1. Ikhtisar
Uni Komoro, sebuah negara kepulauan di Samudra Hindia yang terletak di ujung utara Selat Mozambik, terdiri dari tiga pulau utama vulkanik: Grande Comore (Ngazidja), Anjouan (Nzwani), dan Mohéli (Mwali). Negara ini memiliki sejarah yang kaya, dimulai dari permukiman awal oleh pelaut Austronesian dan Bantu, diikuti oleh pengaruh pedagang Arab yang memperkenalkan Islam, yang kini menjadi agama mayoritas dan agama negara. Setelah periode kolonial Prancis, Komoro meraih kemerdekaan pada tahun 1975, namun sejak itu mengalami ketidakstabilan politik yang ditandai dengan sejumlah kudeta dan upaya separatis. Isu kedaulatan atas Pulau Mayotte, yang memilih untuk tetap menjadi bagian dari Prancis, terus menjadi poin penting dalam hubungan luar negeri Komoro. Secara geografis, Komoro memiliki topografi vulkanik, iklim laut tropis, dan keanekaragaman hayati yang signifikan, termasuk keberadaan ikan purba coelacanth. Sistem politiknya adalah republik presidensial federal dengan tantangan dalam konsolidasi demokrasi dan penegakan hak asasi manusia. Ekonomi Komoro sangat bergantung pada pertanian, terutama produksi vanila, ylang-ylang, dan cengkih, serta menghadapi tantangan kemiskinan, pengangguran, dan ketergantungan pada bantuan luar negeri. Masyarakat Komoro merupakan perpaduan budaya Afrika, Arab, dan Prancis, dengan bahasa resmi Komoro, Prancis, dan Arab. Budaya tradisional, termasuk adat pernikahan 'ada' dan musik Taarab, masih memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
2. Nama Nasional
Nama resmi negara ini adalah Uni Komoro (Udzima wa KomoriPersatuan Komorozdj; Union des ComoresUnion dé Komor (Persatuan Komoro)Bahasa Prancis; الاتحاد القمريal-Ittihad al-Qumuri (Persatuan Komoro)Bahasa Arab). Nama "Komoro" berasal dari kata Arab قمرqamar (bulan)Bahasa Arab. Para pelaut Arab kuno menyebut kepulauan ini sebagai جزر القمرJuzur al-Qumur (Kepulauan Bulan)Bahasa Arab, yang berarti "Kepulauan Bulan".
Sebelum tahun 2002, negara ini dikenal dengan nama Republik Islam Federal Komoro (République fédérale islamique des ComoresRepublik Federal Islamik dé Komor (Republik Islam Federal Komoro)Bahasa Prancis; جمهورية القمر الإتحادية الإسلاميةJumhuriyat al-Qumur al-Ittihadiyah al-Islamiyah (Republik Islam Federal Komoro)Bahasa Arab). Perubahan nama menjadi Uni Komoro terjadi setelah adopsi konstitusi baru pada tahun 2001 yang bertujuan untuk memberikan otonomi lebih besar kepada masing-masing pulau dan mengakhiri krisis separatis. Singkatan yang umum digunakan secara internasional adalah Comoros.
3. Sejarah
Sejarah Kepulauan Komoro mencakup periode permukiman awal oleh berbagai kelompok etnis, penyebaran Islam, pembentukan kesultanan-kesultanan, era kolonialisme Prancis, hingga perjuangan kemerdekaan dan tantangan politik yang berkelanjutan di era modern.
3.1. Permukiman Awal dan Abad Pertengahan

Penduduk pertama Kepulauan Komoro diperkirakan adalah para penjelajah Austronesia yang datang dengan perahu dari kepulauan di Asia Tenggara, kemungkinan sekitar abad keenam Masehi atau lebih awal. Jejak arkeologi tertua yang diketahui ditemukan di Anjouan, berasal dari abad kedelapan Masehi, meskipun ada dugaan permukiman dimulai sejak abad pertama. Para pemukim berikutnya datang dari pesisir timur Afrika (penutur bahasa Bantu), Semenanjung Arab dan Teluk Persia, Kepulauan Melayu, dan Madagaskar. Pemukim berbahasa Bantu hadir sejak awal permukiman, kemungkinan dibawa sebagai budak.
