1. Biografi dan Kehidupan Awal
Sonja Henie menunjukkan bakat luar biasa dalam berbagai olahraga sejak usia dini, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembangan kemampuan atletiknya.
1.1. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan
Sonja Henie lahir pada 8 April 1912 di Kristiania (sekarang Oslo), Norwegia. Ia adalah putri tunggal dari Wilhelm Henie (1872-1937), seorang pengusaha bulu Norwegia yang makmur, dan istrinya, Selma Lochmann-Nielsen (1888-1961). Selain pendapatan dari bisnis bulu, kedua orang tua Henie juga memiliki warisan kekayaan. Wilhelm Henie sendiri pernah menjadi Juara Dunia Balap Sepeda Trek dan mendorong anak-anaknya untuk menekuni berbagai olahraga sejak usia muda. Sonja Henie mulai bermain seluncur indah pada usia lima tahun, dan berhasil memenangkan kompetisi seluncur indah pertamanya pada usia tersebut. Sejak usia muda, ia sangat menyukai musik dan tari, serta mempelajari balet. Setelah memulai karier kompetitifnya, ia mengagumi balerina Rusia terkenal, Anna Pavlova, setelah melihat penampilannya di London. Begitu Henie memulai pelatihan serius sebagai peseluncur indah, pendidikan formalnya berakhir. Ia dididik oleh tutor pribadi, dan ayahnya menyewa para ahli terbaik di dunia, termasuk balerina terkenal Rusia, Tamara Karsavina, untuk membantu putrinya menjadi selebriti olahraga.
1.2. Keluarga dan Kegiatan Olahraga Awal
Latar belakang keluarga Sonja Henie ditandai oleh kemakmuran dan dorongan kuat terhadap kegiatan olahraga. Ayahnya, Wilhelm Henie, seorang pedagang bulu kaya dan mantan juara dunia balap sepeda, menanamkan semangat olahraga pada anak-anaknya. Sonja awalnya menunjukkan bakat dalam ski, kemudian mengikuti kakaknya, Leif, untuk menekuni seluncur indah. Selain seluncur indah, sebagai seorang gadis, Henie juga merupakan pemain tenis berperingkat nasional, serta perenang dan pembalap kuda yang terampil. Kedua orang tua Henie bahkan meninggalkan usaha mereka di Norwegia, menyerahkan bisnis bulu kepada Leif, demi menemani Sonja dalam perjalanannya dan bertindak sebagai manajernya.
2. Karier Kompetitif
Karier kompetitif Sonja Henie sebagai atlet seluncur indah amatir ditandai oleh dominasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, meskipun diwarnai oleh sejumlah kontroversi.
2.1. Partisipasi dan Keberhasilan Awal dalam Kompetisi
Henie pertama kali berpartisipasi di Olimpiade Musim Dingin 1924 pada usia sebelas tahun, menempati posisi kedelapan dari delapan peserta. Pada tahun 1927, di usia empat belas tahun, ia memenangkan Kejuaraan Dunia Seluncur Indah pertama dari sepuluh gelar berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, hasil Kejuaraan Dunia 1927, di mana Henie menang dengan keputusan 3-2 (atau 7 banding 8 poin ordinal) atas juara Olimpiade dan Dunia bertahan, Herma Szabo dari Austria, dianggap kontroversial. Tiga dari lima juri yang memberikan Henie peringkat pertama adalah orang Norwegia, sementara Szabo menerima peringkat pertama dari juri Austria dan Jerman. Setahun kemudian, ia meraih medali emas Olimpiade Musim Dingin 1928, menjadi salah satu juara Olimpiade seluncur indah termuda dalam sejarah. Pada usia 15 tahun 10 bulan, ia adalah juara Olimpiade termuda dalam seluncur indah hingga rekornya dipecahkan oleh atlet Amerika, Tara Lipinski, pada tahun 1998.
