu koloni budak yang paling brutal dan efisien; pada akhir abad kedelapan belas, ia memasok dua pertiga dari hasil bumi tropis Eropa sementara sepertiga dari orang Afrika yang baru diimpor meninggal dalam beberapa tahun. Banyak budak meninggal karena penyakit seperti cacar dan demam tifoid. Mereka memiliki tingkat kelahiran yang rendah, dan ada bukti bahwa beberapa wanita melakukan aborsi janin daripada melahirkan anak dalam ikatan perbudakan. Lingkungan koloni juga menderita, karena hutan ditebang untuk membuka jalan bagi perkebunan dan tanah diolah secara berlebihan untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi pemilik perkebunan Prancis.

Seperti di koloni Louisiana-nya, pemerintah kolonial Prancis mengizinkan beberapa hak bagi orang kulit berwarna bebas (gens de couleurorang kulit berwarna bebasBahasa Prancis), keturunan ras campuran dari penjajah pria Eropa dan wanita Afrika yang diperbudak (dan kemudian, wanita ras campuran). Seiring waktu, banyak yang dibebaskan dari perbudakan dan mereka membentuk kelas sosial yang terpisah. Ayah Kreol kulit putih Prancis sering mengirim putra-putra ras campuran mereka ke Prancis untuk pendidikan mereka. Beberapa pria kulit berwarna diterima di militer. Lebih banyak orang kulit berwarna bebas tinggal di selatan pulau, dekat Port-au-Prince, dan banyak yang menikah dalam komunitas mereka. Mereka sering bekerja sebagai pengrajin dan pedagang, dan mulai memiliki beberapa properti, termasuk budak mereka sendiri. Orang kulit berwarna bebas mengajukan petisi kepada pemerintah kolonial untuk memperluas hak-hak mereka.
Kekejaman kehidupan budak menyebabkan banyak orang yang diperbudak melarikan diri ke daerah pegunungan, di mana mereka mendirikan komunitas otonom mereka sendiri dan dikenal sebagai maroon. Salah satu pemimpin maroon, François Mackandal, memimpin pemberontakan pada tahun 1750-an; namun, ia kemudian ditangkap dan dieksekusi oleh Prancis.
2.3. Revolusi Haiti (1791-1804)

Terinspirasi oleh Revolusi Prancis tahun 1789 dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, para pemukim Prancis dan orang kulit berwarna bebas menuntut kebebasan politik yang lebih besar dan lebih banyak hak-hak sipil. Ketegangan antara kedua kelompok ini menyebabkan konflik, karena milisi orang kulit berwarna bebas didirikan pada tahun 1790 oleh Vincent Ogé, yang mengakibatkan penangkapan, penyiksaan, dan eksekusinya. Merasakan sebuah peluang, pada bulan Agustus 1791 pasukan budak pertama dibentuk di Haiti utara di bawah kepemimpinan Toussaint Louverture yang terinspirasi oleh houngan (pendeta) Vodou, Boukman, dan didukung oleh Spanyol di Santo Domingo - tak lama kemudian pemberontakan budak besar-besaran telah meletus di seluruh koloni.
Pada tahun 1792, pemerintah Prancis mengirim tiga komisaris dengan pasukan untuk membangun kembali kontrol; untuk membangun aliansi dengan gens de couleur dan para budak, komisaris Léger-Félicité Sonthonax dan Étienne Polverel menghapuskan perbudakan di koloni tersebut. Enam bulan kemudian, Konvensi Nasional, yang dipimpin oleh Maximilien de Robespierre dan Jakobin, mendukung penghapusan dan memperluasnya ke semua koloni Prancis.
Amerika Serikat, yang merupakan republik baru itu sendiri, berosilasi antara mendukung atau tidak mendukung Toussaint Louverture dan negara Haiti yang baru muncul, tergantung pada siapa yang menjadi Presiden AS. Washington, yang merupakan seorang pemilik budak dan isolasionis, menjaga Amerika Serikat tetap netral, meskipun warga AS swasta terkadang memberikan bantuan kepada para pemilik perkebunan Prancis yang mencoba memadamkan pemberontakan. John Adams, seorang penentang keras perbudakan, sepenuhnya mendukung pemberontakan budak dengan memberikan pengakuan diplomatik, dukungan keuangan, amunisi, dan kapal perang (termasuk USS Constitution) mulai tahun 1798. Dukungan ini berakhir pada tahun 1801 ketika Jefferson, presiden pemilik budak lainnya, menjabat dan menarik Angkatan Laut AS.
Dengan dihapuskannya perbudakan, Toussaint Louverture berjanji setia kepada Prancis, dan ia melawan pasukan Inggris dan Spanyol yang telah memanfaatkan situasi dan menyerbu Saint-Domingue. Spanyol kemudian terpaksa menyerahkan bagian pulau mereka kepada Prancis berdasarkan ketentuan Perdamaian Basel pada tahun 1795, menyatukan pulau itu di bawah satu pemerintahan. Namun, pemberontakan terhadap pemerintahan Prancis meletus di timur, dan di barat terjadi pertempuran antara pasukan Louverture dan orang kulit berwarna bebas yang dipimpin oleh André Rigaud dalam Perang Pisau (1799-1800). Dukungan Amerika Serikat untuk orang kulit hitam dalam perang tersebut berkontribusi pada kemenangan mereka atas kaum mulatto. Lebih dari 25.000 orang kulit putih dan kulit hitam bebas meninggalkan pulau itu sebagai pengungsi.

Setelah Louverture menciptakan konstitusi separatis dan memproklamasikan dirinya sebagai gubernur jenderal seumur hidup, Napoléon Bonaparte pada tahun 1802 mengirim ekspedisi yang terdiri dari 20.000 tentara dan sejumlah pelaut di bawah komando saudara iparnya, Charles Leclerc, untuk menegaskan kembali kontrol Prancis. Prancis mencapai beberapa kemenangan, tetapi dalam beberapa bulan sebagian besar tentara mereka telah meninggal karena demam kuning. Akhirnya lebih dari 50.000 tentara Prancis tewas dalam upaya untuk merebut kembali koloni tersebut, termasuk 18 jenderal. Prancis berhasil menangkap Louverture, membawanya ke Prancis untuk diadili. Ia dipenjarakan di Fort de Joux, di mana ia meninggal pada tahun 1803 karena paparan dan kemungkinan tuberkulosis.

Para budak, bersama dengan gens de couleurorang kulit berwarna bebasBahasa Prancis dan sekutu, melanjutkan perjuangan mereka untuk kemerdekaan, dipimpin oleh jenderal Jean-Jacques Dessalines, Alexandre Pétion, dan Henry Christophe. Para pemberontak akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Prancis secara telak di Pertempuran Vertières pada tanggal 18 November 1803, mendirikan negara pertama yang berhasil memperoleh kemerdekaan melalui pemberontakan budak. Di bawah komando keseluruhan Dessalines, tentara Haiti menghindari pertempuran terbuka, dan sebaliknya melakukan kampanye gerilya yang sukses melawan pasukan Napoleon, bekerja sama dengan penyakit seperti demam kuning untuk mengurangi jumlah tentara Prancis. Kemudian pada tahun itu Prancis menarik sisa 7.000 pasukannya dari pulau itu dan Napoleon menyerah pada idenya untuk membangun kembali kerajaan Amerika Utara, menjual Louisiana kepada Amerika Serikat, dalam Pembelian Louisiana.
Sepanjang revolusi, diperkirakan 20.000 tentara Prancis meninggal karena demam kuning, sementara 37.000 lainnya tewas dalam tugas, melebihi total tentara Prancis yang tewas dalam berbagai kampanye kolonial abad ke-19 di Aljazair, Meksiko, Indochina, Tunisia, dan Afrika Barat, yang mengakibatkan sekitar 10.000 tentara Prancis tewas dalam tugas jika digabungkan. Inggris menderita 45.000 kematian. Selain itu, 350.000 mantan budak Haiti tewas. Dalam prosesnya, Dessalines bisa dibilang menjadi komandan militer paling sukses dalam perjuangan melawan Prancis Napoleon. Revolusi Haiti tidak hanya menandai lahirnya sebuah bangsa baru tetapi juga memberikan pukulan telak terhadap sistem perbudakan global dan menginspirasi gerakan-gerakan kemerdekaan lainnya di seluruh benua Amerika dan dunia. Signifikansinya bagi hak asasi manusia dan penghapusan perbudakan sangat besar, menjadikannya salah satu peristiwa paling transformatif dalam sejarah modern.
2.4. Era Kemerdekaan Awal (1804-1915)
Setelah meraih kemerdekaan yang heroik, Haiti memasuki abad ke-19 dengan tantangan yang kompleks. Pendirian kekaisaran, perpecahan dan reunifikasi negara, beban ganti rugi yang berat kepada Prancis, hubungan yang tegang dengan negara tetangga, serta kekacauan politik yang berkepanjangan menjadi ciri khas periode ini. Semua faktor ini berdampak signifikan pada stabilitas sosial dan upaya pembangunan bangsa yang baru merdeka, sekaligus menguji ketahanan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diperjuangkan dalam revolusi.
2.4.1. Kekaisaran Pertama (1804-1806)

Kemerdekaan Saint-Domingue diproklamasikan dengan nama asli 'Haiti' oleh Jean-Jacques Dessalines pada tanggal 1 Januari 1804 di Gonaïves dan ia diproklamasikan sebagai "Kaisar Seumur Hidup" sebagai Kaisar Jacques I oleh pasukannya. Dessalines pada awalnya menawarkan perlindungan kepada para penanam kulit putih dan lainnya. Namun, begitu berkuasa, ia memerintahkan genosida terhadap hampir semua orang kulit putih yang tersisa; antara Januari dan April 1804, 3.000 hingga 5.000 orang kulit putih dibunuh, termasuk mereka yang telah bersahabat dan bersimpati kepada penduduk kulit hitam. Hanya tiga kategori orang kulit putih yang dipilih sebagai pengecualian dan selamat: tentara Polandia, beberapa di antaranya telah membelot dari tentara Prancis dan berperang bersama pemberontak Haiti; kelompok kecil penjajah Jerman yang diundang ke wilayah barat laut; dan sekelompok dokter medis dan profesional. Dilaporkan, orang-orang yang memiliki koneksi dengan perwira di tentara Haiti juga selamat, serta wanita yang setuju untuk menikah dengan pria non-kulit putih.
Khawatir akan dampak potensial yang dapat ditimbulkan oleh pemberontakan budak di negara bagian budak, Presiden AS Thomas Jefferson menolak untuk mengakui republik baru tersebut. Para politisi Selatan yang merupakan blok suara yang kuat di Kongres Amerika mencegah pengakuan AS selama beberapa dekade sampai mereka menarik diri pada tahun 1861 untuk membentuk Konfederasi.
Revolusi menyebabkan gelombang emigrasi. Pada tahun 1809, 9.000 pengungsi dari Saint-Domingue, baik penanam kulit putih maupun orang kulit berwarna, menetap secara massal di New Orleans, menggandakan populasi kota, setelah diusir dari tempat perlindungan awal mereka di Kuba oleh otoritas Spanyol. Selain itu, para budak yang baru tiba menambah populasi Afrika di kota itu.
Sistem perkebunan didirikan kembali di Haiti, meskipun dengan upah; namun, banyak orang Haiti terpinggirkan dan membenci cara yang berat tangan dalam menegakkannya dalam politik negara baru itu. Gerakan pemberontak terpecah, dan Dessalines dibunuh oleh saingannya pada tanggal 17 Oktober 1806. Pembunuhan Dessalines menandai akhir dari Kekaisaran Pertama dan membuka babak baru ketidakstabilan, namun warisannya sebagai pendiri bangsa dan simbol perlawanan terhadap perbudakan tetap kuat, meskipun metode pemerintahannya kontroversial dan berdampak negatif pada struktur sosial pasca-revolusi yang rapuh.
2.4.2. Perpecahan Negara dan Reunifikasi (1806-1844)

Setelah kematian Dessalines, Haiti terpecah menjadi dua, dengan Kerajaan Haiti di utara yang dipimpin oleh Henri Christophe, yang kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Henri I, dan sebuah republik di selatan yang berpusat di Port-au-Prince, dipimpin oleh Alexandre Pétion, seorang homme de couleur (pria kulit berwarna). Republik Pétion kurang absolutis, dan ia memulai serangkaian reformasi tanah yang menguntungkan kelas petani. Presiden Pétion juga memberikan bantuan militer dan keuangan kepada pemimpin revolusioner Simón Bolívar, yang sangat penting dalam memungkinkannya membebaskan Kewalirajaan Granada Baru. Sementara itu, Prancis, yang berhasil mempertahankan kontrol yang genting atas Hispaniola timur, dikalahkan oleh pemberontak yang dipimpin oleh Juan Sánchez Ramírez, dan wilayah tersebut kembali ke pemerintahan Spanyol pada tahun 1809 setelah Pertempuran Palo Hincado.

Mulai tahun 1821, Presiden Jean-Pierre Boyer, juga seorang homme de couleur dan penerus Pétion, menyatukan kembali pulau itu setelah bunuh diri Henry Christophe. Setelah Santo Domingo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Spanyol pada tanggal 30 November 1821, Boyer menyerbu, berusaha untuk menyatukan seluruh pulau dengan paksa dan mengakhiri perbudakan di Santo Domingo.
Berjuang untuk menghidupkan kembali ekonomi pertanian untuk menghasilkan tanaman komoditas, Boyer mengesahkan Kode Pedesaan, yang menolak hak buruh tani untuk meninggalkan tanah, memasuki kota, atau memulai pertanian atau toko sendiri, menyebabkan banyak kebencian karena sebagian besar petani ingin memiliki pertanian sendiri daripada bekerja di perkebunan. Kebijakan agraria ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan produksi, seringkali mengabaikan hak-hak dan aspirasi warga negara, terutama petani kecil.
Mulai September 1824, lebih dari 6.000 Afrika-Amerika bermigrasi ke Haiti, dengan transportasi dibayar oleh kelompok filantropi Amerika yang fungsinya mirip dengan American Colonization Society dan upayanya di Liberia. Banyak yang menganggap kondisinya terlalu keras dan kembali ke Amerika Serikat.
Pada bulan Juli 1825, Raja Charles X dari Prancis, selama periode restorasi Monarki Prancis, mengirim armada untuk menaklukkan kembali Haiti. Di bawah tekanan, Presiden Boyer menyetujui sebuah perjanjian di mana Prancis secara resmi mengakui kemerdekaan negara itu dengan imbalan pembayaran 150 juta franc. Dengan perintah tanggal 17 April 1826, Raja Prancis melepaskan hak kedaulatannya dan secara resmi mengakui kemerdekaan Haiti. Pembayaran paksa kepada Prancis menghambat pertumbuhan ekonomi Haiti selama bertahun-tahun, diperburuk oleh fakta bahwa banyak negara Barat terus menolak pengakuan diplomatik resmi kepada Haiti; Inggris mengakui kemerdekaan Haiti pada tahun 1833, dan Amerika Serikat baru pada tahun 1862. Haiti meminjam banyak dari bank-bank Barat dengan suku bunga yang sangat tinggi untuk membayar utang tersebut. Meskipun jumlah ganti rugi dikurangi menjadi 90 juta pada tahun 1838, pada tahun 1900 80% pengeluaran pemerintah Haiti adalah untuk pembayaran utang dan negara itu baru selesai membayarnya pada tahun 1947. Beban ganti rugi ini merupakan salah satu faktor utama yang menghambat pembangunan sosial dan ekonomi Haiti, serta memperburuk kondisi hak-hak ekonomi warganya.
2.4.3. Kehilangan Wilayah Timur dan Kekaisaran Kedua (1844-1859)

Setelah kehilangan dukungan dari elit Haiti, Boyer digulingkan pada tahun 1843, dan Charles Rivière-Hérard menggantikannya sebagai presiden. Pasukan nasionalis Dominika di Hispaniola timur yang dipimpin oleh Juan Pablo Duarte merebut kendali Santo Domingo pada tanggal 27 Februari 1844. Pasukan Haiti, yang tidak siap menghadapi pemberontakan besar, menyerah kepada para pemberontak, yang secara efektif mengakhiri kekuasaan Haiti atas Hispaniola timur. Pada bulan Maret, Rivière-Hérard berusaha untuk menerapkan kembali otoritasnya, tetapi pasukan Dominika menimbulkan kerugian besar. Rivière-Hérard dicopot dari jabatannya oleh hierarki mulatto dan digantikan oleh jenderal tua Philippe Guerrier, yang menjabat sebagai presiden pada tanggal 3 Mei 1844.
Guerrier meninggal pada bulan April 1845, dan digantikan oleh Jenderal Jean-Louis Pierrot. Tugas paling mendesak Pierrot sebagai presiden baru adalah untuk memeriksa serangan pasukan Dominika, yang mengganggu pasukan Haiti. Kapal perang Dominika juga melakukan perampasan di pantai Haiti. Presiden Pierrot memutuskan untuk membuka kampanye melawan pasukan Dominika, yang ia anggap hanya sebagai pemberontak; namun, serangan Haiti tahun 1845 dihentikan di perbatasan.
Pada tanggal 1 Januari 1846, Pierrot mengumumkan kampanye baru untuk menerapkan kembali kedaulatan Haiti atas Hispaniola timur, tetapi para perwira dan pasukannya menyambut panggilan baru ini dengan hinaan. Jadi, sebulan kemudian - Februari 1846 - ketika Pierrot memerintahkan pasukannya untuk berbaris melawan pasukan Dominika, tentara Haiti memberontak, dan para prajuritnya memproklamasikan penggulingannya sebagai presiden republik. Dengan perang melawan Dominika yang menjadi sangat tidak populer di Haiti, di luar kekuasaan presiden baru, Jenderal Jean-Baptiste Riché, untuk melancarkan invasi lain.
Pada tanggal 27 Februari 1847, Presiden Riché meninggal setelah hanya setahun berkuasa dan digantikan oleh seorang perwira yang tidak dikenal, Jenderal Faustin Soulouque. Selama dua tahun pertama pemerintahan Soulouque, konspirasi dan oposisi yang dihadapinya dalam mempertahankan kekuasaan begitu banyak sehingga pasukan Dominika diberi ruang bernapas lebih lanjut untuk mengkonsolidasikan kemerdekaan mereka. Tetapi, ketika pada tahun 1848 Prancis akhirnya mengakui Republik Dominika sebagai negara merdeka dan bebas dan secara sementara menandatangani perjanjian damai, persahabatan, perdagangan, dan navigasi, Haiti segera memprotes, mengklaim perjanjian itu sebagai serangan terhadap keamanan mereka sendiri. Soulouque memutuskan untuk menyerang Republik baru sebelum Pemerintah Prancis dapat meratifikasi perjanjian tersebut.
Pada tanggal 21 Maret 1849, tentara Haiti menyerang garnisun Dominika di Las Matas. Para pembela yang kehilangan semangat hampir tidak memberikan perlawanan sebelum meninggalkan senjata mereka. Soulouque terus maju, merebut San Juan. Ini hanya menyisakan kota Azua sebagai benteng Dominika yang tersisa antara tentara Haiti dan ibu kota. Pada tanggal 6 April, Azua jatuh ke tangan tentara Haiti yang berkekuatan 18.000 orang, dengan serangan balasan Dominika berkekuatan 5.000 orang gagal mengusir mereka. Jalan menuju Santo Domingo sekarang terbuka. Tetapi berita tentang ketidakpuasan yang ada di Port-au-Prince, yang sampai ke Soulouque, menghentikan kemajuannya lebih lanjut dan menyebabkannya kembali dengan tentara ke ibu kotanya.
Didorong oleh mundurnya tiba-tiba tentara Haiti, pasukan Dominika melakukan serangan balasan. Armada mereka sampai sejauh Dame-Marie di pantai barat Haiti, yang merekajarah dan bakar. Setelah kampanye Haiti lainnya pada tahun 1855, Inggris dan Prancis melakukan intervensi dan memperoleh gencatan senjata atas nama pasukan Dominika, yang mendeklarasikan kemerdekaan sebagai Republik Dominika. Penderitaan yang dialami para prajurit selama kampanye tahun 1855, serta kerugian dan pengorbanan yang ditimpakan pada negara tanpa menghasilkan kompensasi atau hasil praktis apa pun, memicu ketidakpuasan besar. Pada tahun 1858 sebuah revolusi dimulai, dipimpin oleh Jenderal Fabre Geffrard, Adipati Tabara. Pada bulan Desember tahun itu, Geffrard mengalahkan Tentara Kekaisaran dan merebut kendali sebagian besar negara. Akibatnya, Kaisar turun tahta pada tanggal 15 Januari 1859. Faustin diasingkan dan Jenderal Geffrard menggantikannya sebagai presiden. Kebijakan dalam dan luar negeri pada masa Kekaisaran Kedua di bawah Kaisar Faustin Soulouque, termasuk ambisinya untuk menguasai kembali wilayah timur, berdampak negatif pada hubungan regional dan memperburuk stabilitas internal Haiti, menambah penderitaan rakyat dan menghambat kemajuan sosial.
2.4.4. Akhir Abad ke-19 hingga Awal Abad ke-20