Pengembangan Komoro dibagi menjadi beberapa fase. Fase Dembeni (abad kedelapan hingga kesepuluh) ditandai dengan beberapa permukiman kecil di setiap pulau. Dari abad kesebelas hingga kelima belas, perdagangan dengan pulau Madagaskar dan para pedagang dari pesisir Swahili serta Timur Tengah berkembang pesat. Lebih banyak desa didirikan dan desa-desa yang sudah ada semakin besar. Pemukim dari Semenanjung Arab, terutama Hadhramaut, tiba selama periode ini.
Menurut legenda, pada tahun 632, setelah mendengar tentang Islam, penduduk pulau dikatakan telah mengirim seorang utusan, Mtswa-Mwindza, ke Mekkah. Namun, pada saat ia tiba, Nabi Muhammad telah wafat. Meskipun demikian, setelah tinggal di Mekkah, ia kembali ke Ngazidja dan memimpin konversi bertahap penduduk pulau ke Islam. Pada tahun 933, para pelaut Oman menyebut Komoro sebagai Kepulauan Parfum.
Catatan awal dari Afrika Timur, seperti karya Al-Masudi, menggambarkan rute perdagangan Islam awal dan bagaimana pesisir serta pulau-pulau sering dikunjungi oleh Muslim, termasuk pedagang dan pelaut Persia dan Arab yang mencari karang, ambergris, gading, cangkang kura-kura, emas, dan budak untuk perdagangan budak Arab. Mereka juga membawa Islam kepada orang-orang Zanj, termasuk Komoro. Seiring meningkatnya pentingnya Komoro di sepanjang pesisir Afrika Timur, masjid-masjid kecil dan besar dibangun. Komoro menjadi bagian dari kompleks budaya dan ekonomi Swahili, dan pulau-pulau tersebut menjadi pusat perdagangan utama serta lokasi penting dalam jaringan kota dagang yang mencakup Kilwa (di Tanzania saat ini), Sofala (outlet untuk emas Zimbabwe di Mozambik), dan Mombasa di Kenya.
Portugis tiba di Samudra Hindia pada akhir abad ke-15, dan kunjungan Portugis pertama ke pulau-pulau tersebut tampaknya dilakukan oleh armada kedua Vasco da Gama pada tahun 1503. Selama sebagian besar abad ke-16, pulau-pulau tersebut menyediakan perbekalan bagi benteng Portugis di Mozambik. Meskipun tidak ada upaya formal dari kerajaan Portugis untuk mengambil alih, sejumlah pedagang Portugis menetap dan menikah dengan wanita lokal.
Pada akhir abad ke-16, penguasa lokal di daratan Afrika mulai melawan, dan dengan dukungan Sultan Oman Saif bin Sultan, mereka mulai mengalahkan Belanda dan Portugis. Salah satu penggantinya, Said bin Sultan, meningkatkan pengaruh Arab Oman di wilayah tersebut, memindahkan administrasinya ke Zanzibar yang berada di dekatnya, yang kemudian berada di bawah kekuasaan Oman. Meskipun demikian, Komoro tetap merdeka. Walaupun tiga pulau yang lebih kecil biasanya bersatu secara politik, pulau terbesar, Ngazidja, terbagi menjadi beberapa kerajaan (ntsi) otonom. Pulau-pulau ini ditempatkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan orang Eropa, awalnya memasok Portugis di Mozambik, kemudian kapal-kapal, terutama Inggris, dalam rute ke India, dan kemudian, budak ke pulau-pulau perkebunan di Mascarenes.
3.2. Kontak dengan Kekuatan Eropa dan Pemerintahan Kolonial Prancis


Kontak dengan kekuatan Eropa dimulai dengan kedatangan Portugis pada awal abad ke-16. Namun, pengaruh Eropa yang signifikan baru terasa pada abad ke-19. Pada dekade terakhir abad ke-18, prajurit Malagasi, sebagian besar dari suku Betsimisaraka dan Sakalava, mulai menyerbu Komoro untuk mencari budak. Pulau-pulau tersebut hancur karena tanaman dihancurkan dan penduduk dibantai, ditawan, atau melarikan diri ke daratan Afrika. Dikatakan bahwa pada saat penyerbuan berakhir pada dekade kedua abad ke-19, hanya satu orang yang tersisa di Mwali. Pulau-pulau tersebut kemudian dihuni kembali oleh budak dari daratan, yang diperdagangkan ke Prancis di Mayotte dan Mascarenes. Diperkirakan pada tahun 1865, sebanyak 40% populasi Komoro terdiri dari budak.