2.2. Dominasi di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia

Setelah keberhasilan awalnya, Sonja Henie melanjutkan dominasinya yang tak tertandingi dalam seluncur indah. Ia berhasil mempertahankan gelar Olimpiade pada Olimpiade Musim Dingin 1932 dan Olimpiade Musim Dingin 1936, serta gelar juara dunianya setiap tahun hingga 1936. Henie dan Gillis Grafström dari Swedia adalah satu-satunya peseluncur yang memenangkan tiga medali emas Olimpiade dalam seluncur tunggal. Selain itu, ia juga memenangkan enam gelar Kejuaraan Eropa Seluncur Indah berturut-turut dari tahun 1931 hingga 1936. Tiga medali emas Olimpiade Henie yang belum pernah terjadi sebelumnya belum pernah disamai oleh peseluncur tunggal putri mana pun sejak saat itu, begitu pula prestasinya sebagai juara dunia sepuluh kali berturut-turut. Meskipun Irina Slutskaya dari Rusia memegang rekor gelar Kejuaraan Eropa terbanyak di antara peseluncur putri sejak 2006, Henie masih mempertahankan rekor gelar berturut-turut, berbagi dengan Katarina Witt dari Jerman Timur/Jerman (1983-1988).
2.3. Kontroversi dan Tantangan Selama Karier Amatir
Menjelang akhir karier amatirnya, Sonja Henie mulai menghadapi tantangan kuat dari peseluncur yang lebih muda, termasuk Cecilia Colledge, Megan Taylor, dan Hedy Stenuf. Meskipun demikian, ia berhasil mengatasi para pesaing ini dan memenangkan gelar Olimpiade ketiganya di Olimpiade Musim Dingin 1936, meskipun dalam kondisi yang sangat kontroversial dengan Cecilia Colledge finis sangat tipis di posisi kedua. Setelah bagian figura sekolah pada kompetisi Olimpiade 1936, Colledge dan Henie hampir seimbang, dengan Colledge hanya tertinggal beberapa poin. Sandra Stevenson, dalam The Independent, menggambarkan bahwa "kedekatan [persaingan] membuat Henie sangat marah, yang, ketika hasil untuk bagian tersebut ditempel di dinding ruang tunggu para pesaing, Henie menyambar kertas tersebut dan merobeknya menjadi potongan-potongan kecil."
Undian untuk seluncur bebas kemudian menjadi dicurigai setelah Henie mendapatkan posisi menguntungkan untuk meluncur terakhir, sementara Colledge harus tampil kedua dari 26 pesaing. Start awal dianggap sebagai kerugian, karena penonton belum heboh dengan tepuk tangan dan para juri diketahui menjadi lebih "dermawan" dengan nilai yang lebih tinggi seiring berjalannya acara. Bertahun-tahun kemudian, undian bertahap yang lebih adil diterapkan untuk mengatasi situasi ini.
Selama karier kompetitifnya, Henie banyak bepergian dan bekerja dengan berbagai pelatih asing. Di rumahnya di Oslo, ia berlatih di Stadion Frogner, di mana pelatihnya termasuk Hjørdis Olsen dan Oscar Holte. Selama paruh akhir karier kompetitifnya, ia terutama dilatih oleh Howard Nicholson dari Amerika Serikat di London. Ia juga sangat diminati sebagai penampil di pameran seluncur indah baik di Eropa maupun Amerika Utara. Henie menjadi sangat populer di kalangan publik sehingga polisi harus dipanggil untuk mengendalikan kerumunan dalam penampilannya di berbagai kota, seperti Praha dan Kota New York.
Secara terbuka diketahui bahwa, meskipun persyaratan amatir yang ketat pada saat itu, Wilhelm Henie meminta "uang pengeluaran" untuk penampilan seluncur putrinya. Kedua orang tua Henie telah meninggalkan pekerjaan mereka di Norwegia - meninggalkan Leif untuk menjalankan bisnis bulu - demi menemani Sonja dalam perjalanannya dan bertindak sebagai manajernya.