Periode setelah penggulingan Soulouque hingga pergantian abad merupakan periode yang penuh gejolak bagi Haiti, dengan serangan ketidakstabilan politik yang berulang. Presiden Geffrard digulingkan dalam kudeta pada tahun 1867, begitu pula penggantinya, Sylvain Salnave, pada tahun 1869. Di bawah Kepresidenan Michel Domingue (1874-76), hubungan dengan Republik Dominika meningkat secara dramatis dengan penandatanganan perjanjian, di mana kedua belah pihak mengakui kemerdekaan pihak lain. Beberapa modernisasi ekonomi dan infrastruktur juga terjadi pada periode ini, terutama di bawah Kepresidenan Lysius Salomon (1879-1888) dan Florvil Hyppolite (1889-1896).
Hubungan Haiti dengan kekuatan luar sering tegang. Pada tahun 1889, Amerika Serikat berusaha memaksa Haiti untuk mengizinkan pembangunan pangkalan angkatan laut di Môle Saint-Nicolas, yang ditentang keras oleh Presiden Hyppolite. Pada tahun 1892, pemerintah Jerman mendukung penindasan gerakan reformasi Anténor Firmin, dan pada tahun 1897, Jerman menggunakan diplomasi kapal perang untuk mengintimidasi dan kemudian mempermalukan pemerintah Haiti pimpinan Presiden Tirésias Simon Sam (1896-1902) selama Insiden Lüders.
Pada dekade-dekade pertama abad ke-20, Haiti mengalami ketidakstabilan politik yang besar dan berhutang banyak kepada Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Serangkaian kepresidenan yang berumur pendek datang dan pergi: Presiden Pierre Nord Alexis dipaksa turun dari kekuasaan pada tahun 1908, begitu pula penggantinya François C. Antoine Simon pada tahun 1911; Presiden Cincinnatus Leconte (1911-12) tewas dalam ledakan (mungkin disengaja) di Istana Nasional; Michel Oreste (1913-14) digulingkan dalam kudeta, begitu pula penggantinya Oreste Zamor pada tahun 1914. Ketidakstabilan politik yang berkelanjutan ini secara serius menghambat perkembangan sosial dan kedaulatan negara, membuka jalan bagi campur tangan asing yang lebih lanjut.
2.5. Pendudukan Amerika Serikat (1915-1934)
Jerman meningkatkan pengaruhnya di Haiti pada periode ini, dengan komunitas kecil pemukim Jerman yang memiliki pengaruh tidak proporsional dalam ekonomi Haiti. Pengaruh Jerman ini memicu kekhawatiran di Amerika Serikat, yang juga telah banyak berinvestasi di negara itu, dan pemerintahnya membela hak mereka untuk menentang campur tangan asing di Amerika di bawah Doktrin Monroe. Pada bulan Desember 1914, Amerika Serikat menarik $500.000 dari Bank Nasional Haiti, tetapi bukannya menyitanya untuk membantu membayar utang, uang itu ditarik untuk disimpan dengan aman di New York, sehingga memberikan Amerika Serikat kendali atas bank tersebut dan mencegah kekuatan lain melakukannya. Ini memberikan dasar keuangan yang stabil untuk membangun ekonomi, dan memungkinkan utang untuk dilunasi.
Pada tahun 1915, Presiden baru Haiti, Vilbrun Guillaume Sam, berusaha memperkuat pemerintahannya yang lemah dengan eksekusi massal terhadap 167 tahanan politik. Kemarahan atas pembunuhan tersebut menyebabkan kerusuhan, dan Sam ditangkap dan dibunuh oleh massa yang main hakim sendiri. Khawatir akan kemungkinan intervensi asing, atau munculnya pemerintahan baru yang dipimpin oleh politisi Haiti anti-Amerika Rosalvo Bobo, Presiden Woodrow Wilson mengirim Marinir AS ke Haiti pada bulan Juli 1915. Kapal USS Washington (ACR-11), di bawah Laksamana Muda Caperton, tiba di Port-au-Prince dalam upaya untuk memulihkan ketertiban dan melindungi kepentingan AS. Dalam beberapa hari, Marinir telah mengambil alih kendali ibu kota beserta bank dan bea cukainya. Marinir memberlakukan darurat militer dan menyensor pers secara ketat. Dalam beberapa minggu, presiden Haiti pro-AS yang baru, Philippe Sudré Dartiguenave, dilantik dan konstitusi baru ditulis yang menguntungkan kepentingan Amerika Serikat. Konstitusi tersebut (ditulis oleh calon Presiden AS Franklin D. Roosevelt) mencakup klausul yang mengizinkan, untuk pertama kalinya, kepemilikan tanah asing di Haiti, yang ditentang keras oleh legislatif dan warga Haiti.

Pendudukan tersebut meningkatkan beberapa infrastruktur Haiti dan memusatkan kekuasaan di Port-au-Prince. Jalan sepanjang 1.70 K km dibuat dapat digunakan, 189 jembatan dibangun, banyak kanal irigasi direhabilitasi, rumah sakit, sekolah, dan gedung-gedung publik dibangun, dan air minum dibawa ke kota-kota utama. Pendidikan pertanian diorganisir, dengan sekolah pertanian pusat dan 69 pertanian di negara itu. Namun, banyak proyek infrastruktur dibangun menggunakan sistem kerja paksa (corvée) yang memungkinkan pemerintah/pasukan pendudukan mengambil orang dari rumah dan pertanian mereka, dengan todongan senjata jika perlu, untuk membangun jalan, jembatan, dll. secara paksa, sebuah proses yang sangat dibenci oleh rakyat Haiti biasa. Sisal juga diperkenalkan ke Haiti, dan tebu serta kapas menjadi ekspor yang signifikan, meningkatkan kemakmuran. Kaum tradisionalis Haiti, yang berbasis di daerah pedesaan, sangat menentang perubahan yang didukung AS, sementara elit perkotaan, yang biasanya ras campuran, menyambut baik pertumbuhan ekonomi, tetapi menginginkan lebih banyak kontrol politik. Bersama-sama mereka membantu mengamankan berakhirnya pendudukan pada tahun 1934, di bawah Kepresidenan Sténio Vincent (1930-1941). Utang-utang masih belum lunas, meskipun berkurang karena meningkatnya kemakmuran, dan penasihat keuangan-penerima umum AS menangani anggaran hingga tahun 1941.
Marinir AS dijiwai dengan jenis paternalisme khusus terhadap orang Haiti "yang diungkapkan dalam metafora hubungan seorang ayah dengan anak-anaknya." Oposisi bersenjata terhadap kehadiran AS dipimpin oleh cacos di bawah komando Charlemagne Péralte; penangkapan dan eksekusinya pada tahun 1919 memberinya status martir nasional. Selama sidang Senat pada tahun 1921, komandan Korps Marinir melaporkan bahwa, dalam 20 bulan kerusuhan aktif, 2.250 orang Haiti telah terbunuh. Namun, dalam sebuah laporan kepada Sekretaris Angkatan Laut, ia melaporkan jumlah korban tewas sebanyak 3.250. Sejarawan Haiti mengklaim jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi, tetapi ini tidak didukung oleh sebagian besar sejarawan di luar Haiti. Pendudukan ini, meskipun membawa beberapa modernisasi, juga meninggalkan warisan berupa penindasan terhadap perlawanan lokal, pelanggaran hak-hak buruh melalui sistem kerja paksa, dan pengikisan kedaulatan Haiti yang berdampak jangka panjang pada perkembangan sosial dan politik negara tersebut.
2.6. Era Pasca-Pendudukan (1934-1957)
Setelah pasukan AS pergi pada tahun 1934, diktator Dominika Rafael Trujillo menggunakan sentimen anti-Haiti sebagai alat nasionalis. Pada tahun 1937, dalam sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Pembantaian Peterseli, ia memerintahkan pasukannya untuk membunuh orang Haiti yang tinggal di sisi perbatasan Dominika. Beberapa peluru digunakan; sebaliknya, 20.000-30.000 orang Haiti dipukuli dan ditusuk bayonet, lalu digiring ke laut, di mana hiu menyelesaikan apa yang telah dimulai Trujillo. Pembantaian tanpa pandang bulu ini terjadi selama lima hari.
Presiden Haiti Vincent, di bawah tekanan AS karena tindakannya yang semakin diktator, mengundurkan diri pada tahun 1941 dan digantikan oleh Élie Lescot (1941-46). Pada tahun 1941, selama Perang Dunia Kedua, Lescot menyatakan perang terhadap Jepang (8 Desember), Jerman (12 Desember), Italia (12 Desember), Bulgaria (24 Desember), Hungaria (24 Desember), dan Rumania (24 Desember). Dari enam negara Poros ini, hanya Rumania yang membalas, menyatakan perang terhadap Haiti pada hari yang sama (24 Desember 1941). Pada tanggal 27 September 1945, Haiti menjadi anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa (penerus Liga Bangsa-Bangsa, di mana Haiti juga merupakan anggota pendiri).
Pada tahun 1946 Lescot digulingkan oleh militer, dengan Dumarsais Estimé kemudian menjadi presiden baru (1946-50). Estimé berusaha untuk meningkatkan ekonomi dan pendidikan, serta untuk meningkatkan peran orang kulit hitam Haiti; namun, ketika ia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya, ia juga digulingkan dalam kudeta yang dipimpin oleh Paul Magloire, yang menggantikannya sebagai presiden (1950-56). Sebagai seorang anti-Komunis yang teguh, ia didukung oleh Amerika Serikat; dengan stabilitas politik yang lebih besar, wisatawan mulai mengunjungi Haiti. Area tepi laut Port-au-Prince dibangun kembali untuk memungkinkan penumpang kapal pesiar berjalan kaki ke atraksi budaya. Periode pasca-pendudukan ini menyaksikan upaya-upaya sporadis untuk membangun institusi demokrasi, namun seringkali terhambat oleh konflik sosial, kesulitan ekonomi, dan campur tangan kekuatan politik tradisional, yang pada akhirnya membuka jalan bagi era kediktatoran yang lebih represif.
2.7. Dinasti Duvalier (1957-1986)

Pada tahun 1956-57 Haiti mengalami gejolak politik yang parah; Magloire terpaksa mengundurkan diri dan meninggalkan negara itu pada tahun 1956 dan ia diikuti oleh empat kepresidenan yang berumur pendek. Dalam pemilihan September 1957, François Duvalier terpilih sebagai Presiden Haiti. Dikenal sebagai 'Papa Doc' dan awalnya populer, Duvalier tetap menjadi Presiden hingga kematiannya pada tahun 1971. Ia memajukan kepentingan kulit hitam di sektor publik, di mana seiring waktu, orang kulit berwarna telah mendominasi sebagai elit perkotaan yang terdidik. Tidak mempercayai tentara, meskipun sering melakukan pembersihan terhadap perwira yang dianggap tidak setia, Duvalier menciptakan milisi swasta yang dikenal sebagai Tontons Macoutes ("Manusia Hantu"), yang menjaga ketertiban dengan meneror penduduk dan lawan politik. Pada tahun 1964 Duvalier memproklamasikan dirinya sebagai 'Presiden Seumur Hidup'; pemberontakan terhadap pemerintahannya tahun itu di Jérémie ditindas dengan kejam, dengan para pemimpinnya dieksekusi di depan umum dan ratusan warga ras campuran di kota itu dibunuh. Sebagian besar kelas terdidik dan profesional mulai meninggalkan negara itu, dan korupsi menjadi meluas. Duvalier berusaha menciptakan kultus kepribadian, mengidentifikasi dirinya dengan Baron Samedi, salah satu loa (atau lwa), atau roh, dari Vodou Haiti. Meskipun pelanggaran yang dipublikasikan secara luas di bawah pemerintahannya, anti-Komunisme Duvalier yang kuat membuatnya mendapatkan dukungan dari Amerika, yang memberikan bantuan kepada negara itu.
Pada tahun 1971, Duvalier meninggal, dan ia digantikan oleh putranya Jean-Claude Duvalier, yang dijuluki 'Baby Doc', yang memerintah hingga tahun 1986. Ia sebagian besar melanjutkan kebijakan ayahnya, meskipun mengekang beberapa ekses terburuk untuk mendapatkan kehormatan internasional. Pariwisata, yang merosot pada masa Papa Doc, kembali menjadi industri yang berkembang. Namun, seiring ekonomi terus menurun, cengkeraman Baby Doc pada kekuasaan mulai melemah. Populasi babi Haiti dibantai setelah wabah demam babi pada akhir 1970-an, menyebabkan kesulitan bagi komunitas pedesaan yang menggunakannya sebagai investasi. Oposisi menjadi lebih vokal, didukung oleh kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke negara itu pada tahun 1983, yang secara terbuka mengecam presiden. Demonstrasi terjadi di Gonaïves pada tahun 1985 yang kemudian menyebar ke seluruh negeri; di bawah tekanan dari Amerika Serikat, Duvalier meninggalkan negara itu menuju Prancis pada bulan Februari 1986.
Secara total, sekitar 40.000 hingga 60.000 orang Haiti diperkirakan tewas selama pemerintahan Duvalier. Melalui penggunaan taktik intimidasi dan eksekusinya, banyak intelektual Haiti telah melarikan diri, meninggalkan negara itu dengan kehilangan sumber daya manusia yang masif yang belum pulih hingga kini. Dinasti Duvalier meninggalkan warisan penindasan hak asasi manusia yang brutal, korupsi yang merajalela, kebijakan ekonomi yang memperburuk kemiskinan, dan eksodus kaum intelektual serta profesional yang sangat merugikan perkembangan sosial Haiti.
2.8. Era Pasca-Duvalier (1986-Sekarang)
Setelah runtuhnya rezim diktator Duvalier, Haiti memasuki periode yang ditandai oleh upaya demokratisasi yang rapuh, kekacauan politik yang berulang, bencana alam yang menghancurkan, intervensi komunitas internasional, dan krisis nasional yang berkelanjutan. Dampak dari semua ini terhadap hak-hak warga negara, stabilitas sosial, dan akses terhadap kebutuhan dasar sangatlah besar dan kompleks.
2.8.1. Pemerintahan Aristide dan Kudeta (1986-2004)

Setelah kepergian Duvalier, pemimpin tentara Jenderal Henri Namphy mengepalai Dewan Pemerintahan Nasional yang baru. Pemilihan umum yang dijadwalkan pada November 1987 dibatalkan setelah puluhan penduduk ditembak di ibu kota oleh tentara dan Tonton Macoutes. Pemilihan umum yang curang menyusul pada tahun 1988, di mana hanya 4% warga negara yang memberikan suara. Presiden yang baru terpilih, Leslie Manigat, kemudian digulingkan beberapa bulan kemudian dalam kudeta Juni 1988.
Kudeta lain menyusul pada September 1988, setelah Pembantaian St. Jean Bosco di mana sekitar 13 hingga 50 orang yang menghadiri misa yang dipimpin oleh kritikus pemerintah terkemuka dan pendeta Katolik Jean-Bertrand Aristide terbunuh. Jenderal Prosper Avril kemudian memimpin rezim militer hingga Maret 1990.
Avril menyerahkan kekuasaan kepada kepala staf angkatan darat, Jenderal Hérard Abraham, pada 10 Maret 1990. Abraham menyerahkan kekuasaan tiga hari kemudian, menjadi satu-satunya pemimpin militer di Haiti selama abad kedua puluh yang secara sukarela menyerahkan kekuasaan. Abraham kemudian membantu mengamankan pemilihan umum Haiti 1990-91.
Pada bulan Desember 1990, Jean-Bertrand Aristide terpilih sebagai presiden dalam pemilihan umum Haiti. Namun, agenda reformisnya yang ambisius mengkhawatirkan para elit, dan pada bulan September tahun berikutnya ia digulingkan oleh militer, yang dipimpin oleh Raoul Cédras, dalam kudeta Haiti 1991. Di tengah gejolak yang terus berlanjut, banyak orang Haiti berusaha melarikan diri dari negara itu.
Pada bulan September 1994, Amerika Serikat menegosiasikan kepergian para pemimpin militer Haiti dan masuknya 20.000 tentara AS secara damai di bawah Operasi Menegakkan Demokrasi. Ini memungkinkan pemulihan Jean-Bertrand Aristide yang terpilih secara demokratis sebagai presiden, yang kembali ke Haiti pada bulan Oktober untuk menyelesaikan masa jabatannya. Sebagai bagian dari kesepakatan, Aristide harus menerapkan reformasi pasar bebas dalam upaya untuk meningkatkan ekonomi Haiti, dengan hasil yang beragam. Pada bulan November 1994, Badai Gordon melanda Haiti, menurunkan hujan lebat dan menciptakan banjir bandang yang memicu tanah longsor. Gordon menewaskan sekitar 1.122 orang, meskipun beberapa perkiraan mencapai 2.200 orang.
Pemilihan umum diadakan pada tahun 1995 yang dimenangkan oleh René Préval, memperoleh 88% suara rakyat, meskipun dengan partisipasi yang rendah. Aristide kemudian membentuk partainya sendiri, Fanmi Lavalas, dan kebuntuan politik pun terjadi; pemilihan November 2000 mengembalikan Aristide ke kursi kepresidenan dengan 92% suara. Pemilihan tersebut diboikot oleh oposisi, yang kemudian terorganisir dalam Convergence Démocratique, karena sengketa dalam pemilihan legislatif Mei. Pada tahun-tahun berikutnya, terjadi peningkatan kekerasan antara faksi politik yang bersaing dan pelanggaran hak asasi manusia. Aristide menghabiskan bertahun-tahun bernegosiasi dengan Convergence Démocratique mengenai pemilihan umum baru, tetapi ketidakmampuan Convergence untuk mengembangkan basis elektoral yang cukup membuat pemilihan umum tidak menarik.
Pada tahun 2004, pemberontakan anti-Aristide dimulai di Haiti utara. Pemberontakan tersebut akhirnya mencapai ibu kota, dan Aristide terpaksa diasingkan. Sifat pasti dari peristiwa tersebut masih diperdebatkan; beberapa orang, termasuk Aristide dan pengawalnya, Franz Gabriel, menyatakan bahwa ia adalah korban "kudeta baru atau penculikan modern" oleh pasukan AS. Tuduhan ini dibantah oleh pemerintah AS. Seiring dengan meningkatnya kekerasan politik dan kejahatan, Misi Stabilisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (MINUSTAH) didatangkan untuk menjaga ketertiban. Namun, MINUSTAH terbukti kontroversial, karena pendekatan mereka yang terkadang keras dalam menjaga hukum dan ketertiban serta beberapa kasus pelanggaran, termasuk dugaan pelecehan seksual terhadap warga sipil, memicu kebencian dan ketidakpercayaan di kalangan rakyat Haiti biasa.
Boniface Alexandre mengambil alih otoritas sementara hingga tahun 2006, ketika René Préval terpilih kembali sebagai Presiden setelah pemilihan umum. Pemerintahan Aristide, meskipun awalnya membawa harapan reformasi, diwarnai oleh kudeta, sanksi internasional, dan intervensi yang pada akhirnya berdampak negatif pada perkembangan demokrasi dan kesejahteraan rakyat Haiti, memperdalam siklus ketidakstabilan politik dan krisis sosial.
2.8.2. Gejolak dan Bencana Pasca-2004