Prancis pertama kali mendirikan pemerintahan kolonial di Komoro dengan mengambil alih Mayotte pada tahun 1841 ketika sultan perampas Sakalava, Andriantsoly (juga dikenal sebagai Tsy Levalo), menandatangani Perjanjian April 1841, yang menyerahkan pulau itu kepada otoritas Prancis. Setelah aneksasi, Prancis berusaha mengubah Mayotte menjadi koloni perkebunan gula.
Sementara itu, Ndzwani (atau Johanna sebagaimana dikenal oleh Inggris) terus berfungsi sebagai tempat persinggahan bagi pedagang Inggris yang berlayar ke India dan Timur Jauh, serta bagi pemburu paus Amerika. Namun, Inggris secara bertahap meninggalkannya setelah menguasai Mauritius pada tahun 1814, dan pada saat Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, tidak ada lagi perdagangan pasokan yang signifikan di Ndzwani. Komoditas lokal yang diekspor oleh Komoro, selain budak, adalah kelapa, kayu, ternak, dan cangkang kura-kura. Pemukim Inggris dan Amerika, serta sultan pulau itu, mendirikan ekonomi berbasis perkebunan yang menggunakan sekitar sepertiga lahan untuk tanaman ekspor. Selain gula di Mayotte, ylang-ylang dan tanaman parfum lainnya, vanila, cengkih, kopi, biji kakao, dan sisal juga diperkenalkan.

Pada tahun 1886, Mwali ditempatkan di bawah perlindungan Prancis oleh Sultannya, Mardjani Abdou Cheikh. Pada tahun yang sama, Sultan Said Ali dari Bambao, salah satu kesultanan di Ngazidja, menempatkan pulau itu di bawah perlindungan Prancis sebagai imbalan atas dukungan Prancis terhadap klaimnya atas seluruh pulau, yang dipertahankannya hingga turun takhta pada tahun 1910. Pada tahun 1908, keempat pulau disatukan di bawah satu administrasi (Colonie de Mayotte et dépendances) dan ditempatkan di bawah otoritas Gubernur Jenderal Madagaskar Prancis. Pada tahun 1909, Sultan Said Muhamed dari Ndzwani turun takhta demi pemerintahan Prancis, dan pada tahun 1912 protektorat dihapuskan dan pulau-pulau tersebut dikelola sebagai satu koloni. Dua tahun kemudian, koloni tersebut dihapuskan dan pulau-pulau tersebut menjadi provinsi dari koloni Madagaskar Prancis.
Selama periode kolonial, Prancis mengembangkan infrastruktur terbatas dan mengeksploitasi sumber daya alam, terutama tanaman komersial seperti vanila, ylang-ylang, dan kopra. Sistem pendidikan dan layanan kesehatan sangat terbatas, dan partisipasi masyarakat lokal dalam pemerintahan hampir tidak ada. Kebijakan kolonial seringkali memicu ketegangan antar-pulau dan antar-kelompok etnis, serta memperburuk kondisi sosial-ekonomi mayoritas penduduk.
3.3. Kemerdekaan dan Pergolakan Politik
Proses menuju kemerdekaan mendapatkan momentum setelah Perang Dunia II. Kesepakatan dicapai dengan Prancis pada tahun 1973 agar Komoro merdeka pada tahun 1978, meskipun para wakil dari Mayotte memilih untuk integrasi yang lebih erat dengan Prancis. Sebuah referendum diadakan di keempat pulau pada tanggal 22 Desember 1974. Tiga pulau (Grande Comore, Anjouan, dan Mohéli) memilih kemerdekaan dengan suara mayoritas besar, sementara Mayotte memilih untuk tetap menjadi bagian dari Prancis (63,8% menentang kemerdekaan).