3. Karier Profesional dan Film
Transisi Sonja Henie dari atlet seluncur indah ke dunia profesional dan kariernya di Hollywood membuka jalan bagi banyak peluang baru bagi peseluncur lainnya.
3.1. Transisi ke Profesional
Setelah Kejuaraan Dunia Seluncur Indah 1936, Sonja Henie melepaskan status amatirnya dan memulai karier sebagai penampil profesional dalam akting dan pertunjukan langsung. Sejak masih kecil, Henie telah memutuskan bahwa ia ingin pindah ke Kalifornia dan menjadi bintang film setelah masa kompetitifnya berakhir, tanpa mempertimbangkan bahwa aksennya yang kuat mungkin menghalangi ambisi aktingnya. Henie membuka peluang bagi para peseluncur indah untuk menggunakan keterampilan mereka demi mencari nafkah. Selain tampil di film-film Hollywood, ia melakukan tur keliling Amerika Utara dengan pertunjukan profesionalnya sendiri, sehingga mengumpulkan banyak kekayaan pribadi dan, dengan mempopulerkan pertunjukan es, membuka peluang seluncur profesional bagi peseluncur indah lain yang kurang dikenal.
3.2. Karier Aktris Hollywood

Pada tahun 1936, setelah pertunjukan es yang sukses di Los Angeles yang diatur oleh ayahnya untuk meluncurkan karier filmnya, kepala studio Hollywood Darryl Zanuck mengontraknya untuk jangka panjang di Twentieth Century Fox. Hal ini membuatnya menjadi salah satu aktris dengan bayaran tertinggi pada masanya. Setelah kesuksesan film pertamanya, One in a Million (1936), posisi Henie terjamin dan ia menjadi semakin menuntut dalam urusan bisnisnya dengan Zanuck. Henie juga bersikeras memiliki kendali penuh atas nomor-nomor seluncur dalam film-filmnya seperti Second Fiddle (1939).
Henie mencoba keluar dari pola komedi musikal dengan film anti-Nazi Everything Happens at Night (1939) dan It's a Pleasure (1945), variasi seluncur dari kisah A Star Is Born yang sering diceritakan tentang bintang pecandu alkohol yang membantu pendatang baru. Ini adalah satu-satunya filmnya yang difilmkan dengan Technicolor, tetapi tidak sebesar film-filmnya yang lain di box office dan juga menunjukkan keterbatasannya sebagai aktris drama dalam satu-satunya film dramanya.
Ketika Zanuck menyadari hal ini, ia kembali mengontraknya dalam lebih banyak komedi musikal. Film-film tersebut termasuk Sun Valley Serenade (1941) bersama Glenn Miller, John Payne, The Nicholas Brothers, dan lagu-lagu hit seperti "In the Mood", "Chattanooga Choo Choo", "It Happened in Sun Valley", dan "I Know Why (And So Do You)"; diikuti oleh Iceland (1942) bersama Jack Oakie, Payne, dan lagu hit "There Will Never Be Another You"; dan akhirnya Wintertime (1943) bersama Cesar Romero, Carole Landis, Cornel Wilde, dan Oakie. Sonja telah mengembangkan bakat komedi dan film-film ini semuanya termasuk di antara film-film terlaris untuk 20th Century Fox pada tahun-tahun tersebut. Jika disesuaikan dengan nilai dolar tahun 2017, delapan film Henie berhasil mencapai pendapatan domestik di atas 100.00 M USD. Happy Landing (1938) adalah film terlarisnya.