Di tengah kekacauan politik yang terus berlanjut, serangkaian bencana alam melanda Haiti. Pada tahun 2004, Badai Tropis Jeanne melanda pesisir utara, menewaskan 3.006 orang akibat banjir dan tanah longsor, sebagian besar di kota Gonaïves. Pada tahun 2008, Haiti kembali dilanda badai tropis; Badai Tropis Fay, Badai Gustav, Badai Hanna, dan Badai Ike semuanya menghasilkan angin kencang dan hujan lebat, mengakibatkan 331 kematian dan sekitar 800.000 orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Keadaan yang diakibatkan oleh badai-badai ini diperparah oleh harga pangan dan bahan bakar yang sudah tinggi yang telah menyebabkan krisis pangan dan kerusuhan politik pada bulan April 2008.
Pada tanggal 12 Januari 2010, pukul 16:53 waktu setempat, Haiti diguncang gempa bumi berkekuatan 7,0 magnitudo. Ini adalah gempa bumi paling parah di negara itu dalam lebih dari 200 tahun. Gempa bumi tersebut dilaporkan telah menewaskan antara 160.000 hingga 300.000 orang dan menyebabkan hingga 1,6 juta orang kehilangan tempat tinggal, menjadikannya salah satu bencana alam paling mematikan yang pernah tercatat. Ini juga merupakan salah satu gempa bumi paling mematikan yang pernah tercatat. Situasi diperburuk oleh wabah kolera besar berikutnya yang dipicu ketika limbah yang terinfeksi kolera dari stasiun penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa mencemari sungai utama negara itu, Sungai Artibonite. Pada tahun 2017, dilaporkan bahwa sekitar 10.000 orang Haiti telah meninggal dan hampir satu juta orang sakit. Setelah bertahun-tahun menyangkal, Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta maaf pada tahun 2016, tetapi hingga tahun 2017, mereka menolak untuk mengakui kesalahan, sehingga menghindari tanggung jawab finansial.
Pemilihan umum telah direncanakan untuk Januari 2010 tetapi ditunda karena gempa bumi. Pemilihan umum diadakan pada 28 November 2010 untuk senat, parlemen, dan putaran pertama pemilihan presiden. Putaran kedua antara Michel Martelly dan Mirlande Manigat berlangsung pada 20 Maret 2011, dan hasil awal, yang dirilis pada 4 April, menyebut Michel Martelly sebagai pemenang. Pada tahun 2011, mantan diktator Jean-Claude Duvalier dan Jean-Bertrand Aristide kembali ke Haiti; upaya untuk mengadili Duvalier atas kejahatan yang dilakukan di bawah pemerintahannya dibatalkan setelah kematiannya pada tahun 2014. Pada tahun 2013, pemerintah Haiti meminta pemerintah Eropa untuk membayar ganti rugi atas perbudakan dan membentuk komisi resmi untuk penyelesaian kesalahan masa lalu. Sementara itu, setelah perselisihan politik yang berkelanjutan dengan oposisi dan tuduhan kecurangan pemilu, Martelly setuju untuk mundur pada tahun 2016 tanpa ada pengganti. Setelah banyak penundaan, sebagian karena dampak Badai Matthew yang menghancurkan, pemilihan umum diadakan pada November 2016. Pemenangnya, Jovenel Moïse dari Partai Tèt Kale Haiti, dilantik sebagai presiden pada tahun 2017. Protes dimulai pada 7 Juli 2018, sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga bahan bakar. Seiring waktu, protes ini berkembang menjadi tuntutan pengunduran diri presiden Moïse.
Pada 7 Juli 2021, Presiden Moïse dibunuh dalam serangan di kediaman pribadinya, dan Ibu Negara Martine Moïse dirawat di rumah sakit. Di tengah krisis politik, pemerintah Haiti mengangkat Ariel Henry sebagai perdana menteri sementara pada 20 Juli 2021. Pada 14 Agustus 2021, Haiti mengalami gempa bumi besar lainnya, dengan banyak korban jiwa. Gempa bumi tersebut juga merusak kondisi ekonomi Haiti dan menyebabkan peningkatan kekerasan geng yang pada September 2021 telah meningkat menjadi perang geng skala penuh yang berkepanjangan dan kejahatan kekerasan lainnya di dalam negeri. Hingga Maret 2022, Haiti masih belum memiliki presiden, tidak ada kuorum parlemen, dan pengadilan tinggi yang tidak berfungsi karena kurangnya hakim. Pada tahun 2022, protes terhadap pemerintah dan kenaikan harga bahan bakar semakin meningkat.
Pada tahun 2023, penculikan melonjak 72% dari kuartal pertama tahun sebelumnya. Dokter, pengacara, dan anggota masyarakat kaya lainnya diculik dan ditahan untuk tebusan. Banyak korban tewas ketika tuntutan tebusan tidak dipenuhi, menyebabkan mereka yang memiliki sarana untuk melakukannya melarikan diri dari negara itu, yang semakin menghambat upaya untuk mengeluarkan negara itu dari krisis. Diperkirakan bahwa di tengah krisis, hingga 20% staf medis yang memenuhi syarat telah meninggalkan Haiti pada akhir tahun 2023.
Pada Maret 2024, Ariel Henry dicegah oleh geng untuk kembali ke Haiti, setelah kunjungan ke Kenya. Henry setuju untuk mengundurkan diri setelah pemerintahan transisi dibentuk. Hingga bulan itu, hampir setengah populasi Haiti hidup di bawah kerawanan pangan akut, menurut Program Pangan Dunia. Pada 25 April 2024, Dewan Presiden Transisi mengambil alih Pemerintahan Haiti dan dijadwalkan untuk tetap berkuasa hingga 2026. Michel Patrick Boisvert diangkat sebagai perdana menteri sementara. Pada 3 Juni 2024, dewan melantik Garry Conille sebagai perdana menteri sementara. Pada 10 November 2024, Alix Didier Fils-Aimé menggantikan Conille sebagai perdana menteri sementara. Periode ini menunjukkan betapa rentannya Haiti terhadap gejolak politik dan bencana alam, yang secara kumulatif telah merusak hak asasi manusia, keamanan warga, dan akses terhadap kebutuhan dasar, menciptakan krisis nasional yang mendalam dan berkelanjutan.
3. Geografi
Haiti membentuk tiga per delapan bagian barat Hispaniola, pulau terbesar kedua di Antillen Besar. Dengan luas 27.75 K km2, Haiti adalah negara terbesar ketiga di Karibia setelah Kuba dan Republik Dominika, yang terakhir berbagi perbatasan sepanjang 360 km dengan Haiti. Negara ini memiliki bentuk tapal kuda yang kasar dan karena itu memiliki garis pantai yang tidak proporsional panjangnya, kedua terpanjang (1.77 K km) setelah Kuba di Antillen Besar. Haiti adalah negara paling bergunung-gunung di Karibia, medannya terdiri dari pegunungan yang diselingi dengan dataran pantai kecil dan lembah sungai.
3.1. Topografi dan Iklim
Iklim Haiti adalah tropis dengan beberapa variasi tergantung ketinggian. Port-au-Prince berkisar pada bulan Januari dari suhu minimum rata-rata 23 °C hingga suhu maksimum rata-rata 31 °C; pada bulan Juli, dari 25 °C-35 °C. Pola curah hujan bervariasi, dengan hujan lebih deras di beberapa dataran rendah dan lereng utara dan timur pegunungan. Musim kemarau Haiti terjadi dari November hingga Januari. Port-au-Prince menerima curah hujan tahunan rata-rata 1.37 K mm. Ada dua musim hujan, April-Juni dan Oktober-November. Haiti rentan terhadap kekeringan dan banjir berkala, yang diperparah oleh penggundulan hutan. Badai merupakan ancaman, dan negara ini juga rawan banjir dan gempa bumi. Titik tertinggi adalah Pic la Selle, pada ketinggian 2.68 K m.
Wilayah utara atau Wilayah Marien terdiri dari Massif du Nord (Masif Utara) dan Plaine du Nord (Dataran Utara). Massif du Nord adalah perpanjangan dari Cordillera Central di Republik Dominika. Dimulai di perbatasan timur Haiti, utara Sungai Guayamouc, dan meluas ke barat laut melalui semenanjung utara. Dataran rendah Plaine du Nord terletak di sepanjang perbatasan utara dengan Republik Dominika, antara Massif du Nord dan Samudra Atlantik Utara.
Wilayah tengah atau Wilayah Artibonite terdiri dari dua dataran dan dua rangkaian pegunungan. Plateau Central (Dataran Tinggi Tengah) membentang di kedua sisi Sungai Guayamouc, selatan Massif du Nord. Ini membentang dari tenggara ke barat laut. Di barat daya Plateau Central terdapat Montagnes Noires, yang bagian paling barat lautnya menyatu dengan Massif du Nord. Lembah terpenting Haiti dalam hal tanaman adalah Plaine de l'Artibonite, yang terletak di antara Montagnes Noires dan Chaîne des Matheux. Wilayah ini mendukung sungai terpanjang di negara itu, Riviere l'Artibonite, yang dimulai di wilayah barat Republik Dominika dan berlanjut sepanjang sebagian besar panjangnya melalui Haiti tengah, di mana kemudian bermuara ke Golfe de la Gonâve. Juga di lembah ini terletak danau terbesar kedua Haiti, Lac de Péligre, yang terbentuk sebagai hasil dari pembangunan Bendungan Péligre pada pertengahan 1950-an.

Wilayah selatan atau Wilayah Xaragua terdiri dari Plaine du Cul-de-Sac (tenggara) dan semenanjung selatan yang bergunung-gunung (Semenanjung Tiburon). Plaine du Cul-de-Sac adalah depresi alami yang menampung danau garam negara itu, seperti Trou Caïman dan danau terbesar Haiti, Étang Saumatre. Pegunungan Chaîne de la Selle - perpanjangan dari pegunungan selatan Republik Dominika (Sierra de Baoruco) - membentang dari Massif de la Selle di timur hingga Massif de la Hotte di barat.
Haiti juga mencakup beberapa pulau lepas pantai. Pulau Tortuga terletak di lepas pantai utara Haiti. Arondisemen La Gonâve terletak di pulau dengan nama yang sama, di Golfe de la Gonâve; pulau terbesar Haiti, Gonâve, berpenduduk sedang oleh penduduk desa pedesaan. Île à Vache terletak di lepas pantai barat daya; juga bagian dari Haiti adalah Cayemites, yang terletak di Teluk Gonâve di utara Pestel. Pulau Navassa, yang terletak 40 nmi di sebelah barat Jérémie di semenanjung barat daya Haiti, menjadi subjek sengketa teritorial yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat, yang saat ini mengelola pulau tersebut.
3.2. Geologi
Terdapat sesar dorong buta yang terkait dengan sistem sesar Enriquillo-Plantain Garden tempat Haiti berada. Setelah gempa bumi tahun 2010, tidak ada bukti keruntuhan permukaan dan temuan para ahli geologi didasarkan pada data seismologi, geologi, dan deformasi tanah.
Batas utara sesar adalah tempat lempeng tektonik Karibia bergeser ke timur sekitar 20 mm per tahun relatif terhadap Lempeng Amerika Utara. Sistem sesar mendatar di wilayah tersebut memiliki dua cabang di Haiti, sesar Septentrional-Oriente di utara dan sesar Enriquillo-Plantain Garden di selatan.
Sebuah studi bahaya gempa tahun 2007, mencatat bahwa zona sesar Enriquillo-Plantain Garden dapat berada di akhir siklus seismiknya dan menyimpulkan bahwa perkiraan kasus terburuk akan melibatkan gempa berkekuatan 7,2 Mw, serupa ukurannya dengan gempa Jamaika tahun 1692. Sebuah tim studi yang melakukan penilaian bahaya sistem sesar merekomendasikan studi rekahan geologi historis "prioritas tinggi", karena sesar tersebut sepenuhnya terkunci dan telah mencatat sedikit gempa bumi dalam 40 tahun sebelumnya. Gempa bumi Haiti berkekuatan 7,0 Mw pada tahun 2010 terjadi di zona sesar ini pada tanggal 12 Januari 2010.
Haiti juga memiliki unsur-unsur langka seperti emas, yang dapat ditemukan di tambang emas Mont Organisé.
Haiti saat ini tidak memiliki gunung berapi aktif. "Di Pegunungan Terre-Neuve, sekitar 12 kilometer dari Eaux Boynes, intrusi kecil setidaknya selambat Oligosen dan mungkin berusia Miosen diketahui. Tidak ada aktivitas vulkanik lain selambat itu yang diketahui di dekat mata air panas lainnya."
3.3. Lingkungan

Erosi tanah yang dilepaskan dari DAS bagian atas dan penggundulan hutan telah menyebabkan banjir berkala dan parah, seperti yang dialami, misalnya, pada tanggal 17 September 2004. Sebelumnya pada bulan Mei tahun itu, banjir telah menewaskan lebih dari 3.000 orang di perbatasan selatan Haiti dengan Republik Dominika.
Hutan Haiti menutupi 60% negara itu baru-baru ini 50 tahun yang lalu, tetapi itu telah berkurang setengahnya menjadi perkiraan tutupan pohon saat ini sebesar 30%. Perkiraan ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dari angka keliru sebesar 2% yang sering dikutip dalam wacana mengenai kondisi lingkungan negara itu. Haiti memiliki skor rata-rata Indeks Integritas Lanskap Hutan 2019 sebesar 4,01/10, menempatkannya di peringkat ke-137 secara global dari 172 negara.
Para ilmuwan di Pusat Jaringan Informasi Ilmu Bumi Internasional Universitas Columbia dan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang mengerjakan Inisiatif Regeneratif Haiti, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan terhadap bencana alam melalui restorasi ekosistem dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Penggundulan hutan yang parah dan erosi tanah menjadi masalah lingkungan utama yang mengancam keberlanjutan sumber daya alam dan meningkatkan kerentanan Haiti terhadap bencana alam, yang pada gilirannya berdampak negatif pada hak-hak dasar warga negara seperti akses terhadap air bersih dan ketahanan pangan.
3.3.1. Keanekaragaman Hayati

Haiti adalah rumah bagi empat ekoregion: Hutan lembap Hispaniola, Hutan kering Hispaniola, Hutan pinus Hispaniola, dan Bakau Antillen Besar.
Meskipun ukurannya kecil, medan pegunungan Haiti dan zona iklim ganda yang diakibatkannya telah menghasilkan berbagai macam kehidupan tanaman. Spesies pohon yang terkenal termasuk pohon sukun, pohon mangga, akasia, mahoni, kelapa, palem raja, dan cedar Hindia Barat. Hutan dulunya jauh lebih luas, tetapi telah mengalami penggundulan hutan yang parah.
Sebagian besar spesies mamalia tidak asli, telah dibawa ke pulau itu sejak zaman kolonial. Namun, ada berbagai spesies kelelawar asli, serta hutia Hispaniola dan solenodon Hispaniola endemik. Spesies paus dan lumba-lumba juga dapat ditemukan di lepas pantai Haiti.
Ada lebih dari 260 spesies burung, 31 di antaranya endemik Hispaniola. Spesies endemik yang terkenal termasuk trogon Hispaniola, parkit Hispaniola, tanager mahkota abu-abu, dan amazon Hispaniola. Ada juga beberapa raptor, serta pelikan, ibis, kolibri, dan bebek.
Reptil umum ditemukan, dengan spesies seperti iguana badak, boa Haiti, buaya Amerika, dan tokek. Kehilangan keanekaragaman hayati akibat tekanan lingkungan dan sosial-ekonomi menjadi tantangan serius bagi konservasi dan keberlanjutan ekosistem Haiti.
4. Politik

Sistem politik Haiti adalah republik semi-presidensial dengan sistem multipartai, di mana presiden adalah kepala negara dan dipilih langsung melalui pemilihan umum setiap lima tahun. Perdana menteri bertindak sebagai kepala pemerintahan dan ditunjuk oleh presiden dari partai mayoritas di Majelis Nasional. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden dan perdana menteri yang bersama-sama membentuk pemerintahan. Kekuasaan legislatif dipegang oleh pemerintah dan dua kamar Majelis Nasional, yaitu Senat (Sénat) dan Kamar Deputi (Chambre des Députés). Struktur pemerintahan Haiti bersifat kesatuan, di mana pemerintah pusat mendelegasikan kekuasaan kepada departemen tanpa memerlukan persetujuan konstitusional. Struktur politik saat ini diatur dalam Konstitusi Haiti tanggal 29 Maret 1987.
Politik Haiti penuh gejolak; sejak kemerdekaan, Haiti telah mengalami 32 kudeta. Sebagai satu-satunya negara di Belahan Barat yang berhasil melakukan revolusi budak, sejarah panjang penindasan oleh diktator seperti François Duvalier dan putranya Jean-Claude Duvalier telah sangat memengaruhi tata kelola dan masyarakat republik ini. Sejak akhir era Duvalier, Haiti telah bertransisi menuju sistem demokrasi, meskipun proses ini diwarnai oleh ketidakstabilan kronis yang berdampak buruk pada pembangunan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pemilihan umum seringkali dipertanyakan legitimasinya, dan partisipasi masyarakat dalam proses politik menghadapi berbagai hambatan. Ketidakstabilan ini juga menciptakan ruang bagi korupsi dan pelemahan institusi negara.
4.1. Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Haiti adalah republik semi-presidensial. Presiden Haiti adalah kepala negara, dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan lima tahun. Perdana Menteri Haiti adalah kepala pemerintahan, ditunjuk oleh presiden dari partai mayoritas di Majelis Nasional. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden dan perdana menteri bersama-sama.
Lembaga legislatif adalah Majelis Nasional Haiti, yang bersifat bikameral, terdiri dari Senat (Sénat) sebagai majelis tinggi dan Kamar Deputi (Chambre des Députés) sebagai majelis rendah. Senator dipilih untuk masa jabatan enam tahun, dengan sepertiga anggotanya diperbarui setiap dua tahun. Anggota Kamar Deputi dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Fungsi utama legislatif adalah membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan menyetujui anggaran.
Kekuasaan yudikatif dipegang oleh sistem peradilan, dengan Mahkamah Agung (Cour de Cassation) sebagai pengadilan tertinggi. Namun, sistem peradilan seringkali menghadapi tantangan terkait independensi, sumber daya yang terbatas, dan korupsi, yang berdampak pada penegakan hukum dan akses terhadap keadilan bagi warga negara. Pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif seringkali tidak berjalan efektif akibat intervensi politik dan lemahnya supremasi hukum.
4.2. Militer
Angkatan Bersenjata Haiti (Forces Armées d'Haïti - FAd'H) memiliki sejarah yang panjang dan seringkali terlibat dalam politik negara. Militer memainkan peran penting dalam konstruksi negara, pengelolaan tanah, dan keuangan publik pada periode awal pasca-kemerdekaan, dan hingga abad ke-20, setiap presiden Haiti adalah seorang perwira militer. Selama pendudukan AS (1915-1934), angkatan bersenjata direformasi menjadi Gendarmerie d'Haiti dan kemudian menjadi FAd'H.
Pada awal tahun 1990-an, setelah periode ketidakstabilan politik dan kudeta militer, angkatan bersenjata secara inkonstitusional dibubarkan pada tahun 1995 oleh Presiden Jean-Bertrand Aristide, dan fungsi keamanan internal dialihkan ke Kepolisian Nasional Haiti (Police Nationale d'Haïti - PNH) yang baru dibentuk. Namun, pada tahun 2017, Presiden Jovenel Moïse mengumumkan pembentukan kembali angkatan bersenjata dengan alasan untuk membantu dalam penanggulangan bencana, pengawasan perbatasan, dan proyek-proyek pembangunan. Proses pembentukan kembali ini berjalan lambat dan menghadapi tantangan pendanaan serta perdebatan politik mengenai peran dan ukuran militer yang baru.
Kementerian Pertahanan Haiti adalah badan utama yang mengawasi angkatan bersenjata. Pada tahun 2023, tentara Haiti terdiri dari satu batalion infanteri yang sedang dalam proses pembentukan, dengan sekitar 700 personel. Tugas utama militer yang baru ini difokuskan pada pertahanan nasional, bantuan kemanusiaan, dan dukungan kepada otoritas sipil, meskipun kapasitas operasionalnya masih terbatas. Upaya pembentukan kembali militer ini menuai beragam tanggapan, dengan beberapa pihak khawatir akan potensi kembalinya peran militer dalam politik, sementara pihak lain melihatnya sebagai langkah penting untuk kedaulatan dan keamanan nasional, terutama dalam konteks tantangan keamanan yang kompleks seperti bencana alam dan pengawasan perbatasan.
4.3. Keamanan dan Kejahatan