Meskipun demikian, pada tanggal 6 Juli 1975, parlemen Komoro mengeluarkan resolusi sepihak yang mendeklarasikan kemerdekaan keempat pulau tersebut. Ahmed Abdallah memproklamasikan kemerdekaan Negara Komoro (État comorienEta Komorien (Negara Komoro)Bahasa Prancis; دولة القمرDaulat al-Qamar (Negara Komoro)Bahasa Arab) dan menjadi presiden pertamanya. Prancis tidak mengakui negara baru ini hingga 31 Desember 1975 dan tetap mempertahankan kendali atas Mayotte. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui kedaulatan Komoro atas Mayotte, namun Prancis menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi yang akan mengafirmasi hal tersebut. Isu Mayotte ini menjadi sumber ketegangan berkelanjutan antara Komoro dan Prancis, serta berdampak negatif pada upaya pembangunan nasional dan hak asasi manusia, khususnya terkait dengan migrasi dan perlakuan terhadap warga Komoro yang mencoba memasuki Mayotte.

Periode pasca-kemerdekaan Komoro ditandai oleh ketidakstabilan politik yang parah. Kurang dari sebulan setelah kemerdekaan, pada tanggal 3 Agustus 1975, Presiden Ahmed Abdallah digulingkan dalam kudeta bersenjata dan digantikan oleh Said Mohamed Jaffar dari Front Nasional Bersatu Komoro (FNUK). Beberapa bulan kemudian, pada Januari 1976, Jaffar digulingkan dan digantikan oleh Menteri Pertahanannya, Ali Soilihi. Soilihi menerapkan kebijakan sosialis dan isolasionis yang radikal, yang segera memperburuk hubungan dengan Prancis dan menyebabkan kesulitan ekonomi. Rezimnya juga dikenal represif.
Pada tanggal 13 Mei 1978, tentara bayaran Bob Denard, yang diduga atas suruhan dinas intelijen Prancis (SDECE), kembali menggulingkan Presiden Soilihi dan mengembalikan Abdallah ke tampuk kekuasaan dengan dukungan pemerintah Prancis, Rhodesia, dan Afrika Selatan. Ali Soilihi ditangkap dan dieksekusi beberapa minggu kemudian. Pemerintahan kedua Abdallah ditandai dengan aturan otoriter dan peningkatan kepatuhan pada Islam tradisional. Negara diubah namanya menjadi Republik Federal Islam Komoro. Bob Denard menjabat sebagai penasihat utama Abdallah dan sering dianggap sebagai orang kuat di balik rezim tersebut, memungkinkan Paris dan Pretoria untuk menghindari embargo internasional terhadap rezim apartheid melalui Moroni. Abdallah terus menjabat sebagai presiden hingga tahun 1989 ketika, karena khawatir akan kemungkinan kudeta, ia menandatangani dekret yang memerintahkan Garda Kepresidenan, yang dipimpin oleh Bob Denard, untuk melucuti senjata angkatan bersenjata. Tak lama setelah penandatanganan dekret tersebut, Abdallah diduga ditembak mati di kantornya oleh seorang perwira militer yang tidak puas, meskipun sumber-sumber kemudian mengklaim sebuah rudal antitank diluncurkan ke kamar tidurnya dan membunuhnya. Meskipun Denard juga terluka, diduga pembunuh Abdallah adalah seorang tentara di bawah komandonya.
Beberapa hari kemudian, Bob Denard dievakuasi ke Afrika Selatan oleh pasukan terjun payung Prancis. Said Mohamed Djohar, saudara tiri Ali Soilihi, kemudian menjadi presiden dan menjabat hingga September 1995, ketika Bob Denard kembali dan mencoba kudeta lagi. Kali ini Prancis melakukan intervensi dengan pasukan terjun payung dan memaksa Denard untuk menyerah. Prancis memindahkan Djohar ke Reunion, dan Mohamed Taki Abdoulkarim yang didukung Paris menjadi presiden melalui pemilihan umum. Ia memimpin negara dari tahun 1996, selama masa krisis buruh, penindasan pemerintah, dan konflik separatis, hingga kematiannya pada November 1998. Ia digantikan oleh Presiden sementara Tadjidine Ben Said Massounde.
Pulau Anjouan dan Mohéli mendeklarasikan kemerdekaan dari Komoro pada tahun 1997, dalam upaya untuk mengembalikan pemerintahan Prancis. Namun, Prancis menolak permintaan mereka, yang menyebabkan konfrontasi berdarah antara pasukan federal dan pemberontak. Krisis separatis ini semakin memperburuk situasi politik dan ekonomi, serta berdampak pada hak-hak sipil dan perkembangan demokrasi.