Dalam filmnya Everything Happens at Night (1939), Ray Milland dan Robert Cummings berperan sebagai reporter saingan yang melacak Hugo Norden (Maurice Moscovich). Norden, seorang peraih Hadiah Nobel, diduga dibunuh oleh Gestapo, tetapi dikabarkan bersembunyi dan menulis berita anonim yang menganjurkan perdamaian dunia. Ketika Geoffrey dan Ken melacak Norden ke sebuah desa kecil di Pegunungan Alpen Swiss, mereka segera bersaing memperebutkan kasih sayang Louise (Henie) yang cantik, yang memiliki hubungan lebih dalam dengan peraih Nobel yang hilang itu daripada yang disadari para reporter. Ketika Geoffrey dan Ken begitu terganggu oleh romansa sehingga mereka mulai mengabaikan tugas mereka, hal itu hampir menyebabkan bencana karena Gestapo berusaha membungkam Norden untuk selamanya. Dirilis pada 22 Desember 1939, film ini dilarang di Jerman Nazi.
3.3. Produksi dan Manajemen Pertunjukan Es

Selain karier filmnya di Fox dari tahun 1936 hingga 1943, Henie menjalin kerja sama bisnis dengan Arthur Wirtz, yang memproduksi pertunjukan es turnya dengan nama "Hollywood Ice Revue". Wirtz juga bertindak sebagai penasihat keuangan Henie. Pada saat itu, seluncur indah dan pertunjukan es belum menjadi bentuk hiburan yang mapan di Amerika Serikat. Popularitas Henie sebagai aktris film menarik banyak penggemar baru dan menjadikan pertunjukan seluncur sebagai hiburan baru yang populer. Sepanjang tahun 1940-an, Henie dan Wirtz memproduksi extravaganza seluncur es musikal yang mewah di Center Theatre Rockefeller Center, menarik jutaan pembeli tiket.
Henie menghentikan kerja samanya dengan Wirtz pada tahun 1950 dan selama tiga musim berikutnya ia memproduksi tur sendiri dengan nama "Sonja Henie Ice Revue". Ini adalah keputusan yang tidak bijaksana untuk bersaing dengan Wirtz, yang pertunjukannya kini menampilkan juara Olimpiade baru, Barbara Ann Scott. Karena Wirtz mengendalikan arena dan jadwal terbaik, Henie terpaksa bermain di tempat yang lebih kecil dan pasar yang sudah jenuh oleh pertunjukan es keliling lainnya seperti Ice Capades. Runtuhnya bagian tribun selama pertunjukan di Baltimore, Maryland, pada tahun 1952 memperparah masalah hukum dan keuangan tur tersebut.
Pada tahun 1953, Henie membentuk kemitraan baru dengan Morris Chalfen untuk tampil dalam turnya di Eropa, Holiday On Ice, yang terbukti sangat sukses. Ia memproduksi pertunjukannya sendiri di Roxy Theatre di Kota New York pada Januari 1956. Namun, tur Amerika Selatan berikutnya pada tahun 1956 adalah bencana. Henie saat itu minum berat dan tidak lagi bisa memenuhi tuntutan tur, dan ini menandai pengunduran dirinya dari seluncur indah.
3.4. Aktivitas Akhir Karier dan Pensiun
Setelah kegagalan tur Amerika Selatan pada tahun 1956, yang disebabkan oleh masalah kesehatan dan kecanduannya terhadap alkohol, Sonja Henie secara resmi pensiun dari dunia seluncur. Ia mencoba memproduksi serial film dengan biaya sendiri; sebuah serial yang akan berfungsi sebagai catatan perjalanan ke beberapa kota. Paris dan London disebutkan, tetapi hanya Hello London (1958) yang dibuat dengan dana sendiri, dibintangi bersama Michael Wilding dan bintang tamu istimewa Stanley Holloway. Meskipun nomor-nomor pertunjukan esnya masih layak ditonton, film tersebut hanya memiliki sedikit distributor dan menerima ulasan buruk, yang mengakhiri karier filmnya.