Tingkat kejahatan di Haiti sangat tinggi dan menjadi masalah serius yang berdampak luas pada kehidupan sehari-hari warga negara serta hak asasi manusia. Jenis kejahatan utama meliputi penculikan untuk tebusan, perampokan bersenjata, pembunuhan, dan kekerasan geng. Kekerasan geng, khususnya di ibu kota Port-au-Prince dan daerah sekitarnya, telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dengan geng-geng menguasai sebagian besar wilayah, membatasi pergerakan warga, dan terlibat dalam perang teritorial yang brutal. Geng-geng ini seringkali bersenjata lengkap dan terlibat dalam berbagai aktivitas kriminal termasuk perdagangan narkoba, pemerasan, dan penyelundupan senjata.
Upaya penegakan hukum oleh Kepolisian Nasional Haiti (PNH) menghadapi kesulitan besar karena kurangnya sumber daya, personel yang tidak memadai, pelatihan yang terbatas, dan masalah korupsi internal. PNH seringkali kalah persenjataan dan jumlah personel dibandingkan geng-geng kriminal. Sistem peradilan yang lemah dan penjara yang penuh sesak juga menghambat upaya untuk mengadili dan menahan pelaku kejahatan secara efektif.
Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui berbagai misi (seperti MINUSTAH dan penggantinya BINUH), telah memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan, pendanaan, dan bantuan teknis kepada PNH. Namun, tantangan keamanan tetap besar dan seringkali memburuk akibat ketidakstabilan politik dan krisis ekonomi. Dampak dari tingginya tingkat kejahatan ini sangat merusak, menciptakan iklim ketakutan, mengganggu aktivitas ekonomi dan sosial, serta menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, termasuk hak atas kehidupan, keamanan pribadi, dan kebebasan bergerak. Warga sipil, terutama di daerah kumuh yang dikuasai geng, seringkali menjadi korban kekerasan dan hidup dalam kondisi yang sangat rentan.
4.4. Sistem Lembaga Pemasyarakatan
Sistem lembaga pemasyarakatan di Haiti menghadapi krisis yang parah dan kronis, ditandai dengan kondisi yang sangat buruk dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Penjara-penjara di Haiti terkenal karena kelebihan kapasitas yang ekstrem. Sebagai contoh, Penjara Nasional di Port-au-Prince, yang menampung separuh dari seluruh narapidana di negara itu, memiliki kapasitas 1.200 tahanan tetapi pada November 2017 menampung 4.359 tahanan, atau 363% dari kapasitasnya. Situasi ini menyebabkan kondisi hidup yang tidak manusiawi, dengan para narapidana dijejalkan dalam sel-sel yang sempit dan tidak higienis.
Malnutrisi merupakan masalah serius yang menyebabkan kematian di kalangan narapidana akibat kurangnya dana yang memadai untuk penyediaan makanan. Kondisi hidup yang padat juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seperti tuberkulosis. Akses terhadap layanan kesehatan di dalam penjara sangat terbatas atau bahkan tidak ada.
Menurut hukum Haiti, seseorang yang ditangkap harus dihadapkan ke hakim dalam waktu 48 jam; namun, ketentuan ini sangat jarang dipatuhi. Banyak tahanan, terutama yang berasal dari keluarga miskin yang tidak mampu membayar biaya hukum atau "uang pelicin", dapat mendekam di penjara selama bertahun-tahun-rata-rata hingga 10 tahun-tanpa pernah diadili. Ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak atas peradilan yang adil dan cepat.
Para narapidana seringkali tidak memiliki akses ke toilet yang layak dan terpaksa buang air besar dalam kantong plastik, yang selanjutnya memperburuk kondisi sanitasi. Pada tahun 2008, Pengadilan Hak Asasi Manusia Inter-Amerika menyatakan kondisi penjara di Haiti tidak manusiawi. Situasi semakin memburuk dengan meningkatnya kekerasan geng; pada Maret 2024, geng bersenjata menyerbu penjara utama di Port-au-Prince, menyebabkan sekitar 3.700 narapidana melarikan diri dan 12 orang tewas. Isu-isu hak asasi manusia terkait perlakuan terhadap narapidana, termasuk kurangnya makanan, air bersih, layanan medis, dan proses hukum yang adil, terus menjadi perhatian serius bagi organisasi hak asasi manusia lokal dan internasional.
5. Pembagian Administratif
Secara administratif, Haiti dibagi menjadi sepuluh departemen. Departemen-departemen tersebut adalah (dengan ibu kota departemen dalam tanda kurung):
# Nord-Ouest (Port-de-Paix)
# Nord (Cap-Haïtien)
# Nord-Est (Fort-Liberté)
# Artibonite (Gonaïves)
# Centre (Hinche)
# Ouest (Port-au-Prince)
# Grand'Anse (Jérémie)
# Nippes (Miragoâne)
# Sud (Les Cayes)
# Sud-Est (Jacmel)
Departemen-departemen ini selanjutnya dibagi lagi menjadi 42 arondisemen, 145 komune, dan 571 bagian komunal. Unit-unit ini masing-masing berfungsi sebagai divisi administratif tingkat kedua dan ketiga, di mana komune merupakan unit pemerintahan lokal dasar yang memiliki otonomi terbatas dalam pengelolaan urusan lokal. Sistem pembagian administratif ini bertujuan untuk memfasilitasi administrasi negara dan penyediaan layanan publik, meskipun efektivitasnya sering terhambat oleh keterbatasan sumber daya dan sentralisasi kekuasaan.
5.1. Kota-kota Utama
Haiti memiliki beberapa kota utama yang berperan penting dalam aspek ekonomi, politik, dan budaya negara tersebut.
- Port-au-Prince: Sebagai ibu kota dan kota terbesar, Port-au-Prince adalah pusat politik, ekonomi, dan budaya Haiti. Terletak di Teluk Gonâve, kota ini memiliki pelabuhan utama dan merupakan pusat populasi terpadat. Meskipun mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi 2010 dan menghadapi tantangan keamanan yang signifikan, Port-au-Prince tetap menjadi jantung aktivitas nasional. Populasinya di wilayah metropolitan diperkirakan lebih dari 2,5 juta jiwa.
- Cap-Haïtien: Terletak di pesisir utara, Cap-Haïtien adalah kota terbesar kedua dan merupakan pusat sejarah yang penting. Kota ini pernah menjadi ibu kota koloni Prancis Saint-Domingue dan Kerajaan Haiti. Cap-Haïtien memiliki arsitektur kolonial yang khas dan merupakan pusat perdagangan serta pariwisata, meskipun potensinya belum sepenuhnya tergali. Populasinya diperkirakan sekitar 200.000-300.000 jiwa. Dekat dengan kota ini terdapat situs bersejarah penting seperti Citadelle Laferrière dan Istana Sans-Souci.
- Gonaïves: Terletak di departemen Artibonite, Gonaïves dikenal sebagai "kota kemerdekaan" karena di sinilah Jean-Jacques Dessalines pertama kali memproklamasikan kemerdekaan Haiti pada tahun 1804. Kota ini merupakan pusat pertanian penting, terutama untuk produksi beras di lembah Artibonite. Populasinya diperkirakan lebih dari 100.000 jiwa. Gonaïves juga sering dilanda banjir akibat lokasinya yang rentan.
- Les Cayes: Terletak di pesisir selatan, Les Cayes adalah salah satu pelabuhan utama di Haiti selatan dan pusat perdagangan untuk produk pertanian dari wilayah sekitarnya. Kota ini juga memiliki potensi pariwisata dengan pantai-pantai di dekatnya. Populasinya diperkirakan sekitar 70.000-100.000 jiwa.
- Jacmel: Terletak di pesisir tenggara, Jacmel dikenal dengan arsitektur kolonialnya yang indah, seni, dan karnaval tahunannya yang semarak. Kota ini pernah menjadi pusat perdagangan kopi yang makmur dan kini berupaya mengembangkan sektor pariwisata budayanya. Populasinya diperkirakan sekitar 40.000-50.000 jiwa.
Kota-kota lain yang cukup signifikan termasuk Carrefour dan Delmas (keduanya merupakan bagian dari wilayah metropolitan Port-au-Prince dan padat penduduk), Pétion-Ville (pinggiran kota Port-au-Prince yang lebih makmur), dan Port-de-Paix (kota pelabuhan di barat laut). Masing-masing kota ini memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri dalam konteks pembangunan nasional Haiti.
6. Ekonomi
Ekonomi Haiti dicirikan oleh kemiskinan kronis, tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah secara historis, ketergantungan yang tinggi pada pertanian subsisten dan bantuan luar negeri, serta struktur industri yang terbatas. Tantangan ekonomi ini berdampak signifikan pada kesetaraan sosial, akses terhadap layanan dasar, dan pemenuhan hak-hak ekonomi warga negara. Ketidakstabilan politik, korupsi, infrastruktur yang tidak memadai, dan kerentanan terhadap bencana alam semakin memperburuk kondisi ekonomi Haiti.
6.1. Struktur dan Kondisi Ekonomi
Haiti adalah negara termiskin di Belahan Barat, dengan PDB per kapita sekitar 1.80 K USD dan PDB total sekitar 19.97 B USD (perkiraan 2017). Mata uang resmi adalah gourde Haiti (HTG). Ekonomi Haiti sangat bergantung pada sektor pertanian, yang mempekerjakan sekitar 40-50% tenaga kerja, meskipun kontribusinya terhadap PDB lebih kecil. Pertanian sebagian besar bersifat subsisten dengan produktivitas rendah. Sektor industri utamanya adalah garmen dan perakitan ringan yang berorientasi ekspor, memanfaatkan upah tenaga kerja yang rendah. Sektor jasa, termasuk perdagangan dan pariwisata (yang terbatas), juga berkontribusi pada ekonomi.
Tingkat pengangguran dan setengah pengangguran sangat tinggi. Sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, dengan sekitar 80% hidup dengan kurang dari 2 USD per hari sebelum gempa 2010. Ketimpangan pendapatan sangat parah, dengan sebagian kecil elit menguasai sebagian besar kekayaan negara. Distribusi pendapatan dan akses terhadap sumber daya sangat tidak merata, yang mencerminkan warisan struktur sosial kolonial dan ketidakstabilan politik pasca-kemerdekaan.
Penyebab kesulitan ekonomi struktural Haiti bersifat multifaset, termasuk:
- Ketidakstabilan politik kronis: Kudeta, pemerintahan yang lemah, dan kerusuhan sipil telah menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
- Korupsi: Korupsi yang merajalela di semua tingkat pemerintahan mengalihkan sumber daya publik dan menghambat efisiensi.
- Infrastruktur yang buruk: Jalan, pelabuhan, pasokan listrik, dan komunikasi yang tidak memadai menjadi kendala besar bagi aktivitas ekonomi.
- Degradasi lingkungan: Penggundulan hutan yang parah menyebabkan erosi tanah, banjir, dan penurunan produktivitas pertanian.
- Bencana alam: Haiti sangat rentan terhadap gempa bumi, badai, dan banjir, yang seringkali menghancurkan infrastruktur dan mata pencaharian.
- Utang luar negeri: Meskipun sebagian utang telah dihapuskan, beban utang masa lalu, termasuk ganti rugi kemerdekaan kepada Prancis, telah membatasi ruang fiskal pemerintah.
- Kurangnya investasi dalam sumber daya manusia: Tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah menghambat produktivitas tenaga kerja.
Situasi ekonomi saat ini tetap genting, diperburuk oleh krisis politik pasca-pembunuhan Presiden Moïse pada tahun 2021, meningkatnya kekerasan geng yang mengganggu aktivitas ekonomi, dan dampak berkelanjutan dari bencana alam serta pandemi COVID-19. Ketergantungan pada bantuan luar negeri dan pengiriman uang dari diaspora Haiti tetap tinggi. Upaya untuk mengatasi masalah ini memerlukan reformasi struktural yang komprehensif, peningkatan tata kelola, investasi dalam infrastruktur dan sumber daya manusia, serta stabilitas politik jangka panjang.
6.2. Bantuan Luar Negeri
Bantuan luar negeri memainkan peran yang sangat signifikan dalam ekonomi Haiti, seringkali menjadi salah satu sumber pendanaan utama bagi anggaran pemerintah dan program-program pembangunan serta kemanusiaan. Ketergantungan Haiti pada bantuan internasional telah berlangsung selama beberapa dekade, terutama meningkat setelah periode ketidakstabilan politik dan bencana alam besar.
Negara-negara donor utama untuk Haiti secara historis meliputi Amerika Serikat, Kanada, negara-negara anggota Uni Eropa (terutama Prancis), dan Jepang. Organisasi internasional juga merupakan kontributor penting, termasuk Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Inter-Amerika (IDB), dan berbagai badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (seperti UNDP, UNICEF, WFP). Selain itu, sejumlah besar organisasi non-pemerintah (LSM) internasional dan lokal beroperasi di Haiti, menyediakan layanan dan bantuan di berbagai sektor.
Setelah gempa bumi dahsyat tahun 2010, komunitas internasional menjanjikan bantuan miliaran dolar untuk upaya rekonstruksi dan pemulihan. Namun, efektivitas bantuan ini sering dipertanyakan. Meskipun bantuan telah memberikan kontribusi penting dalam situasi darurat, upaya rekonstruksi jangka panjang menghadapi banyak tantangan, termasuk kurangnya koordinasi antar donor, kapasitas penyerapan pemerintah Haiti yang lemah, masalah tata kelola dan korupsi, serta ketidakstabilan politik yang berkelanjutan. Banyak kritik menyatakan bahwa sebagian besar dana bantuan tidak dikelola secara transparan atau tidak sampai kepada mereka yang paling membutuhkan, dan seringkali kembali ke negara donor melalui kontrak dan konsultan.
Keterbatasan bantuan luar negeri dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan di Haiti mencakup:
- Ketergantungan:** Aliran bantuan yang besar dapat menciptakan ketergantungan dan melemahkan insentif untuk reformasi internal dan mobilisasi sumber daya domestik.
- Fragmentasi dan Kurangnya Koordinasi:** Banyaknya aktor donor dengan agenda dan prioritas masing-masing dapat menyebabkan program yang tumpang tindih atau tidak selaras dengan kebutuhan nasional.
- Kapasitas Lokal yang Lemah:** Bantuan seringkali tidak cukup berinvestasi dalam membangun kapasitas institusi dan sumber daya manusia lokal untuk mengelola pembangunan secara mandiri.
- Fokus Jangka Pendek:** Bantuan seringkali lebih difokuskan pada bantuan kemanusiaan jangka pendek daripada solusi pembangunan jangka panjang.
- Kurangnya Kepemilikan Lokal:** Program bantuan yang dirancang tanpa partisipasi penuh dari pemerintah dan masyarakat Haiti mungkin kurang relevan atau berkelanjutan.
Meskipun demikian, bantuan internasional tetap krusial bagi Haiti, terutama dalam menyediakan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan ketahanan pangan, serta dalam merespons krisis kemanusiaan. Upaya untuk meningkatkan efektivitas bantuan melibatkan penguatan kepemimpinan pemerintah Haiti dalam koordinasi bantuan, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, fokus pada pembangunan kapasitas lokal, dan komitmen jangka panjang dari para donor untuk mendukung strategi pembangunan yang dipimpin Haiti.
6.3. Perdagangan
Struktur perdagangan Haiti mencerminkan statusnya sebagai negara berkembang dengan basis industri yang terbatas dan ketergantungan pada impor untuk banyak barang konsumsi dan input produksi.
Ekspor Utama:
Komoditas ekspor utama Haiti secara tradisional adalah produk garmen dan tekstil, yang diproduksi di zona perakitan untuk pasar Amerika Serikat di bawah perjanjian perdagangan preferensial seperti HOPE/HELP Act. Sektor ini merupakan sumber utama lapangan kerja formal dan devisa. Selain garmen, Haiti juga mengekspor beberapa produk pertanian, meskipun dalam volume yang lebih kecil. Produk pertanian yang diekspor meliputi:
- Mangga
- Kopi (dulu merupakan ekspor penting, kini volumenya menurun)
- Minyak atsiri (terutama minyak akar wangi, di mana Haiti adalah produsen utama dunia)
- Kakao
- Produk pertanian lainnya dalam jumlah terbatas.
Impor Utama:
Haiti sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Komoditas impor utama meliputi:
- Makanan: Beras (konsumsi pokok), gandum, minyak sayur, produk susu, unggas, dan makanan olahan lainnya.
- Bahan bakar: Minyak bumi dan produk turunannya untuk energi dan transportasi.
- Barang modal: Mesin dan peralatan untuk industri dan konstruksi.
- Barang manufaktur: Kendaraan, elektronik, bahan bangunan, dan barang konsumsi lainnya.
- Bahan baku: Untuk industri garmen dan sektor manufaktur lainnya.
Mitra Dagang Utama:
Mitra dagang utama Haiti adalah:
- Amerika Serikat**: Merupakan pasar ekspor terbesar Haiti (terutama untuk garmen) dan juga salah satu pemasok impor utama.
- Republik Dominika**: Sebagai negara tetangga dengan perbatasan darat, Republik Dominika adalah mitra dagang penting, baik secara formal maupun informal (termasuk perdagangan lintas batas yang signifikan). Haiti banyak mengimpor barang dari Republik Dominika.
- Uni Eropa**: Terutama Prancis dan negara-negara Eropa lainnya.
- Kanada**
- Tiongkok**: Sebagai sumber impor barang manufaktur yang semakin meningkat.
Masalah Defisit Perdagangan:
Haiti secara konsisten mengalami defisit perdagangan yang besar, artinya nilai impor jauh melebihi nilai ekspor. Defisit ini disebabkan oleh basis produksi domestik yang lemah, ketergantungan yang tinggi pada impor barang konsumsi dan pangan, serta daya saing ekspor yang terbatas di luar sektor garmen. Defisit perdagangan ini menambah tekanan pada neraca pembayaran negara dan seringkali dibiayai melalui pengiriman uang dari diaspora, bantuan luar negeri, dan pinjaman. Upaya untuk mengurangi defisit perdagangan melibatkan peningkatan produksi domestik, diversifikasi ekspor, dan peningkatan daya saing sektor-sektor potensial.
6.4. Energi
Kondisi pasokan energi di Haiti sangat kritis dan menjadi salah satu kendala utama pembangunan. Negara ini menghadapi kekurangan listrik kronis, ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil impor, dan akses listrik yang sangat terbatas bagi sebagian besar penduduknya.
Sumber Energi Utama:
- Bahan bakar fosil**: Minyak bumi (diesel dan minyak bakar) adalah sumber utama untuk pembangkit listrik terpusat yang ada. Haiti tidak memiliki cadangan minyak bumi sendiri dan sepenuhnya bergantung pada impor, yang membuat pasokan energi rentan terhadap fluktuasi harga global dan masalah logistik.
- Biomassa**: Kayu bakar dan arang kayu merupakan sumber energi dominan bagi sebagian besar rumah tangga, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan miskin, yang digunakan untuk memasak. Penggunaan biomassa yang berlebihan telah berkontribusi besar terhadap penggundulan hutan dan degradasi lingkungan.
Kekurangan Listrik Kronis:
Hanya sebagian kecil populasi Haiti yang memiliki akses ke jaringan listrik publik, dan bahkan bagi mereka yang terhubung, pasokan seringkali tidak dapat diandalkan, dengan pemadaman listrik yang sering dan berlangsung lama. Perusahaan listrik negara, Électricité d'Haïti (ED'H), menghadapi masalah keuangan, operasional, dan teknis yang parah, termasuk infrastruktur yang sudah tua, kerugian teknis dan non-teknis yang tinggi (termasuk pencurian listrik), serta ketidakmampuan untuk melakukan investasi yang diperlukan. Banyak bisnis dan rumah tangga yang mampu mengandalkan generator pribadi berbahan bakar diesel, yang mahal dan menimbulkan polusi.
Upaya Pengembangan Energi Terbarukan:
Pemerintah Haiti dan mitra internasional telah menyadari pentingnya diversifikasi sumber energi dan pengembangan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor, meningkatkan akses energi, dan mengurangi dampak lingkungan. Potensi energi terbarukan di Haiti meliputi:
- Energi surya**: Haiti memiliki potensi energi surya yang signifikan. Proyek-proyek skala kecil dan menengah, termasuk sistem penerangan jalan tenaga surya, sistem rumah tenaga surya, dan pembangkit listrik tenaga surya mini-grid, telah diimplementasikan, meskipun adopsi skala besar masih terbatas.
- Energi angin**: Beberapa daerah memiliki potensi angin yang baik, tetapi pengembangan energi angin skala besar belum banyak dilakukan.
- Energi air**: Terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga air, seperti Bendungan Péligre, tetapi kapasitasnya terbatas dan dipengaruhi oleh sedimentasi dan kekeringan.
- Bioenergi**: Ada minat dalam pengembangan bioenergi berkelanjutan, seperti biogas dari limbah pertanian.
Tantangan dalam pengembangan energi terbarukan termasuk kurangnya kerangka regulasi yang mendukung, keterbatasan investasi, masalah tata kelola, dan kebutuhan akan peningkatan kapasitas teknis. Namun, energi terbarukan dianggap sebagai solusi kunci untuk mengatasi krisis energi Haiti dalam jangka panjang dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
6.5. Industri Utama
Ekonomi Haiti didukung oleh beberapa sektor industri inti, meskipun kontribusinya terhadap PDB dan lapangan kerja bervariasi dan menghadapi banyak tantangan. Modernisasi dan diversifikasi industri menjadi kunci untuk pembangunan ekonomi jangka panjang dan pengurangan kemiskinan.
6.5.1. Pertanian