Pada April 1999, Kolonel Azali Assoumani, Kepala Staf Angkatan Darat, merebut kekuasaan dalam kudeta tak berdarah, menggulingkan Presiden sementara Massounde, dengan alasan kepemimpinan yang lemah dalam menghadapi krisis. Ini adalah kudeta atau upaya kudeta ke-18 di Komoro sejak kemerdekaan pada tahun 1975. Assoumani gagal mengkonsolidasikan kekuasaan dan membangun kembali kontrol atas pulau-pulau tersebut, yang menjadi subjek kritik internasional. Uni Afrika, di bawah naungan Presiden Thabo Mbeki dari Afrika Selatan, memberlakukan sanksi terhadap Anjouan untuk membantu menengahi negosiasi dan mencapai rekonsiliasi. Berdasarkan Kesepakatan Fomboni, yang ditandatangani pada Desember 2001 oleh para pemimpin ketiga pulau, nama resmi negara diubah menjadi Uni Komoro. Negara baru ini akan sangat terdesentralisasi dan pemerintah serikat pusat akan melimpahkan sebagian besar kekuasaan kepada pemerintah pulau baru, masing-masing dipimpin oleh seorang presiden. Presiden Uni, meskipun dipilih melalui pemilihan nasional, akan dipilih secara bergilir dari masing-masing pulau setiap lima tahun.
Azali Assoumani mengundurkan diri pada tahun 2002 untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Komoro yang demokratis, yang ia menangkan. Di bawah tekanan internasional yang berkelanjutan, sebagai penguasa militer yang awalnya berkuasa dengan paksa, dan tidak selalu demokratis saat menjabat, Assoumani memimpin Komoro melalui perubahan konstitusional yang memungkinkan pemilihan baru. Pemilihan umum tahun 2006 dimenangkan oleh Ahmed Abdallah Mohamed Sambi, seorang ulama Muslim Sunni yang dijuluki "Ayatollah" karena waktunya belajar Islam di Iran. Assoumani menghormati hasil pemilihan, sehingga memungkinkan pertukaran kekuasaan secara damai dan demokratis pertama bagi kepulauan tersebut.
Kolonel Mohammed Bacar, mantan gendarme yang dilatih Prancis dan terpilih sebagai Presiden Anjouan pada tahun 2001, menolak untuk mundur pada akhir masa jabatan lima tahunnya. Ia mengadakan pemungutan suara pada Juni 2007 untuk mengkonfirmasi kepemimpinannya yang ditolak sebagai ilegal oleh pemerintah federal Komoro dan Uni Afrika. Pada tanggal 25 Maret 2008, ratusan tentara dari Uni Afrika dan Komoro merebut Anjouan yang dikuasai pemberontak, yang umumnya disambut baik oleh penduduk: ada laporan ratusan, jika tidak ribuan, orang disiksa selama masa jabatan Bacar. Beberapa pemberontak tewas dan terluka, tetapi tidak ada angka resmi. Setidaknya 11 warga sipil terluka. Beberapa pejabat dipenjarakan. Bacar melarikan diri dengan speedboat ke Mayotte untuk mencari suaka. Protes anti-Prancis menyusul di Komoro. Bacar akhirnya diberikan suaka di Benin.
Setelah pemilihan umum pada akhir 2010, mantan Wakil Presiden Ikililou Dhoinine dilantik sebagai presiden pada 26 Mei 2011. Dhoinine adalah Presiden Komoro pertama dari pulau Mohéli. Menyusul pemilihan umum 2016, Azali Assoumani, dari Ngazidja, menjadi presiden untuk masa jabatan ketiga. Pada tahun 2018, Assoumani mengadakan referendum tentang reformasi konstitusi yang akan memungkinkan seorang presiden untuk menjabat dua periode. Amandemen tersebut disahkan, meskipun pemungutan suara tersebut banyak diperebutkan dan diboikot oleh oposisi. Pada April 2019, di tengah penolakan luas, Assoumani terpilih kembali sebagai presiden untuk menjalani masa jabatan pertama dari potensi dua masa jabatan lima tahun. Pada Januari 2020, pemilihan legislatif di Komoro didominasi oleh partai Presiden Azali Assoumani, Convention for the Renewal of the Comoros (CRC), yang meraih mayoritas besar di parlemen. Pada Januari 2024, Presiden Azali Assoumani terpilih kembali dengan 63% suara dalam pemilihan presiden yang disengketakan.