Autobiografinya, Mitt livs eventyr (Petualangan Hidupku), diterbitkan pada tahun 1938. Terjemahan bahasa Inggris, Wings on My Feet, dirilis pada tahun 1940 dan diterbitkan ulang dalam edisi revisi pada tahun 1954. Pada saat kematiannya, Henie yang berusia 57 tahun berencana untuk kembali tampil dalam acara televisi khusus yang akan ditayangkan pada Januari 1970. Ia akan menari dengan iringan "Lara's Theme" dari film Doctor Zhivago.
4. Ketenaran Internasional dan Kontroversi Perang Dunia II
Kehidupan publik Sonja Henie sebagai selebriti global dibayangi oleh kontroversi signifikan seputar hubungannya dengan rezim Nazi, yang memicu kritik tajam di Norwegia.
4.1. Perjalanan sebagai Tokoh Publik dan Hubungan Politik

Koneksi Sonja Henie dengan Adolf Hitler dan para pejabat tinggi Nazi lainnya menjadikannya subjek kontroversi sebelum, selama, dan setelah Perang Dunia II. Selama karier seluncur amatirnya, ia sering tampil di Jerman dan menjadi favorit penonton Jerman serta Hitler secara pribadi. Sebagai selebriti kaya, ia bergerak dalam lingkaran sosial yang sama dengan bangsawan dan kepala negara, dan berkenalan dengan Hitler adalah hal biasa. Sepanjang tahun, pertunjukan dan pameran seninya menarik perhatian tokoh-tokoh seperti Putri Margaret, Countess of Snowdon dan Gustaf VI Adolf dari Swedia, dan ia bertemu dengan mereka. Selama syuting film Second Fiddle (1939), ia menyapa Pangeran Mahkota Olav dan Putri Märtha yang saat itu menjadi pasangan kerajaan Norwegia, selama tur mereka di Amerika Serikat.
4.2. Kontroversi dan Kritikan Terkait Nazi

Kontroversi pertama muncul ketika Henie memberi hormat Nazi kepada Hitler di Olimpiade Musim Dingin 1936 di Garmisch-Partenkirchen. Setelah Olimpiade, ia menerima undangan makan siang dengan Hitler di rumah peristirahatan pribadinya di Berchtesgaden, Bayern tenggara jauh, di mana Hitler memberinya foto berautograf dengan tulisan panjang. Tindakannya ini dikecam keras oleh pers Norwegia.
Dalam biografi revisinya tahun 1954, Henie menyatakan bahwa tidak ada juri Norwegia di panel untuk Olimpiade 1936-sesuai haknya sebagai warga Norwegia. Ia kemudian berusaha semaksimal mungkin dan memenangkan medali Olimpiade ketiganya. Ketika ia-sebagai peraih medali emas-melewati tribun Hitler bersama peraih medali perak Cecilia Colledge dan peraih medali perunggu Vivi-Anne Hultén, baik ia maupun yang lainnya tidak memberi hormat kepada Hitler dengan hormat Nazi. Kejuaraan Eropa Seluncur Indah 1936 juga berlangsung di Berlin, dan tidak ada Henie, Colledge, maupun Megan Taylor yang memberi hormat kepada Hitler.