Pertanian merupakan sektor penting dalam ekonomi Haiti, mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja (sekitar 40-50%), terutama di daerah pedesaan. Namun, sektor ini didominasi oleh pertanian skala kecil dan subsisten dengan produktivitas yang rendah.
Karakteristik Pertanian:
- Lahan pertanian umumnya kecil dan terfragmentasi.
- Teknik pertanian tradisional masih banyak digunakan, dengan keterbatasan akses terhadap teknologi modern, irigasi, pupuk, dan benih unggul.
- Sangat rentan terhadap bencana alam seperti badai, banjir, dan kekeringan, serta degradasi lingkungan seperti erosi tanah akibat penggundulan hutan.
Tanaman Utama yang Dibudidayakan:
- Tanaman pangan pokok: Jagung, sorgum, beras (terutama di lembah Artibonite), ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, pisang tanduk.
- Tanaman komersial/ekspor (dalam volume yang bervariasi):
- Kopi: Pernah menjadi ekspor utama, kualitasnya dihargai tetapi produksi telah menurun.
- Mangga: Ekspor buah segar yang signifikan, terutama ke Amerika Serikat.
- Tebu: Digunakan untuk produksi gula dan rum (clairin).
- Minyak akar wangi (Vetiver): Haiti adalah produsen utama dunia untuk minyak esensial ini, yang digunakan dalam industri parfum.
- Kakao, sisal.
Produktivitas Rendah dan Masalah Ketahanan Pangan:
Produktivitas pertanian di Haiti rendah karena berbagai faktor, termasuk praktik pertanian yang tidak efisien, kurangnya investasi, degradasi lahan, dan dampak perubahan iklim. Akibatnya, Haiti sangat bergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan domestiknya, yang berkontribusi pada masalah ketahanan pangan dan kerentanan terhadap fluktuasi harga pangan global.
Langkah-langkah untuk Merevitalisasi Ekonomi Pedesaan:
Upaya untuk merevitalisasi ekonomi pedesaan dan meningkatkan sektor pertanian meliputi:- Peningkatan akses petani terhadap kredit, input pertanian modern, dan teknologi.
- Pengembangan infrastruktur irigasi dan pengelolaan sumber daya air.
- Promosi praktik pertanian berkelanjutan dan konservasi tanah.
- Penguatan rantai nilai pertanian dan akses pasar.
- Reformasi agraria dan penyelesaian masalah hak atas tanah untuk memberikan keamanan kepemilikan bagi petani kecil.
- Dukungan bagi organisasi petani dan koperasi.
- Investasi dalam penelitian dan pengembangan pertanian.
Revitalisasi sektor pertanian sangat penting tidak hanya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinin di pedesaan, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan impor dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Hak atas tanah dan dukungan bagi petani kecil adalah isu krusial dalam upaya ini, mengingat sejarah ketidaksetaraan akses terhadap lahan.
6.5.2. Pariwisata

Haiti memiliki potensi sumber daya pariwisata alam dan budaya yang signifikan, namun industri pariwisatanya masih kurang berkembang dibandingkan dengan negara-negara Karibia lainnya.
Sumber Daya Pariwisata:
- Alam:** Pantai-pantai berpasir putih (seperti di Île-à-Vache, Labadee, Côte des Arcadins), pegunungan yang indah, air terjun (seperti Saut-Mathurine, Bassin Bleu), dan keanekaragaman hayati.
- Budaya:** Sejarah yang kaya terkait Revolusi Haiti, situs-situs bersejarah Warisan Dunia UNESCO seperti Citadelle Laferrière dan Istana Sans-Souci, arsitektur kolonial di kota-kota seperti Jacmel dan Cap-Haïtien, seni Haiti yang unik dan semarak (lukisan, patung, kerajinan tangan), musik (Compas, Rara, Mizik Rasin), tari, dan tradisi Vodou yang menarik minat antropologis dan budaya.
Potensi Industri Pariwisata:
Potensi pariwisata Haiti cukup besar untuk menghasilkan pendapatan devisa, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pembangunan ekonomi lokal. Jenis pariwisata yang berpotensi dikembangkan meliputi pariwisata pantai dan bahari, ekowisata, pariwisata budaya dan sejarah, serta pariwisata petualangan.
Faktor Penghambat Pembangunan:
Pengembangan industri pariwisata di Haiti terhambat oleh beberapa faktor utama:
- Keamanan dan Stabilitas Politik:** Ketidakstabilan politik yang kronis, tingginya tingkat kejahatan, dan kekerasan geng menciptakan persepsi negatif dan risiko keamanan bagi wisatawan.
- Infrastruktur yang Kurang Memadai:** Kualitas jalan yang buruk, pasokan listrik yang tidak dapat diandalkan, layanan komunikasi yang terbatas, dan fasilitas bandara serta pelabuhan yang perlu ditingkatkan menjadi kendala. Akomodasi berkualitas internasional juga masih terbatas di luar beberapa area tertentu.
- Citra Negatif:** Haiti seringkali diasosiasikan dengan kemiskinan, bencana alam, dan ketidakstabilan, yang menghalangi minat wisatawan potensial.
- Kurangnya Investasi:** Sektor swasta dan publik belum cukup berinvestasi dalam pengembangan produk dan layanan pariwisata.
- Masalah Lingkungan:** Degradasi lingkungan di beberapa daerah dapat mengurangi daya tarik wisata alam.
Kebijakan Pemerintah untuk Promosi:
Pemerintah Haiti, dengan dukungan mitra internasional, telah melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan pariwisata, termasuk:
- Mengembangkan rencana induk pariwisata nasional.
- Berinvestasi dalam perbaikan infrastruktur di beberapa destinasi wisata potensial.
- Melakukan kampanye pemasaran untuk meningkatkan citra Haiti sebagai destinasi wisata.
- Mendorong investasi swasta di sektor perhotelan dan layanan pariwisata.
- Mengembangkan produk pariwisata baru yang berfokus pada budaya dan alam.
Dalam mengembangkan pariwisata, penting untuk memperhatikan dampak sosial dan lingkungan. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan harus melibatkan komunitas lokal, memastikan manfaat ekonomi tersebar secara adil, dan melindungi warisan alam serta budaya Haiti. Meskipun tantangan besar, pariwisata tetap dilihat sebagai salah satu sektor kunci yang dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi dan pembangunan jangka panjang Haiti jika dikelola dengan baik dan didukung oleh stabilitas serta keamanan.
6.6. Mata Uang
Mata uang resmi Haiti adalah gourde (kode ISO 4217: HTG). Satu gourde secara historis dibagi menjadi 100 centimes. Nama "gourde" berasal dari kata Spanyol "gordo" (gemuk), yang merujuk pada koin perak Spanyol yang beredar luas di Karibia pada masa kolonial.
Gourde pertama kali diperkenalkan pada tahun 1813, menggantikan livre kolonial Prancis. Sejak itu, mata uang ini telah mengalami beberapa kali revaluasi dan perubahan desain.
Fluktuasi Nilai Tukar:
Nilai tukar gourde terhadap mata uang utama seperti dolar Amerika Serikat (USD) sering mengalami fluktuasi yang signifikan. Ketidakstabilan politik, krisis ekonomi, inflasi, dan ketergantungan pada impor adalah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai gourde. Dolar AS juga beredar luas dan diterima secara umum dalam transaksi di Haiti, terutama untuk barang dan jasa yang lebih besar atau di sektor pariwisata dan bisnis internasional. Bahkan, harga barang seringkali dikutip dalam "dolar Haiti," sebuah unit akun informal yang setara dengan 5 gourde, yang mencerminkan sejarah penetapan nilai tukar terhadap dolar AS di masa lalu.
Penggunaan dalam Kehidupan Ekonomi Sehari-hari:
Gourde adalah alat pembayaran utama untuk transaksi sehari-hari bagi sebagian besar penduduk Haiti, terutama di pasar lokal, untuk transportasi umum, dan pembelian barang-barang kebutuhan pokok. Namun, karena inflasi dan devaluasi, masyarakat seringkali lebih memilih menyimpan tabungan dalam dolar AS jika memungkinkan. Pengiriman uang dari diaspora Haiti, yang merupakan sumber devisa penting, seringkali diterima dalam dolar AS dan kemudian ditukarkan menjadi gourde untuk pengeluaran lokal. Bank Sentral Haiti (Banque de la République d'Haïti - BRH) bertanggung jawab atas kebijakan moneter dan penerbitan gourde.
6.7. Infrastruktur
Kondisi umum infrastruktur sosial di Haiti sangat kurang memadai dan menjadi salah satu penghambat utama pembangunan nasional serta kualitas hidup penduduk. Keterbatasan investasi jangka panjang, ketidakstabilan politik, korupsi, dan dampak berulang dari bencana alam telah menyebabkan kerusakan dan kelalaian infrastruktur di berbagai sektor.
6.7.1. Transportasi
Jaringan transportasi di Haiti menghadapi tantangan besar.
- Jalan:** Sebagian besar jaringan jalan, termasuk jalan raya utama seperti Route Nationale No. 1 (menghubungkan Port-au-Prince ke Cap-Haïtien) dan Route Nationale No. 2 (menghubungkan Port-au-Prince ke Les Cayes), berada dalam kondisi buruk, berlubang, dan seringkali tidak beraspal di banyak bagian, terutama di daerah pedesaan. Selama musim hujan, banyak jalan menjadi tidak dapat dilalui. Pemeliharaan dan pembangunan jalan baru sangat terbatas.
- Pelabuhan:** Pelabuhan utama terdapat di Port-au-Prince (Pelabuhan Internasional Port-au-Prince) dan Cap-Haïtien. Fasilitas pelabuhan seringkali sudah tua, kurang terpelihara, dan kapasitasnya terbatas, yang menghambat efisiensi perdagangan. Pelabuhan Saint-Marc juga digunakan untuk barang konsumsi.
- Bandara:** Bandar Udara Internasional Toussaint Louverture di Port-au-Prince adalah bandara internasional utama, yang menangani sebagian besar penerbangan internasional. Bandar Udara Internasional Cap-Haïtien juga melayani beberapa penerbangan internasional. Bandara-bandara yang lebih kecil di kota-kota lain memiliki fasilitas terbatas.
- Transportasi Umum:** Transportasi umum di perkotaan dan antar kota didominasi oleh tap-tap, yaitu bus atau truk bak terbuka yang dimodifikasi dan dicat warna-warni, yang beroperasi sebagai taksi bersama dengan rute tetap. Tap-tap seringkali penuh sesak dan kurang standar keamanannya. Layanan bus formal terbatas.
6.7.2. Komunikasi
Sektor komunikasi di Haiti telah mengalami perkembangan, terutama dalam layanan nirkabel, tetapi aksesibilitas secara keseluruhan masih terbatas.
- Telepon Tetap:** Jaringan telepon tetap sangat terbatas dan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
- Telepon Seluler (Nirkabel):** Layanan telepon seluler telah berkembang pesat dan menjadi alat komunikasi utama bagi sebagian besar penduduk. Beberapa operator seluler menyediakan layanan suara dan data.
- Internet:** Akses internet, terutama internet pita lebar, masih terbatas dan mahal, terutama di luar kota-kota besar. Warung internet (cybercafé) dan akses internet seluler adalah cara utama bagi banyak orang untuk terhubung. Tingkat penetrasi internet secara keseluruhan masih rendah.
- Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK):** Pengembangan TIK secara umum terhambat oleh kurangnya infrastruktur, biaya tinggi, dan tingkat literasi digital yang rendah.
6.7.3. Air Bersih dan Sanitasi
Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak adalah masalah kritis di Haiti.
- Air Bersih:** Sebagian besar penduduk, terutama di daerah pedesaan dan permukiman kumuh perkotaan, tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan terkelola dengan baik. Banyak yang bergantung pada sumber air permukaan yang tidak terlindungi, sumur yang terkontaminasi, atau harus membeli air dengan harga mahal dari penjual swasta. Infrastruktur pipa air bersih sangat terbatas.
- Sanitasi:** Akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (seperti toilet yang higienis dan sistem pengelolaan air limbah) bahkan lebih buruk. Buang air besar sembarangan masih umum terjadi di banyak daerah. Kurangnya sistem pengelolaan air limbah yang efektif menyebabkan pencemaran sumber air dan lingkungan.
- Penyakit yang Ditularkan Melalui Air:** Akibat buruknya kualitas air dan sanitasi, penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera, demam tifoid, dan diare menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama dan sering menyebabkan wabah, terutama setelah bencana alam.
- Upaya Perbaikan:** Berbagai organisasi pemerintah, LSM, dan mitra internasional berupaya untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi melalui pembangunan sumur, sistem perpipaan skala kecil, promosi jamban higienis, dan kampanye kesadaran kebersihan. Namun, skala masalahnya sangat besar dan memerlukan investasi serta upaya berkelanjutan yang signifikan.
Kurangnya infrastruktur yang memadai di semua sektor ini secara kumulatif menghambat pertumbuhan ekonomi, memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, membatasi akses terhadap pendidikan dan informasi, serta meningkatkan kerentanan Haiti terhadap guncangan eksternal.
7. Masyarakat
Masyarakat Haiti adalah perpaduan kompleks dari warisan Afrika, Eropa, dan pribumi, yang telah membentuk demografi, struktur etnis, bahasa, agama, dan praktik budayanya. Namun, masyarakat ini juga menghadapi tantangan sosial yang mendalam, termasuk kemiskinan yang meluas, ketidaksetaraan yang tajam, dan berbagai bentuk kerawanan sosial, yang semuanya berdampak signifikan terhadap hak-hak dasar dan kualitas hidup warganya.
7.1. Demografi
Pada tahun 2018, populasi Haiti diperkirakan sekitar 10,788 juta jiwa, menjadikannya negara terpadat di Karibia. Pada tahun 2006, setengah dari populasi berusia di bawah 20 tahun, menunjukkan struktur usia yang sangat muda. Sensus formal pertama pada tahun 1950 mencatat total populasi 3,1 juta jiwa. Haiti memiliki kepadatan penduduk rata-rata sekitar 350 orang/km2, dengan konsentrasi populasi tertinggi di daerah perkotaan (terutama Port-au-Prince), dataran pantai, dan lembah-lembah subur.
Tingkat kelahiran di Haiti relatif tinggi, meskipun telah menunjukkan tren penurunan. Tingkat kematian juga cukup tinggi, dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yang buruk dan akses terbatas ke layanan medis. Angka harapan hidup saat lahir pada tahun 2018 adalah 63,66 tahun. Angka kematian bayi dan anak masih tinggi dibandingkan dengan standar regional.
Migrasi keluar (emigrasi) merupakan fenomena demografis yang signifikan, dengan jutaan orang keturunan Haiti tinggal di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, Republik Dominika, Kuba, Kanada (terutama Montreal), Bahama, Prancis, Antillen Prancis, Kepulauan Turks dan Caicos, Jamaika, Puerto Riko, Venezuela, Brasil, Suriname, dan Guyana Prancis. Pengiriman uang dari diaspora ini menjadi sumber pendapatan penting bagi banyak keluarga di Haiti dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional.
Tren demografis utama mencakup urbanisasi yang cepat, dengan banyak penduduk pindah dari daerah pedesaan ke kota-kota, terutama Port-au-Prince, untuk mencari peluang ekonomi, meskipun hal ini seringkali memperburuk masalah kepadatan penduduk dan tekanan pada layanan perkotaan. Bencana alam seperti gempa bumi 2010 juga berdampak signifikan pada demografi, menyebabkan kematian massal dan perpindahan penduduk internal yang besar.
7.2. Komposisi Etnis
Komposisi etnis Haiti didominasi oleh penduduk keturunan Afrika, yang merupakan mayoritas besar (sekitar 95%) dari total populasi. Mereka adalah keturunan dari orang-orang Afrika yang diperbudak dan dibawa ke pulau Hispaniola selama era kolonial Prancis untuk bekerja di perkebunan tebu dan kopi.
Kelompok etnis minoritas utama adalah Mulatto (orang-orang keturunan campuran Afrika dan Eropa), yang diperkirakan составляет sekitar 5% dari populasi. Secara historis, kelompok mulatto seringkali memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi daripada mayoritas kulit hitam, sebuah warisan dari struktur sosial era kolonial di mana mereka kadang-kadang mendapatkan hak istimewa tertentu. Meskipun perbedaan warna kulit tidak selalu menjadi penentu status sosial secara kaku, warisan ini masih memiliki implikasi dalam dinamika sosial dan ekonomi kontemporer.
Selain itu, terdapat komunitas kecil orang Eropa (terutama keturunan Prancis, Jerman, Polandia), Arab (terutama keturunan Lebanon dan Suriah yang bermigrasi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk berdagang), dan sejumlah kecil orang Asia. Kelompok-kelompok ini cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan dan seringkali terlibat dalam sektor bisnis dan perdagangan.
Hubungan sosial-ekonomi antar-etnis di Haiti kompleks. Meskipun secara resmi tidak ada diskriminasi rasial yang dilembagakan, isu-isu terkait warna kulit (colorism) dan kelas sosial seringkali saling terkait. Elit ekonomi dan politik secara historis cenderung didominasi oleh kelompok mulatto dan segmen tertentu dari populasi kulit hitam yang lebih terang atau memiliki koneksi historis dengan kekuasaan. Namun, penting untuk dicatat bahwa garis pemisah tidak selalu tegas, dan identitas nasional Haiti secara umum sangat menekankan warisan Afrika dan perjuangan melawan perbudakan.
Upaya untuk memastikan kesetaraan dan mengatasi diskriminasi berbasis warna kulit atau asal usul etnis tetap menjadi tantangan dalam konteks ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang lebih luas di Haiti. Perjuangan untuk keadilan sosial dan pengakuan hak-hak semua kelompok etnis adalah bagian integral dari upaya membangun masyarakat Haiti yang lebih inklusif.
7.3. Bahasa
Dua bahasa resmi Haiti adalah bahasa Prancis dan bahasa Kreol Haiti.
- Bahasa Kreol Haiti** (Kreyòl Ayisyen): Ini adalah bahasa yang dituturkan oleh hampir seluruh populasi Haiti (sekitar 90-95% sebagai bahasa ibu atau bahasa utama). Kreol Haiti adalah bahasa Kreol berbasis Prancis, yang berarti sebagian besar kosakata berasal dari bahasa Prancis abad ke-18, tetapi tata bahasanya memiliki struktur yang berbeda, dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Afrika Barat yang dibawa oleh para budak, serta beberapa pengaruh dari bahasa Taíno, Spanyol, dan Portugis. Kreol Haiti telah mengalami standardisasi dan semakin diakui sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, media, dan administrasi, meskipun bahasa Prancis secara historis lebih dominan dalam konteks formal. Kreol Haiti memiliki hubungan dengan bahasa Kreol Prancis lainnya, khususnya varian Kreol Antillen dan Kreol Louisiana Prancis.
- Bahasa Prancis**: Bahasa Prancis adalah bahasa tulis utama, bahasa administrasi resmi, dan bahasa utama pers. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 42% penduduk Haiti, terutama oleh mereka yang berpendidikan dan elit perkotaan. Bahasa Prancis adalah bahasa pengantar di sebagian besar sekolah (terutama tingkat menengah dan tinggi) dan digunakan dalam sektor bisnis serta acara-acara seremonial seperti pernikahan, wisuda, dan misa gereja. Haiti adalah salah satu dari dua negara merdeka di benua Amerika (bersama Kanada) yang menetapkan bahasa Prancis sebagai bahasa resmi.
Status sosial kedua bahasa ini berbeda. Bahasa Prancis secara historis dianggap sebagai bahasa prestise, budaya tinggi, dan mobilitas sosial, sementara Kreol Haiti seringkali dipandang sebagai bahasa rakyat atau kurang formal. Namun, ada gerakan yang berkembang untuk mempromosikan penggunaan dan status Kreol Haiti di semua aspek kehidupan nasional, mengakui perannya sebagai bahasa pemersatu dan identitas budaya Haiti. Lingkungan bilingual ini memiliki dampak pada pendidikan, di mana siswa seringkali harus belajar dalam bahasa Prancis yang mungkin bukan bahasa ibu mereka, yang dapat menjadi tantangan. Upaya untuk meningkatkan pendidikan bilingual dan literasi dalam kedua bahasa terus dilakukan.
Bahasa Spanyol juga dituturkan oleh sebagian kecil penduduk Haiti, terutama mereka yang tinggal di sepanjang perbatasan dengan Republik Dominika atau yang pernah tinggal atau bekerja di negara berbahasa Spanyol. Bahasa Inggris juga semakin populer, terutama di kalangan generasi muda dan di sektor pariwisata serta bisnis internasional, karena pengaruh Amerika Serikat dan globalisasi. Beberapa warga Haiti yang dideportasi dari Amerika Serikat atau negara-negara Amerika Latin lainnya mungkin juga fasih berbahasa Inggris atau Spanyol.
7.4. Agama

Budaya agama Haiti sangat unik dan merupakan perpaduan yang kompleks dari berbagai tradisi. Mayoritas penduduk Haiti mengidentifikasi diri sebagai Kristen, namun banyak juga yang mempraktikkan atau menggabungkan unsur-unsur Vodou dalam kehidupan spiritual mereka.
- Katolik Roma**: Menurut perkiraan CIA World Factbook 2018, sekitar 55% penduduk Haiti adalah Katolik. Katolik Roma diperkenalkan oleh penjajah Spanyol dan kemudian Prancis, dan telah lama menjadi agama dominan secara formal. Gereja Katolik memiliki kehadiran yang kuat dalam pendidikan dan layanan sosial di Haiti. Kardinal Haiti, Chibly Langlois, adalah presiden Konferensi Waligereja Nasional Gereja Katolik.
- Protestanisme**: Sekitar 29% penduduk diidentifikasi sebagai Protestan (dengan denominasi utama Baptis 15,4%, Pentakosta 7,9%, Advent Hari Ketujuh 3%, Metodis 1,5%). Beberapa sumber lain menyebutkan populasi Protestan lebih tinggi, mungkin mencapai sepertiga dari populasi pada tahun 2001. Seperti negara-negara lain di Amerika Latin, Haiti telah menyaksikan pertumbuhan pesat denominasi Protestan, terutama yang bersifat Injili dan Pentakosta.
- Vodou**: Vodou adalah agama sinkretis yang berakar pada tradisi spiritual Afrika Barat (terutama dari orang Fon, Yoruba, dan Kongo), yang dibawa oleh para budak, dan dicampur dengan unsur-unsur Katolik Roma serta kepercayaan asli Taíno. Secara formal, sekitar 2,1% populasi mempraktikkan Vodou, tetapi diperkirakan 50-80% orang Haiti memasukkan beberapa elemen kepercayaan atau praktik Vodou ke dalam agama mereka, terutama dalam sinkretisme dengan Katolik. Selama era kolonial, para budak dipaksa untuk menyamarkan loa (roh) tradisional mereka sebagai santo-santa Katolik, sebuah proses yang disebut sinkretisme. Karena sejarah persekusi, representasi yang salah dalam media populer, dan stigmatisasi modern di kalangan sebagian populasi Protestan yang berkembang, sulit untuk memperkirakan jumlah pasti penganut Vodou. Meskipun demikian, Vodou secara resmi diakui oleh pemerintah Haiti pada tahun 2003. Vodou memainkan peran penting dalam budaya, identitas, dan kehidupan sehari-hari banyak orang Haiti, mencakup ritual, musik, tarian, dan sistem kepercayaan yang kompleks.
- Hubungan Antar Agama**: Mencerminkan keberadaan budaya dan kepercayaan Vodou yang meresap, banyak umat Katolik dan Protestan di Haiti yang mengecam Vodou sebagai pemujaan setan, tidak menyangkal kekuatan atau keberadaan roh-rohnya; sebaliknya, mereka dianggap sebagai musuh "jahat" dan "setan" yang memerlukan intervensi melalui doa Kristen. Beberapa kelompok Protestan memandang penghormatan Katolik terhadap orang kudus sebagai penyembahan berhala, dan beberapa Protestan sering menghancurkan patung dan perlengkapan Katolik lainnya.
Agama-agama minoritas lainnya di Haiti termasuk Islam, Iman Baháʼí, Yudaisme, dan Buddhisme. Pengaruh agama secara keseluruhan sangat kuat dalam masyarakat Haiti, membentuk nilai-nilai, praktik sosial, dan pandangan dunia banyak warganya.
7.5. Pendidikan

Sistem pendidikan di Haiti didasarkan pada sistem Prancis. Pendidikan tinggi, di bawah tanggung jawab Kementerian Pendidikan, disediakan oleh universitas dan lembaga publik serta swasta lainnya.
Lebih dari 80% sekolah dasar dikelola secara swasta oleh organisasi non-pemerintah, gereja, komunitas, dan operator nirlaba, dengan pengawasan pemerintah yang minimal. Menurut Laporan Tujuan Pembangunan Milenium 2013, Haiti terus meningkatkan angka partisipasi bersih dalam pendidikan dasar dari 47% pada tahun 1993 menjadi 88% pada tahun 2011, mencapai partisipasi yang setara antara anak laki-laki dan perempuan dalam pendidikan. Organisasi amal, termasuk Food for the Poor dan Haitian Health Foundation, membangun sekolah untuk anak-anak dan menyediakan perlengkapan sekolah yang diperlukan.
Menurut World Factbook 2015, tingkat melek huruf Haiti adalah 60,7%. Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam akses dan kualitas pendidikan. Kurikulum dan jenjang pendidikan mengikuti model Prancis, mulai dari pendidikan pra-sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, hingga pendidikan tinggi.
Banyak reformis telah menganjurkan pembentukan sistem pendidikan gratis, publik, dan universal untuk semua siswa usia sekolah dasar di Haiti. Bank Pembangunan Inter-Amerika memperkirakan bahwa pemerintah akan membutuhkan setidaknya 3.00 B USD untuk menciptakan sistem yang didanai secara memadai.
Setelah berhasil lulus dari sekolah menengah, siswa dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi. Sekolah pendidikan tinggi di Haiti termasuk Universitas Haiti. Ada juga sekolah kedokteran dan sekolah hukum yang ditawarkan baik di Universitas Haiti maupun di luar negeri. Universitas Brown bekerja sama dengan L'Hôpital Saint-Damien di Haiti untuk mengoordinasikan kurikulum perawatan kesehatan pediatri.
Tantangan utama dalam pengembangan pendidikan di Haiti meliputi:
- Aksesibilitas:** Biaya sekolah (bahkan di sekolah yang dianggap "publik" sering ada biaya tersembunyi), jarak ke sekolah, dan kurangnya infrastruktur sekolah menjadi hambatan bagi banyak anak, terutama di daerah pedesaan dan miskin.
- Kualitas:** Kualitas pengajaran seringkali rendah karena kurangnya guru yang terlatih, fasilitas yang tidak memadai, dan kurikulum yang mungkin kurang relevan.
- Bahasa Pengantar:** Penggunaan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantar utama di banyak sekolah dapat menjadi hambatan bagi siswa yang bahasa ibunya adalah Kreol Haiti.
- Pendanaan:** Sektor pendidikan secara keseluruhan kekurangan dana yang kronis.
- Dampak Bencana Alam dan Ketidakstabilan:** Bencana alam dan ketidakstabilan politik sering mengganggu proses belajar mengajar.
Meskipun ada kemajuan dalam angka partisipasi, upaya besar masih diperlukan untuk memastikan bahwa semua anak Haiti menerima pendidikan berkualitas yang dapat memberdayakan mereka dan berkontribusi pada pembangunan negara.
7.6. Kesehatan
Kondisi kesehatan di Haiti merupakan salah satu yang terburuk di Belahan Barat, ditandai dengan tingginya angka penyakit menular, malnutrisi, akses yang sangat terbatas terhadap layanan medis berkualitas, dan sistem layanan kesehatan yang lemah secara keseluruhan. Ini berdampak langsung pada hak atas kesehatan bagi sebagian besar penduduk.
Penyakit utama yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Haiti meliputi:
- Penyakit menular:**
- Penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan seperti diare, kolera (wabah besar terjadi setelah gempa 2010), dan demam tifoid sangat umum karena buruknya sanitasi dan kualitas air.
- HIV/AIDS: Meskipun prevalensinya telah menurun, HIV/AIDS tetap menjadi masalah signifikan. Infeksi HIV ditemukan pada 1,71% populasi Haiti (perkiraan 2015).
- Tuberkulosis (TB): Insiden TB di Haiti adalah yang tertinggi di kawasan ini dengan perkiraan 200 kasus per 100.000 orang (laporan 2017).
- Malaria: Sekitar 30.000 orang Haiti jatuh sakit karena malaria setiap tahun.
- Meningitis dan infeksi pernapasan juga merupakan penyebab umum kematian.
- Malnutrisi**: Malnutrisi kronis, terutama pada anak-anak, tersebar luas dan berkontribusi pada tingginya angka kematian anak dan masalah perkembangan. Sekitar 90% anak-anak Haiti menderita penyakit yang ditularkan melalui air dan parasit usus.
Aksesibilitas layanan medis sangat terbatas. Sebagian besar penduduk, terutama di daerah pedesaan, tidak memiliki transportasi atau akses mudah ke rumah sakit atau klinik. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan seringkali kekurangan sumber daya, termasuk obat-obatan esensial, peralatan medis, dan tenaga kesehatan yang terlatih. Kekurangan tenaga kesehatan yang kronis diperparah oleh emigrasi profesional medis.
Angka kematian bayi (AKB) di Haiti pada tahun 2019 adalah 48,2 kematian per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan tersebut (misalnya, 5,6 per 1.000 di Amerika Serikat). Angka harapan hidup juga relatif rendah.
Sistem layanan kesehatan secara keseluruhan sangat buruk. Sekitar 75% rumah tangga Haiti tidak memiliki air ledeng. Air yang tidak aman, bersama dengan perumahan yang tidak memadai dan kondisi hidup yang tidak sehat, berkontribusi pada tingginya insiden penyakit menular. Situasi ini menjadi sangat jelas setelah gempa bumi Januari 2010, yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur kesehatan yang sudah rapuh.
Setelah gempa 2010, beberapa upaya dilakukan untuk membangun kembali dan memperkuat sistem kesehatan, termasuk pendirian Hôpital Universitaire de Mirebalais oleh Partners In Health, yang merupakan rumah sakit bertenaga surya terbesar di dunia pada saat itu. Namun, tantangan tetap sangat besar dan memerlukan investasi berkelanjutan, peningkatan tata kelola, dan penguatan sumber daya manusia di sektor kesehatan untuk memastikan hak atas kesehatan bagi semua warga Haiti. Pada tahun 2012, 60% anak-anak di Haiti di bawah usia 10 tahun telah divaksinasi, dibandingkan dengan 93-95% di negara lain. Baru-baru ini telah ada kampanye vaksinasi massal yang mengklaim memvaksinasi sebanyak 91% dari populasi target terhadap penyakit tertentu (campak dan rubella dalam kasus ini).
7.7. Masalah Sosial
Masyarakat Haiti menghadapi berbagai masalah sosial yang kompleks dan saling terkait, yang berakar dari sejarah kolonialisme, ketidakstabilan politik, kemiskinan struktural, dan kerentanan terhadap bencana alam. Masalah-masalah ini berdampak parah pada kelompok rentan dan menghambat pemenuhan hak-hak dasar serta kualitas hidup secara keseluruhan.
7.7.1. Kemiskinan dan Pendapatan
Tingkat kemiskinan di Haiti sangat tinggi dan bersifat ekstrem. Sebagian besar populasi hidup di bawah garis kemiskinan nasional dan internasional. Sebelum gempa 2010, diperkirakan sekitar 80% penduduk hidup dengan kurang dari 2 USD per hari. Kondisi ini diperparah oleh bencana alam dan krisis politik yang berkelanjutan.
Realitas ketimpangan pendapatan juga sangat parah. Sejumlah kecil elit ekonomi menguasai sebagian besar kekayaan negara, sementara mayoritas penduduk berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat mencolok, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Penyebab utama masalah kelaparan dan kemiskinan meliputi:
- Kurangnya lapangan kerja formal:** Tingkat pengangguran dan setengah pengangguran sangat tinggi. Sebagian besar tenaga kerja bergantung pada sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu dan perlindungan sosial yang minim.
- Produktivitas pertanian yang rendah:** Sektor pertanian, yang menjadi sandaran banyak keluarga, tidak mampu menghasilkan cukup pangan atau pendapatan karena praktik tradisional, degradasi lahan, dan kurangnya investasi.
- Akses terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan:** Tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah menghambat produktivitas dan peluang ekonomi.
- Tata kelola yang buruk dan korupsi:** Korupsi mengalihkan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk program pengentasan kemiskinan dan layanan publik.
- Kerentanan terhadap guncangan:** Bencana alam dan ketidakstabilan politik seringkali menghancurkan aset dan mata pencaharian, menjerumuskan keluarga ke dalam kemiskinan yang lebih dalam.
Upaya untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial melibatkan berbagai program bantuan dari pemerintah dan organisasi internasional, termasuk bantuan pangan, program padat karya, dan layanan dasar. Namun, solusi jangka panjang memerlukan reformasi struktural untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, meningkatkan tata kelola, berinvestasi dalam sumber daya manusia, dan membangun ketahanan terhadap guncangan.
7.7.2. Perumahan
Kondisi perumahan di Haiti, terutama bagi mayoritas penduduk miskin, sangat buruk dan tidak layak.
- Permukiman Kumuh Perkotaan:** Banyak penduduk perkotaan, terutama di Port-au-Prince, tinggal di permukiman kumuh yang padat penduduk (seperti Cité Soleil) dengan kondisi sanitasi yang buruk, akses terbatas terhadap air bersih, dan layanan dasar lainnya. Rumah-rumah seringkali dibangun dari bahan seadanya dan tidak memenuhi standar keamanan.
- Kerusakan Akibat Bencana Alam:** Gempa bumi tahun 2010 menghancurkan ratusan ribu rumah dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal. Badai dan banjir juga secara rutin merusak atau menghancurkan rumah, terutama di daerah pesisir dan dataran rendah yang rentan.
- Masalah Rekonstruksi:** Upaya rekonstruksi perumahan pasca-bencana seringkali berjalan lambat dan menghadapi banyak kendala, termasuk masalah kepemilikan tanah, kurangnya dana, material bangunan yang mahal, dan koordinasi yang buruk. Banyak keluarga yang terdampak bencana masih tinggal di tempat penampungan sementara atau kondisi yang tidak aman bertahun-tahun setelah kejadian.
- Ketidakstabilan Perumahan Secara Umum:** Kurangnya perencanaan kota yang efektif, penegakan hukum yang lemah terhadap standar bangunan, dan ketidakmampuan sebagian besar penduduk untuk mengakses pembiayaan perumahan yang terjangkau berkontribusi pada situasi ketidakstabilan perumahan secara umum.
Masalah perumahan ini berdampak signifikan pada kesehatan, keselamatan, dan martabat penduduk, serta menjadi hambatan bagi pembangunan sosial dan ekonomi. Penyediaan perumahan yang layak dan aman bagi semua warga Haiti memerlukan komitmen politik, investasi yang signifikan, perencanaan kota yang lebih baik, dan pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan.
8. Budaya