Namun, di Norwegia, ia dituduh sebagai kolaborator Nazi karena menolak mendukung Perlawanan Norwegia selama pendudukan Jerman, sebuah tindakan yang diduga membantunya menghindari penyitaan properti oleh rezim Nazi. Selain itu, ia juga dituding tidak memberikan bantuan kepada para pengasingan Norwegia di Amerika Utara, meskipun menjadi salah satu bintang Hollywood dengan bayaran tertinggi dan berpartisipasi dalam kampanye militer Amerika Serikat. Banyak warga Norwegia memandang Henie sebagai "pengkhianat" atau "rekan Vidkun Quisling". Menanggapi tuduhan tersebut, Henie membela diri dengan menyatakan, "Saya tidak tahu apa-apa tentang Nazi. Hormat Nazi itu saya lakukan hanya karena mengira itu adalah etiket di Jerman. Saya pikir para pejabat Nazi adalah orang-orang yang baik dalam keluarga. Saya tidak takut pada mereka, melainkan takut pada orang-orang seperti Bolshevik." Meskipun demikian, ia tidak diundang ke Olimpiade Musim Dingin 1952 di Oslo. Namun, pada Agustus 1953, ia kembali tampil di Oslo dan mendapat sambutan hangat dari penonton. Pada kesempatan itu, ia juga menerima Ordo Kerajaan Norwegia St. Olav kelas satu, gelar yang sebenarnya telah diputuskan untuk diberikan kepadanya pada tahun 1937. Akan tetapi, pada tahun 1968, ia menolak undangan untuk menghadiri pernikahan Pangeran Mahkota Harald dan Sonja Haraldsen, sebuah penolakan yang diyakini banyak pihak sebagai upaya untuk menghindari citra "kolaborator Nazi" yang masih melekat padanya.
5. Kehidupan Pribadi
Setelah pensiun dari karier profesional, Sonja Henie menjalani kehidupan pribadi yang meliputi tiga pernikahan, serta kegiatan filantropi dan pengumpulan seni yang signifikan.
5.1. Pernikahan dan Keluarga
Sonja Henie menikah tiga kali. Pernikahan pertamanya adalah dengan Dan Topping (1940-1946), seorang pengusaha kaya dan pemilik tim olahraga di Amerika Serikat. Pernikahan keduanya adalah dengan Winthrop Gardiner Jr. (1949-1956), seorang keturunan pemukim Inggris pertama di Long Island dan pemilik Pulau Gardiner, yang juga merupakan mitra bisnisnya. Terakhir, ia menikah dengan Niels Onstad (1956-1969), seorang pengusaha pelayaran dan patron seni Norwegia. Setelah pensiun pada tahun 1956, Henie dan Onstad menetap di Oslo. Selama di Oslo, ia juga pernah belajar bersama Martin Stixrud dan Erna Andersen, yang merupakan pesaing dan anggota klub seluncur yang sama dengannya.
5.2. Koleksi Seni dan Filantropi
Bersama suaminya, Niels Onstad, Sonja Henie mengumpulkan koleksi seni modern yang sangat besar. Koleksi ini kemudian menjadi dasar bagi Henie Onstad Kunstsenter (Pusat Seni Henie Onstad) di Høvikodden, Bærum, dekat Oslo. Pasangan ini mendonasikan koleksi seni mereka beserta 50.00 M NOK kepada negara. Pusat seni ini diresmikan pada 23 Agustus 1968, bahkan dihadiri oleh Raja Olav V.
6. Kematian
Sonja Henie didiagnosis menderita leukemia limfositik kronis pada pertengahan tahun 1960-an. Ia meninggal dunia karena penyakit ini pada usia 57 tahun pada 12 Oktober 1969, di sebuah pesawat ambulans yang terbang dari Paris menuju Oslo. Jenazahnya dimakamkan bersama Niels Onstad di Oslo, di puncak bukit yang menghadap ke Henie Onstad Kunstsenter.
7. Warisan dan Pengaruh
Sonja Henie meninggalkan warisan yang mendalam baik dalam dunia seluncur indah maupun budaya populer, mengubah cara olahraga ini dipandang dan disajikan.
7.1. Dampak pada Seluncur Indah
Henie dianggap sebagai peseluncur indah pertama yang menggunakan koreografi tari. Ia juga memperkenalkan penggunaan rok pendek dalam seluncur indah, serta sepatu bot putih, yang menghilangkan kesan berat pada sepatu seluncur dan menghasilkan tampilan kaki peseluncur yang lebih ringan dan jenjang, yang menjadi "titik fokus pandangan juri dan penonton". Ketika sepatu bot putih dengan cepat menjadi standar bagi peseluncur wanita, Henie mulai memakai sepatu bot berwarna krem karena ia ingin tetap unik.