Budaya Haiti adalah perpaduan yang kaya dan dinamis dari pengaruh Afrika (terutama Afrika Barat), Prancis, Spanyol, dan unsur-unsur budaya asli Taíno. Identitas budaya Haiti yang unik ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari seni visual, musik, sastra, hingga kuliner dan kepercayaan spiritual. Ketahanan budaya Haiti telah teruji melalui sejarah penindasan dan kesulitan, dan terus menjadi sumber kekuatan dan ekspresi bagi rakyatnya.
8.1. Seni

Seni Haiti, terutama lukisan dan patung, terkenal secara internasional karena warna-warninya yang cerah dan kuat, perspektif yang seringkali naif atau intuitif, dan humor yang halus. Gaya ekspresinya unik dan seringkali mencerminkan kehidupan sehari-hari, spiritualitas, dan sejarah Haiti.
Aliran utama dalam seni Haiti meliputi:
- Seni Primitif atau Naif:** Gaya ini sering menampilkan penggambaran kehidupan sehari-hari, pasar, lanskap, hewan hutan, ritual, tarian, dan dewa-dewa (loa) Vodou. Seniman seringkali otodidak dan mengembangkan gaya pribadi yang khas.
- Seni Vodou:** Banyak karya seni Haiti sangat dipengaruhi oleh simbolisme dan ikonografi Vodou. Penggambaran loa, ritual, dan simbol-simbol spiritual umum ditemukan.
- Sekolah Lukisan:** Beberapa seniman mengelompok dalam 'sekolah' lukisan tertentu, seperti:
- Sekolah Cap-Haïtien:** Menampilkan penggambaran kehidupan sehari-hari di kota tersebut.
- Sekolah Jacmel:** Mencerminkan pegunungan curam dan teluk kota pesisir tersebut.
- Sekolah Saint-Soleil:** Dicirikan oleh bentuk manusia yang diabstraksi dan sangat dipengaruhi oleh simbolisme Vodou.
Pada tahun 1920-an, gerakan indigéniste mendapatkan pengakuan internasional, dengan lukisan ekspresionisnya yang terinspirasi oleh budaya Haiti dan akar Afrikanya. Pelukis terkenal dari gerakan ini termasuk Hector Hyppolite, Philomé Oban, dan Préfète Duffaut. Beberapa seniman terkenal dari masa yang lebih baru termasuk Edouard Duval-Carrié, Frantz Zéphirin, Leroy Exil, Prosper Pierre Louis, dan Louisiane Saint Fleurant. Patung juga dipraktikkan di Haiti; seniman terkenal dalam bentuk ini termasuk George Liautaud dan Serge Jolimeau. Karena sejarah yang mendalam dan ikatan Afrika yang kuat, simbol-simbol memiliki makna besar dalam masyarakat Haiti.
8.2. Musik dan Tari
Musik Haiti adalah perpaduan dinamis dari berbagai pengaruh, mencerminkan sejarah kompleks pulau Hispaniola. Unsur-unsur Prancis, Afrika, Spanyol, dan sedikit pengaruh asli Taino berbaur menciptakan lanskap musik yang kaya dan beragam.
Genre musik tradisional dan populer Haiti meliputi:
- Musik seremonial Vodou:** Musik ini merupakan bagian integral dari ritual Vodou, menggunakan drum, nyanyian, dan ritme yang kompleks untuk memanggil roh (loa).
- Rara**: Musik prosesi yang dimainkan selama Paskah, menggunakan instrumen bambu (vaksin), drum, dan instrumen perkusi logam. Musik Rara bersifat energik dan seringkali membawa pesan sosial atau politik.
- Twoubadou**: Balada akustik yang dipengaruhi oleh musik campesino Kuba, sering dimainkan dengan gitar, akordeon, dan perkusi.
- Compas (Konpa)**: Genre musik dansa paling populer di Haiti, berkembang pada pertengahan abad ke-20. Compas memiliki ritme yang khas dan dipengaruhi oleh merengue Dominika, jazz, dan musik ballroom Eropa. Band-band Compas sering menggunakan gitar listrik, keyboard, drum, conga, dan seksi tiup. Tokoh penting dalam pengembangan Compas termasuk Nemours Jean-Baptiste dan Webert Sicot. Grup terkenal seperti Tabou Combo telah membawa Compas ke panggung internasional.
- Mini-jazz**: Subgenre dari Compas yang muncul pada tahun 1960-an, dengan instrumentasi yang lebih kecil dan fokus pada gitar.
- Mizik Rasin** (Musik Akar): Gerakan musik yang muncul pada akhir 1980-an, menggabungkan ritme tradisional Vodou dan Rara dengan rock, reggae, dan jazz. Lirik Mizik Rasin seringkali bersifat politis dan sosial. Band-band seperti Boukman Eksperyans dan Boukan Ginen adalah pelopor genre ini.
- Hip Hop Kreyòl**: Genre yang berkembang pesat di kalangan generasi muda, menggabungkan rap dalam bahasa Kreol Haiti dengan ritme lokal dan global.
- Méringue**: Tarian dan musik ballroom tradisional Haiti, yang merupakan cikal bakal dari Compas.
Budaya tari sangat terkait erat dengan musik. Tarian rakyat tradisional seringkali bersifat komunal dan merupakan bagian dari perayaan serta ritual. Tarian Compas adalah tarian pasangan yang populer di pesta dan klub malam (yang disebut discos atau Bal). Kaum muda sering menghadiri pesta di klub malam.
Musik tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga sarana ekspresi budaya, identitas, dan komentar sosial di Haiti.
8.3. Sastra
Haiti memiliki tradisi sastra yang kaya dan panjang, menghasilkan puisi, novel, dan drama yang mendapat pengakuan internasional. Sejarah sastra Haiti mencerminkan perjalanan bangsa dari kolonialisme hingga perjuangan pasca-kemerdekaan dan tantangan kontemporer.
Pengaruh Bahasa Prancis dan Kreol Haiti:
Pengalaman kolonial Prancis menetapkan bahasa Prancis sebagai wahana budaya dan prestise, dan sejak itu mendominasi kalangan sastra dan produksi sastra. Namun, sejak abad ke-18 telah ada upaya berkelanjutan untuk menulis dalam bahasa Kreol Haiti. Pengakuan Kreol sebagai bahasa resmi telah menyebabkan perluasan novel, puisi, dan drama dalam bahasa Kreol.
- Frankétienne dianggap sebagai tokoh penting dalam sastra Kreol Haiti. Pada tahun 1975, ia menjadi yang pertama mematahkan tradisi Prancis dalam fiksi dengan penerbitan Dezafi, novel pertama yang ditulis seluruhnya dalam bahasa Kreol Haiti. Karyanya seringkali eksperimental dan mencerminkan realitas sosial Haiti.
Penulis dan Karya Utama:
Beberapa penulis Haiti terkenal lainnya dan kontribusi mereka meliputi:
- Jean Price-Mars**: Seorang etnolog dan penulis awal abad ke-20 yang karyanya, seperti Ainsi Parla l'Oncle (1928), memainkan peran penting dalam gerakan Indigénisme, yang menekankan nilai budaya rakyat Haiti dan warisan Afrikanya.
- Jacques Roumain**: Penulis novel terkenal Gouverneurs de la Rosée (Penguasa Embun Pagi, 1944), sebuah karya klasik yang menggambarkan kehidupan petani Haiti dan perjuangan mereka melawan kekeringan dan perpecahan sosial.
- Jacques Stephen Alexis**: Penulis novel dan esai yang mengeksplorasi tema-tema realisme magis, identitas, dan perjuangan sosial, seperti dalam Compère Général Soleil (1955).
- Marie Vieux-Chauvet**: Penulis wanita terkemuka yang karyanya, seperti trilogi Amour, Colère et Folie (Cinta, Kemarahan, dan Kegilaan), secara berani mengkritik kediktatoran Duvalier dan dampaknya pada masyarakat Haiti. Karyanya seringkali membahas isu-isu gender, ras, dan kekuasaan.
- Pierre Clitandre**: Dikenal dengan novelnya yang menggambarkan kehidupan di bawah rezim Duvalier.
- René Depestre**: Penyair dan novelis yang karyanya seringkali mengeksplorasi tema-tema erotisme, politik, dan identitas Afro-Karibia.
- Edwidge Danticat**: Penulis Haiti-Amerika kontemporer yang sangat diakui, yang karyanya (seringkali dalam bahasa Inggris) mengeksplorasi pengalaman diaspora Haiti, trauma sejarah, dan isu-isu identitas. Novel-novelnya termasuk Breath, Eyes, Memory dan The Dew Breaker.
- Lyonel Trouillot**: Novelis kontemporer yang karyanya seringkali merefleksikan realitas sosial dan politik Haiti modern.
- Dany Laferrière**: Penulis Haiti-Kanada yang produktif, yang karyanya seringkali bersifat otobiografi dan humoris, mengeksplorasi tema-tema ras, seksualitas, dan kehidupan di pengasingan.
Sastra Diaspora:
Karena sejarah ketidakstabilan politik dan kesulitan ekonomi, banyak penulis Haiti tinggal dan bekerja di luar negeri, membentuk sastra diaspora yang signifikan. Para penulis ini terus mengeksplorasi tema-tema Haiti dari berbagai perspektif, memperkaya kanon sastra Haiti secara keseluruhan.
Sastra Haiti terus berkembang, dengan penulis-penulis baru yang muncul dan mengeksplorasi berbagai genre dan tema, mencerminkan kompleksitas dan vitalitas budaya Haiti.
8.4. Sinema
Industri film di Haiti relatif kecil namun terus berkembang, dengan para pembuat film yang mengeksplorasi berbagai genre dan tema yang mencerminkan realitas sosial, budaya, dan sejarah negara tersebut.
Sejarah dan Kondisi Industri:
Produksi film di Haiti telah ada sejak pertengahan abad ke-20, meskipun seringkali terhambat oleh keterbatasan sumber daya, infrastruktur yang kurang memadai (seperti bioskop dan fasilitas produksi), serta ketidakstabilan politik dan ekonomi. Distribusi film juga menjadi tantangan. Meskipun demikian, semangat untuk bercerita melalui film tetap kuat. Dalam beberapa dekade terakhir, dengan kemajuan teknologi digital, produksi film independen menjadi lebih mudah diakses.
Sutradara Utama:
Beberapa sutradara Haiti yang dikenal atas kontribusi mereka dalam sinema, baik dokumenter maupun fiksi, antara lain:
- Raoul Peck**: Mungkin sutradara Haiti yang paling terkenal secara internasional. Peck dikenal karena film-film dokumenter dan fiksi yang kuat secara politis dan historis. Karya-karyanya yang terkenal termasuk Lumumba (2000), sebuah film biografi tentang pemimpin Kongo Patrice Lumumba, dan film dokumenter nominasi Oscar I Am Not Your Negro (2016), berdasarkan tulisan-tulisan James Baldwin. Ia juga menyutradarai Moloch Tropical (2009), sebuah drama politik yang berlatar di Haiti.
- Arnold Antonin**: Seorang pembuat film dokumenter veteran yang telah menghasilkan banyak karya yang mengeksplorasi budaya, sejarah, dan isu-isu sosial Haiti. Film-filmnya sering berfokus pada seni, musik, Vodou, dan tokoh-tokoh penting Haiti.
- Patricia Benoit**: Sutradara yang dikenal dengan film fiksi seperti Stones in the Sun (2012), yang mengeksplorasi pengalaman pengungsi Haiti di New York.
- Wilkenson Bruna**: Seorang sutradara yang aktif dalam produksi film lokal.
- Richard Senecal**: Dikenal karena karya-karyanya dalam sinema Haiti kontemporer.
Karya Film Panjang dan Dokumenter Perwakilan:
Selain karya-karya dari sutradara yang disebutkan di atas, beberapa film lain yang dianggap penting atau representatif dari sinema Haiti meliputi berbagai dokumenter yang meliput aspek-aspek kehidupan Haiti, serta film-film fiksi yang diproduksi secara lokal dan seringkali ditayangkan dalam festival film atau didistribusikan secara independen. Banyak film mengeksplorasi tema-tema seperti dampak gempa bumi 2010, krisis politik, kehidupan di perkotaan dan pedesaan, isu-isu diaspora, dan kekayaan budaya Haiti.
Industri film Haiti, meskipun menghadapi banyak tantangan, terus menjadi wahana penting untuk ekspresi artistik, refleksi sosial, dan pelestarian budaya. Dukungan untuk produksi dan distribusi film lokal, serta festival film, memainkan peran penting dalam pertumbuhan sektor ini.
8.5. Kuliner

Makanan tradisional Haiti adalah perpaduan unik dari pengaruh Afrika, Prancis, dan Karibia (terutama Taíno dan Spanyol), yang menghasilkan cita rasa yang kaya dan khas. Masakan Haiti seringkali menggunakan bumbu yang berani dan bahan-bahan segar.
Karakteristik dan Bahan Makanan Utama:
- Bumbu:** Bumbu dasar yang umum digunakan adalah epis, yaitu campuran bawang putih, peterseli, daun bawang, paprika, thyme, dan bumbu lainnya yang dihaluskan. Cabai Scotch Bonnet (atau cabai pedas lainnya) juga sering digunakan untuk memberikan rasa pedas.
- Bahan Pokok:** Beras dan kacang-kacangan (terutama kacang merah atau kacang hitam) adalah makanan pokok yang sangat umum, sering disajikan bersama sebagai diri ak pwa. Pisang tanduk (bannann) juga merupakan makanan pokok penting, baik digoreng, direbus, maupun dihaluskan. Umbi-umbian seperti ubi jalar (patat), singkong (manyòk), dan talas (malanga) juga banyak dikonsumsi.
- Protein:** Ayam (poul), kambing (kabrit), daging babi (kochon, terutama griot - daging babi goreng), dan daging sapi adalah sumber protein hewani yang umum. Makanan laut, terutama ikan dan kerang, juga populer di daerah pesisir.
- Sayuran dan Buah-buahan:** Berbagai sayuran seperti tomat, bawang, paprika, okra, bayam, dan terong digunakan dalam masakan. Buah-buahan tropis seperti mangga, nanas, alpukat, markisa, dan jeruk berlimpah dan sering dikonsumsi segar atau diolah menjadi jus.
Hidangan Perwakilan:
Beberapa hidangan tradisional Haiti yang terkenal meliputi:
- Sup joumou**: Sup labu kuning yang secara tradisional dimakan pada Hari Kemerdekaan Haiti (1 Januari) untuk merayakan kebebasan dari perbudakan. Sup ini biasanya berisi daging sapi, kentang, sayuran, dan pasta.
- Griot**: Potongan daging babi yang direbus kemudian digoreng hingga renyah, sering disajikan dengan pikliz (acar sayuran pedas) dan pisang tanduk goreng (bannann peze).
- Diri ak Djon Djon**: Nasi yang dimasak dengan jamur hitam kering khas Haiti (djon djon), yang memberikan warna gelap dan rasa unik pada nasi.
- Lambi Guisado/Grillé**: Keong laut yang dimasak dalam saus (guisado) atau dipanggang (grillé).
- Poisson Gros Sel**: Ikan utuh yang dimasak dengan banyak garam kasar dan bumbu.
- Tassot**: Daging kambing atau sapi yang direbus kemudian digoreng, mirip dengan griot.
- Pikliz**: Acar kubis, wortel, bawang, dan cabai Scotch Bonnet yang direndam dalam cuka, sering disajikan sebagai pendamping hidangan gorengan.
- Akra (Malanga Fritters)**: Gorengan yang terbuat dari talas (malanga) parut yang dibumbui.
- Pain Patate**: Kue ubi jalar manis.
Masakan Haiti tidak hanya lezat tetapi juga mencerminkan sejarah dan budaya negara tersebut, dengan setiap hidangan menceritakan kisah tentang perpaduan tradisi dan adaptasi lokal.
8.6. Arsitektur

Arsitektur Haiti menampilkan perpaduan gaya yang mencerminkan sejarah kolonial, pengaruh Eropa, adaptasi terhadap iklim tropis, dan ekspresi budaya lokal. Bangunan bersejarah dan gaya arsitektur tradisional Haiti menjadi saksi bisu perjalanan panjang negara ini.
Situs Warisan Dunia UNESCO:
Dua contoh arsitektur monumental Haiti yang paling terkenal adalah bagian dari Taman Sejarah Nasional-Benteng, Sans-Souci, Ramiers, yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1982. Situs ini terletak di Haiti utara dan berasal dari awal abad ke-19, dibangun setelah kemerdekaan Haiti dari Prancis.
- Citadelle Laferrière**: Sebuah benteng gunung yang sangat besar dan mengesankan, dibangun di bawah perintah Henri Christophe (kemudian Raja Henri I) untuk melindungi Haiti yang baru merdeka dari potensi serangan balik Prancis. Benteng ini merupakan salah satu benteng terbesar di Amerika dan simbol kekuatan serta kemandirian Haiti.
- Istana Sans-Souci**: Juga dibangun oleh Henri Christophe, istana ini adalah kediaman kerajaan yang megah, terinspirasi oleh arsitektur Eropa, terutama Istana Versailles di Prancis. Meskipun sebagian besar telah menjadi reruntuhan akibat gempa bumi pada tahun 1842, sisa-sisa kemegahannya masih terlihat.
Arsitektur Kolonial:
Kota-kota seperti Cap-Haïtien dan Jacmel masih mempertahankan banyak contoh arsitektur kolonial Prancis, dengan bangunan-bangunan yang menampilkan balkon besi tempa, jendela tinggi, dan fasad berwarna-warni. Jacmel, khususnya, dikenal dengan rumah-rumah bergaya Gingerbread yang unik, yang merupakan adaptasi lokal dari arsitektur Victoria dengan detail kayu yang rumit dan warna-warna cerah. Upaya pelestarian sedang dilakukan untuk melindungi warisan arsitektur ini.
Arsitektur Tradisional/Vernakular:
Di daerah pedesaan dan di antara masyarakat umum, arsitektur tradisional seringkali menggunakan bahan-bahan lokal dan disesuaikan dengan iklim. Rumah-rumah petani (lakou atau kay) mungkin dibangun dari kayu, bambu, atau batu bata lumpur (adobe), dengan atap jerami atau seng. Desainnya seringkali sederhana dan fungsional, dengan fokus pada ventilasi alami.
Arsitektur Modern dan Kontemporer:
Di kota-kota besar seperti Port-au-Prince, arsitektur modern dan kontemporer juga berkembang, meskipun seringkali dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya dan kebutuhan akan bangunan yang tahan bencana. Setelah gempa bumi 2010, ada peningkatan minat pada teknik bangunan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Arsitektur Haiti, baik yang monumental maupun yang sederhana, menceritakan kisah tentang sejarah, budaya, dan adaptasi masyarakat Haiti terhadap lingkungannya. Pelestarian warisan arsitektur ini penting untuk menjaga identitas nasional dan mempromosikan pariwisata budaya.
8.7. Museum
Museum-museum di Haiti memainkan peran penting dalam melestarikan dan memamerkan sejarah, seni, dan budaya negara yang kaya. Salah satu museum utama dan paling terkenal adalah:
- Musée du Panthéon National Haïtien (MUPANAH)**: Terletak di Port-au-Prince, MUPANAH adalah museum nasional Haiti. Museum ini didedikasikan untuk para pahlawan kemerdekaan Haiti dan sejarah bangsa secara keseluruhan. Koleksinya mencakup artefak bersejarah yang signifikan, dokumen, lukisan, patung, dan barang-barang pribadi milik tokoh-tokoh penting dalam sejarah Haiti, mulai dari era pra-Columbus, periode kolonial, Revolusi Haiti, hingga zaman modern. Salah satu artefak paling terkenal yang disimpan di MUPANAH adalah jangkar dari kapal Santa María, kapal utama Christopher Columbus yang karam di lepas pantai Haiti pada tahun 1492. MUPANAH tidak hanya berfungsi sebagai tempat pameran tetapi juga sebagai pusat penelitian dan pendidikan tentang sejarah dan warisan Haiti. Bangunan museum itu sendiri dirancang dengan gaya arsitektur yang unik, sebagian berada di bawah tanah.
Selain MUPANAH, ada beberapa museum dan galeri seni lainnya di Haiti, meskipun mungkin lebih kecil atau lebih terspesialisasi:
- Musée d'Art Haïtien du Collège Saint-Pierre** (Port-au-Prince): Fokus pada seni Haiti, terutama lukisan, menampilkan karya-karya dari berbagai periode dan seniman.
- Pusat Seni (Centre d'Art)** (Port-au-Prince): Meskipun bukan museum dalam arti tradisional, Pusat Seni telah memainkan peran penting dalam mempromosikan dan mendukung seniman Haiti sejak didirikan pada tahun 1944. Pusat ini sering mengadakan pameran dan memiliki koleksi karya seni.
- Museum dan galeri regional atau swasta:** Beberapa kota atau individu mungkin memiliki museum atau galeri yang lebih kecil yang berfokus pada aspek tertentu dari budaya lokal atau koleksi seni tertentu.
Tantangan seperti pendanaan yang terbatas, kurangnya infrastruktur, dan ketidakstabilan politik dapat mempengaruhi operasional dan pengembangan museum di Haiti. Namun, lembaga-lembaga ini tetap penting untuk menjaga memori kolektif dan mempromosikan apresiasi terhadap warisan budaya Haiti yang kaya.
8.8. Cerita Rakyat dan Mitologi
Cerita rakyat dan mitologi Haiti sangat kaya dan berakar kuat dalam tradisi Vodou, yang merupakan perpaduan kepercayaan Afrika Barat, Katolik Roma, dan unsur-unsur asli Taíno. Kepercayaan ini meresap dalam budaya populer dan cara pandang dunia banyak orang Haiti.
Elemen Utama dalam Cerita Rakyat dan Mitologi Haiti:
- Loa (Lwa)**: Loa adalah roh atau dewa dalam Vodou, yang bertindak sebagai perantara antara manusia dan Bondye (Tuhan Yang Maha Esa, yang dianggap jauh dan tidak terlibat langsung dalam urusan manusia). Ada banyak loa, masing-masing dengan kepribadian, atribut, dan bidang pengaruhnya sendiri (misalnya, Papa Legba sebagai penjaga gerbang dunia roh, Erzulie Freda sebagai roh cinta dan kemewahan, Ogou sebagai roh perang dan besi). Cerita tentang loa, interaksi mereka dengan manusia, dan ritual untuk menghormati mereka merupakan bagian penting dari mitologi.
- Zombie**: Kepercayaan pada zombie adalah salah satu aspek mitologi Haiti yang paling dikenal (dan sering disalahpahami) secara internasional. Dalam tradisi Vodou, zombie bukanlah monster pemakan otak seperti dalam budaya populer Barat, melainkan seseorang yang tubuhnya telah dihidupkan kembali setelah kematian (atau tampak mati) oleh seorang bokor (penyihir jahat) dan jiwanya telah dicuri, sehingga menjadi budak tanpa kehendak.
- Lougarou (Loup-garou)**: Mirip dengan manusia serigala dalam cerita rakyat Eropa, lougarou dalam tradisi Haiti adalah makhluk yang dapat berubah bentuk, seringkali menjadi hewan, dan diyakini menghisap darah atau memangsa anak-anak. Sosok ini sering digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak agar berperilaku baik. Istilah ini juga bisa merujuk pada praktisi sihir jahat.
- Makhluk Mitologis Lainnya**: Ada berbagai roh alam, makhluk gaib, dan tokoh legendaris lainnya dalam cerita rakyat Haiti, yang mencerminkan perpaduan budaya yang kaya.
- Cerita Lisan (Kont)**: Tradisi bercerita lisan sangat kuat di Haiti. Kont adalah cerita rakyat yang seringkali mengandung pelajaran moral, humor, atau penjelasan tentang fenomena alam dan sosial. Tokoh-tokoh hewan yang cerdik seperti Ti Malice dan Bouki sering muncul dalam cerita-cerita ini.
- Ritual Tradisional**: Berbagai ritual Vodou, termasuk persembahan, tarian, musik drum, dan kerasukan roh, merupakan bagian integral dari praktik keagamaan dan juga sumber cerita serta legenda. Ritual-ritual ini seringkali bertujuan untuk berkomunikasi dengan loa, mencari penyembuhan, perlindungan, atau bimbingan.
Cerita rakyat dan mitologi Haiti tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai cara untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan pemahaman tentang dunia spiritual. Mereka mencerminkan pandangan dunia yang kompleks di mana alam fisik dan spiritual saling terkait erat.
8.9. Hari Libur Nasional dan Festival
Haiti memiliki sejumlah hari libur nasional dan festival budaya yang mencerminkan sejarah, agama, dan tradisi rakyatnya. Perayaan ini seringkali penuh warna, musik, tarian, dan makna komunal yang kuat.
Hari Libur Nasional Utama:
- Hari Kemerdekaan (1 Januari)**: Ini adalah hari libur paling penting di Haiti, memperingati proklamasi kemerdekaan dari Prancis pada tanggal 1 Januari 1804. Perayaan ini seringkali melibatkan upacara resmi, parade, dan makan sup joumou (sup labu), sebuah tradisi yang melambangkan kebebasan karena sup ini dulunya dilarang untuk dikonsumsi oleh para budak.
- Hari Leluhur (2 Januari)**: Hari untuk menghormati para pahlawan dan pendiri bangsa.
- Hari Pahlawan (Hari Kematian Jean-Jacques Dessalines - 17 Oktober)**: Memperingati kematian Jean-Jacques Dessalines, pemimpin revolusi dan kaisar pertama Haiti.
- Hari Pertempuran Vertières (18 November)**: Merayakan kemenangan menentukan Haiti atas pasukan Prancis dalam Pertempuran Vertières pada tahun 1803, yang mengarah langsung pada kemerdekaan.
- Hari Penemuan (Hari Kedatangan Columbus - seringkali kontroversial, tetapi diperingati dalam beberapa konteks historis)**
- Hari Buruh (1 Mei)**
- Hari Bendera dan Universitas (18 Mei)**: Merayakan pembuatan bendera Haiti pertama pada tahun 1803.
- Hari-hari raya keagamaan Kristen**: Seperti Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Isa Almasih, Maria Diangkat ke Surga (15 Agustus), Hari Raya Semua Orang Kudus (1 November), dan Natal (25 Desember).
Festival Budaya Perwakilan:
- Karnaval Haiti (Kanaval)**: Karnaval Haiti adalah salah satu festival paling semarak dan terkenal di Karibia. Biasanya diadakan pada bulan Februari atau Maret menjelang Rabu Abu. Karnaval ditandai dengan parade besar-besaran dengan kostum mewah, musik Compas dan Rara yang menghentak, tarian jalanan, dan kelompok-kelompok satir (bandes à pied). Setiap kota besar memiliki perayaan karnavalnya sendiri, dengan yang paling terkenal diadakan di Port-au-Prince dan Jacmel (yang karnavalnya sering diadakan seminggu lebih awal dan terkenal dengan topeng kertas-mâché artistiknya). Pada tahun 2010, pemerintah memutuskan untuk menyelenggarakan acara tersebut di kota yang berbeda di luar Port-au-Prince setiap tahun.
- Rara**: Rara adalah festival musik dan tarian jalanan yang berlangsung selama periode Prapaskah, dari Rabu Abu hingga Minggu Paskah. Kelompok Rara berparade melalui pedesaan dan perkotaan pada malam hari, memainkan instrumen bambu yang disebut vaksen, drum, dan instrumen perkusi logam. Musik Rara bersifat energik dan seringkali memiliki lirik yang berisi komentar sosial atau spiritual. Festival ini memiliki akar yang kuat dalam tradisi Vodou dan budaya petani Haiti.
- Festival Keagamaan Vodou**: Sepanjang tahun, ada berbagai festival dan upacara Vodou yang penting, yang didedikasikan untuk loa (roh) tertentu. Misalnya, festival untuk Erzulie Dantor atau perayaan untuk Gede (roh kematian dan kesuburan) pada bulan November. Ziarah ke tempat-tempat suci Vodou seperti Saut-d'Eau (pada bulan Juli) juga menarik banyak orang.
Hari libur dan festival ini memainkan peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya Haiti, memberikan kesempatan untuk perayaan komunal, ekspresi artistik, dan penegasan identitas nasional serta spiritual.
8.10. Olahraga

Olahraga paling populer di Haiti adalah sepak bola (disebut football atau foutbòl). Ratusan klub kecil bersaing di tingkat lokal, dan antusiasme terhadap sepak bola sangat tinggi di seluruh negeri. Stade Sylvio Cator di Port-au-Prince adalah stadion serbaguna utama, yang sebagian besar digunakan untuk pertandingan sepak bola.
- Liga Domestik:** Haiti memiliki liga sepak bola profesional, Ligue Haïtienne, meskipun sering menghadapi tantangan terkait pendanaan, infrastruktur, dan stabilitas.
- Tim Nasional:** Tim nasional sepak bola Haiti telah mencapai beberapa keberhasilan. Mereka secara mengejutkan lolos ke Piala Dunia FIFA 1974 di Jerman Barat, menjadi tim Karibia kedua yang melakukannya. Meskipun tidak lolos dari babak penyisihan grup, partisipasi mereka merupakan momen kebanggaan nasional. Tim nasional juga memenangkan Piala Karibia pada tahun 2007 dan telah berpartisipasi dalam Piala Emas CONCACAF.
- Pemain Terkenal:** Beberapa pemain Haiti telah bermain secara profesional di luar negeri, termasuk di liga-liga Eropa dan Amerika Utara. Joe Gaetjens, seorang pemain Haiti, terkenal karena mencetak gol kemenangan untuk tim nasional Amerika Serikat dalam kemenangan mengejutkan 1-0 atas Inggris di Piala Dunia FIFA 1950.
Cabang olahraga lain yang juga populer atau berkembang di Haiti meliputi:
- Bola basket**: Popularitas bola basket telah meningkat, terutama di kalangan generasi muda di perkotaan. Ada upaya untuk mengembangkan liga dan program bola basket.
- Bisbol**: Meskipun tidak sepopuler di negara-negara Karibia lainnya seperti Republik Dominika atau Kuba, bisbol juga dimainkan dan memiliki penggemar di Haiti.
- Bola voli**: Dimainkan secara rekreasi dan kompetitif.
- Atletik**: Haiti telah mengirimkan atlet untuk berkompetisi dalam Olimpiade Musim Panas sejak tahun 1900, terutama dalam cabang atletik dan angkat besi. Haiti telah memenangkan beberapa medali Olimpiade dalam sejarahnya, termasuk medali perak dalam lompat jauh oleh Silvio Cator pada Olimpiade Amsterdam 1928 dan medali perunggu dalam cabang menembak tim pada Olimpiade Paris 1924.
Olahraga, khususnya sepak bola, memainkan peran penting dalam kehidupan sosial Haiti, memberikan hiburan, sarana ekspresi, dan terkadang, momen persatuan nasional di tengah berbagai tantangan yang dihadapi negara tersebut.
9. Hubungan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri Haiti secara umum diarahkan pada pemeliharaan hubungan baik dengan negara-negara lain, partisipasi dalam organisasi regional dan internasional, serta upaya untuk mendapatkan bantuan pembangunan dan investasi asing. Prioritas utama seringkali terkait dengan stabilitas politik, keamanan, pembangunan ekonomi, dan bantuan kemanusiaan.
Hubungan dengan Negara-Negara Utama dan Organisasi Internasional:
- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)**: Haiti adalah anggota pendiri PBB. PBB telah memainkan peran penting di Haiti, terutama melalui misi penjaga perdamaian (MINUSTAH, MINUJUSTH, BINUH) yang bertujuan untuk menstabilkan negara setelah periode kerusuhan politik dan membantu dalam pembangunan institusi. Berbagai badan PBB juga aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan pembangunan.
- Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS)**: Haiti adalah anggota OAS dan berpartisipasi dalam forum-forum regional yang membahas isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, dan keamanan di benua Amerika.
- Komunitas Karibia (CARICOM)**: Haiti menjadi anggota penuh CARICOM pada tahun 2002. Keanggotaan ini bertujuan untuk meningkatkan integrasi regional, perdagangan, dan kerja sama dengan negara-negara Karibia lainnya.
- Organisation internationale de la Francophonie** (OIF): Sebagai negara berbahasa Prancis, Haiti adalah anggota aktif OIF, yang mempromosikan bahasa dan budaya Prancis serta kerja sama di antara negara-negara Francophone.
- Komunitas Negara Amerika Latin dan Karibia (CELAC)**: Haiti juga merupakan anggota CELAC, sebuah blok regional negara-negara Amerika Latin dan Karibia.
- Lembaga Keuangan Internasional**: Haiti adalah anggota Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, yang memberikan dukungan keuangan dan teknis untuk reformasi ekonomi dan program pembangunan. Haiti juga merupakan anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Isu-isu Terkini dengan Negara-Negara Tetangga:
- Republik Dominika**: Hubungan dengan Republik Dominika, negara yang berbagi pulau Hispaniola dengan Haiti, seringkali kompleks dan tegang. Isu-isu utama meliputi migrasi warga Haiti ke Republik Dominika (seringkali ilegal), perlakuan terhadap migran Haiti dan keturunan Haiti di Republik Dominika (termasuk masalah apatridia), sengketa perbatasan sesekali, dan perdagangan lintas batas. Meskipun ada kerja sama dalam beberapa bidang, ketegangan historis dan isu-isu kontemporer tetap menjadi tantangan.
- Kuba**: Haiti dan Kuba memiliki hubungan diplomatik dan kerja sama, terutama dalam bidang kesehatan, di mana Kuba telah mengirimkan banyak tenaga medis untuk bekerja di Haiti.
- Jamaika dan negara-negara Karibia lainnya**: Hubungan umumnya bersahabat, dengan fokus pada kerja sama regional melalui CARICOM.
Secara keseluruhan, kebijakan luar negeri Haiti dipengaruhi oleh kebutuhan mendesak akan stabilitas dan pembangunan, serta dinamika regional dan internasional. Upaya untuk menarik investasi, memperkuat hubungan diplomatik, dan berpartisipasi aktif dalam fora internasional terus menjadi bagian penting dari strategi luar negeri Haiti.
9.1. Hubungan dengan Negara-Negara Utama
Haiti menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai negara di seluruh dunia, namun beberapa hubungan memiliki signifikansi historis, politik, dan ekonomi yang lebih menonjol.
- Amerika Serikat**: Amerika Serikat adalah mitra politik dan ekonomi terpenting Haiti. Hubungan ini kompleks, ditandai oleh periode intervensi AS (seperti pendudukan 1915-1934 dan intervensi militer pada 1994 dan 2004), dukungan ekonomi dan kemanusiaan yang signifikan (AS adalah donor bilateral terbesar), serta diaspora Haiti yang besar di AS yang memberikan kontribusi penting melalui pengiriman uang. Isu-isu utama dalam hubungan ini meliputi perdagangan (terutama melalui perjanjian preferensial untuk ekspor garmen Haiti), migrasi, pemberantasan narkoba, dan promosi demokrasi serta stabilitas di Haiti. Kebijakan AS seringkali memiliki dampak langsung pada situasi politik dan ekonomi Haiti.
- Prancis**: Sebagai bekas kekuatan kolonial, Prancis memiliki hubungan historis dan budaya yang mendalam dengan Haiti. Prancis adalah anggota Organisation internationale de la Francophonie dan memberikan bantuan pembangunan serta dukungan budaya kepada Haiti. Namun, hubungan ini juga dibayangi oleh warisan kolonialisme dan beban ganti rugi kemerdekaan yang dibayarkan Haiti kepada Prancis pada abad ke-19, yang dianggap menghambat pembangunan ekonomi Haiti.
- Kanada**: Kanada adalah mitra penting lainnya bagi Haiti, terutama dalam hal bantuan pembangunan, dukungan untuk tata kelola dan keamanan, serta sebagai rumah bagi diaspora Haiti yang signifikan (terutama di Quebec). Kanada seringkali memainkan peran aktif dalam upaya internasional untuk mendukung stabilitas dan pembangunan di Haiti.
- Republik Dominika**: Sebagai negara tetangga yang berbagi pulau Hispaniola, hubungan Haiti dengan Republik Dominika sangat penting namun seringkali diwarnai ketegangan. Isu-isu utama meliputi migrasi ilegal warga Haiti ke Republik Dominika, perlakuan terhadap migran dan keturunan Haiti (termasuk masalah kewarganegaraan), perdagangan lintas batas (formal dan informal), dan pengelolaan sumber daya bersama. Kedua negara berupaya untuk bekerja sama dalam beberapa bidang, tetapi perbedaan ekonomi, sosial, dan budaya, serta warisan sejarah, seringkali menjadi sumber friksi.
- Kuba**: Haiti dan Kuba memiliki hubungan diplomatik yang baik. Kuba telah memberikan bantuan signifikan kepada Haiti, terutama di sektor kesehatan, dengan mengirimkan dokter dan tenaga medis untuk bekerja di daerah-daerah yang kekurangan layanan. Ada juga pertukaran budaya dan pendidikan antara kedua negara.
- Negara-negara Amerika Latin lainnya**: Haiti berupaya memperkuat hubungan dengan negara-negara lain di Amerika Latin dan Karibia, baik secara bilateral maupun melalui organisasi regional seperti OAS, CARICOM, dan CELAC. Venezuela pernah menjadi pemasok minyak penting melalui inisiatif PetroCaribe, meskipun program ini menghadapi masalah.
- Negara-negara Asia Utama (termasuk Indonesia)**: Hubungan Haiti dengan negara-negara Asia utama seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan sebagian besar berfokus pada perdagangan dan bantuan pembangunan. Jepang dan Korea Selatan telah menjadi donor bantuan untuk Haiti. Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok) tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Haiti karena Haiti mengakui Republik Tiongkok (Taiwan), namun perdagangan dengan Tiongkok Daratan tetap ada. Taiwan memberikan bantuan pembangunan kepada Haiti. Mengenai Indonesia, hubungan diplomatik telah terjalin. Indonesia telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada Haiti, terutama setelah bencana alam seperti gempa bumi 2010, termasuk pengiriman tim medis dan bantuan logistik. Pertukaran budaya atau ekonomi mungkin terbatas tetapi ada potensi untuk dikembangkan.
Hubungan luar negeri Haiti sangat dipengaruhi oleh kebutuhan akan dukungan internasional untuk mengatasi tantangan pembangunan, kemiskinan, dan ketidakstabilan yang dihadapinya.