Teknik seluncur inovatifnya dan sikap glamornya mengubah olahraga ini secara permanen dan menegaskan penerimaannya sebagai olahraga yang sah dalam Olimpiade Musim Dingin. Sejarawan dan penulis seluncur indah, Ellyn Kestnbaum, mengkreditkan Henie dengan mengubah seluncur indah menjadi apa yang ia sebut "pertunjukan tubuh peseluncur" dan "menggeser makna [olahraga] dengan kuat ke arah feminitas". Kestnbaum berpendapat bahwa Henie memengaruhi kostum peseluncur wanita yang menekankan kekayaan mereka, terutama pakaiannya yang dihiasi bulu, yang ditiru pada Kejuaraan Dunia Seluncur Indah 1930, yang pertama kali diadakan di Amerika Utara, di Kota New York. Henie memasukkan elemen tari ke dalam seluncur indahnya, melalui penempatan putaran, lompatan, dan koreografi untuk mencerminkan suasana musik yang ia gunakan. Meskipun menurut Kestnbaum, seluncur Henie "atletis dan kuat untuk zamannya", ia menambahkan elemen, seperti menggunakan ujung sepatu seluncurnya untuk berlari atau berpose di es, dalam gerakan yang mirip dengan penggunaan teknik pointe dalam balet. Kestnbaum berpendapat bahwa meskipun langkah jari kaki digunakan sebagai "kontrapunktur sesekali untuk aliran gerakan seluncur yang legato", Henie mungkin terlalu sering menggunakannya, menyebutnya "gerakan kecil yang tidak efektif".
7.2. Dampak pada Budaya Populer
Menurut Kestnbaum, "kontribusi terbesar Henie terhadap citra publik seluncur indah" adalah melalui pertunjukan es profesionalnya dan film-film Hollywood-nya. Film-film ini seringkali menjadi kali pertama penonton terpapar seluncur indah melalui media massa. Akibatnya, citra peseluncur indah dikaitkan dengan "citra bintang film glamor", dalam konvensi musikal film dan panggung tahun 1930-an. Kestnbaum berpendapat bahwa kostum yang dikenakan Henie dalam pertunjukan dan filmnya, yang pendek, terbuka, penuh payet dan bulu, dan lebih mengingatkan pada kostum para penghibur wanita daripada pakaian yang dikenakan dalam dunia seluncur indah kompetitif yang lebih konservatif pada saat itu, kemungkinan besar berkontribusi pada "kemewahan" yang memengaruhi pilihan kostum generasi peseluncur indah kompetitif wanita selanjutnya.
8. Prestasi Utama dan Penghargaan
Sonja Henie meraih serangkaian prestasi kompetitif yang tak tertandingi dan menerima berbagai penghargaan serta kehormatan sepanjang hidupnya.
8.1. Rekor Utama sebagai Atlet
Berikut adalah rekor utama Sonja Henie dalam kompetisi seluncur indah:
Acara | 1923 | 1924 | 1925 | 1926 | 1927 | 1928 | 1929 | 1930 | 1931 | 1932 | 1933 | 1934 | 1935 | 1936 |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Olimpiade Musim Dingin | 8 | 1 | 1 | 1 | ||||||||||
Kejuaraan Dunia Seluncur Indah | 5 | 2 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | ||
Kejuaraan Eropa Seluncur Indah | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | ||||||||
Kejuaraan Seluncur Indah Norwegia | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
Prestasi dalam nomor berpasangan (bersama Arne Lie):
Acara | 1926 | 1927 | 1928 |
---|---|---|---|
Kejuaraan Dunia Seluncur Indah | 5 | ||
Kejuaraan Seluncur Indah Norwegia | 1 | 1 | 1 |
8.2. Penghargaan dan Kehormatan
Sonja Henie menerima berbagai penghargaan dan kehormatan yang mengukuhkan statusnya sebagai salah satu figur paling berpengaruh dalam sejarah olahraga dan hiburan:
- Diabadikan di World Figure Skating Hall of Fame (1976).
- Diabadikan di International Women's Sports Hall of Fame (1982).
- Memiliki sebuah bintang di Hollywood Walk of Fame.
- Pada tahun 1938, di usia 25 tahun, ia menjadi orang termuda yang dianugerahi gelar Knight kelas satu dari Ordo Kerajaan Norwegia St. Olav.
- Kolonel Kehormatan dan Ibu Baptis dari Resimen Infanteri Parasut ke-508, Divisi Lintas Udara ke-82, Fort Bragg, North Carolina.
9. Filmografi
Berikut adalah daftar film yang dibintangi oleh Sonja Henie:
Tahun | Judul | Peran |
---|---|---|
1927 | Syv dage for Elisabeth | Skater |
1929 | Se Norge | Diri sendiri |
1936 | One in a Million | Greta "Gretchen" Muller |
1937 | Thin Ice | Lili Heiser |
Ali Baba Goes to Town | Diri sendiri | |
1938 | Happy Landing | Trudy Ericksen |
My Lucky Star | Krista Nielsen | |
1939 | Second Fiddle | Trudi Hovland |
Everything Happens at Night | Louise | |
1941 | Sun Valley Serenade | Karen Benson |
1942 | Iceland | Katina Jonsdottir |
1943 | Wintertime | Nora |
1945 | It's a Pleasure | Chris Linden |
1948 | The Countess of Monte Cristo | Karen Kirsten |
1958 | Hello London | Diri sendiri |
10. Dalam Budaya Populer
Sonja Henie telah diabadikan dalam berbagai bentuk media populer, mencerminkan dampak budayanya yang luas:
- Henie diperankan oleh Ine Marie Wilmann dalam film Sonja - The White Swan karya Anne Sewitsky tahun 2018, yang ditayangkan di Festival Film Sundance 2019.
- Nama dan kemiripannya disebutkan dan digambarkan oleh Donald Duck yang sedang bermain seluncur es dalam film pendek Walt Disney tahun 1939, The Hockey Champ.
- Nama dan penampilannya ditampilkan dalam episode 285 dari serial TV MASH.
- Wujud animasinya muncul dalam film pendek Disney, The Autograph Hound, ketika Donald meminta tanda tangannya.
- Ia disebutkan oleh Ty Webb, karakter Chevy Chase dalam film Caddyshack, sebagai pengganti yang mungkin tetapi tidak tersedia untuk karakter Rodney Dangerfield (Al Czervik) di putaran "taruhan golf" terakhir sebelum Danny Noonan yang diperankan Michael O'Keefe dipilih.
- "Sonja Henie's tutu!" adalah seruan yang sering diucapkan oleh Tom dan Ray Magliozzi di acara radio National Public Radio Car Talk.
11. Memorial dan Fasilitas Peringatan

Untuk menghormati Sonja Henie, beberapa fasilitas dan acara telah dinamai atau menampilkan citranya:
- Untuk sementara waktu, gambar Sonja Henie menghiasi ekor pesawat Boeing 737-300 maskapai Norwegian Air Shuttle. Seiring dengan penghentian penggunaan Boeing 737-300, gambarnya dipindahkan ke ekor Boeing 737-800 dari maskapai yang sama dan pada tahun 2013 ke ekor Boeing 787 Dreamliner pertama milik Norwegian Air Shuttle. Salah satu ciri khas maskapai ini adalah menampilkan potret orang Norwegia terkenal yang sudah meninggal di bagian ekor pesawatnya.
- Pada tahun 2012, Posten Norge (layanan pos Norwegia) menerbitkan dua prangko yang menampilkan Sonja Henie.