Serangkaian kudeta dan ketidakstabilan politik ini telah secara signifikan menghambat perkembangan demokrasi, supremasi hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Komoro. Seringkali, periode kekacauan politik disertai dengan pelanggaran hak-hak sipil, pembatasan kebebasan pers, dan penahanan sewenang-wenang. Upaya untuk membangun institusi demokrasi yang kuat dan stabil terus menghadapi tantangan berat.
4. Geografi
Uni Komoro merupakan negara kepulauan yang terletak di Samudra Hindia, di ujung utara Selat Mozambik, antara pantai Afrika (paling dekat dengan Mozambik dan Tanzania) dan Madagaskar. Karakteristik geografisnya mencakup pulau-pulau vulkanik, iklim tropis, dan keanekaragaman hayati yang unik.
4.1. Topografi dan Pulau-Pulau Utama

Uni Komoro terbentuk oleh tiga pulau utama: Ngazidja (Grande Comore), Mwali (Mohéli), dan Ndzwani (Anjouan), serta banyak pulau kecil lainnya. Pulau-pulau ini secara resmi dikenal dengan nama bahasa Komoro mereka, meskipun sumber internasional masih menggunakan nama Prancis mereka.
- Ngazidja (Grande Comore): Merupakan pulau terbesar dengan luas 1.02 K km2. Pulau ini juga merupakan yang termuda secara geologis, sehingga memiliki tanah berbatu. Dua gunung berapi, Karthala (aktif) dan La Grille (tidak aktif), mendominasi lanskapnya. Gunung Karthala adalah titik tertinggi negara itu, pada ketinggian 2.36 K m. Pulau ini tidak memiliki pelabuhan alami yang baik. Ibu kota negara, Moroni, terletak di pulau ini.
- Ndzwani (Anjouan): Memiliki luas 424 km2 dan merupakan pulau terpadat penduduknya. Bentuknya segitiga yang khas disebabkan oleh tiga rangkaian pegunungan - Shisiwani, Nioumakele, dan Jimilime - yang memancar dari puncak tengah, Gunung Ntingui (1.57 K m). Ibu kota pulau ini adalah Mutsamudu.
- Mwali (Mohéli): Dengan luas 211 km2, Mwali adalah pulau terkecil dari tiga pulau utama. Ibu kotanya adalah Fomboni.

Pulau-pulau di Kepulauan Komoro terbentuk oleh aktivitas vulkanik. Gunung Karthala di Ngazidja adalah salah satu gunung berapi paling aktif di dunia, dengan letusan kecil pada Mei 2006, dan letusan sebelumnya pada April 2005 dan 1991. Letusan tahun 2005 menyebabkan evakuasi 40.000 warga dan menghancurkan danau kawah di kaldera gunung berapi berukuran 3 km × 4 km tersebut.
Garis pantai pulau-pulau ini bervariasi, dengan beberapa pantai berpasir dan area berbatu. Terumbu karang mengelilingi sebagian besar pulau, mendukung ekosistem laut yang kaya. Bagian dalam pulau bervariasi dari pegunungan curam hingga perbukitan rendah. Sumber daya alam utama termasuk tanah subur di beberapa daerah (meskipun terbatas oleh sifat vulkanik), perikanan, dan potensi pariwisata.
Komoro juga mengklaim Îles Éparses atau Îles éparses de l'océan indien (Pulau-Pulau Tersebar di Samudra Hindia) - Kepulauan Glorioso, yang terdiri dari Grande Glorieuse, Île du Lys, Wreck Rock, South Rock, Verte Rocks (tiga pulau kecil), dan tiga pulau kecil tak bernama - salah satu distrik seberang laut Prancis. Kepulauan Glorioso dikelola oleh Komoro kolonial sebelum tahun 1975, dan oleh karena itu terkadang dianggap sebagai bagian dari Kepulauan Komoro. Banc du Geyser, bekas pulau di Kepulauan Komoro yang kini terendam, secara geografis terletak di Îles Éparses, tetapi dianeksasi oleh Madagaskar pada tahun 1976 sebagai wilayah tak bertuan. Komoro dan Prancis masing-masing masih memandang Banc du Geyser sebagai bagian dari Kepulauan Glorioso dan, dengan demikian, bagian dari zona ekonomi eksklusif khusus mereka.
4.2. Iklim
Komoro memiliki iklim laut tropis yang umumnya sejuk. Terdapat dua musim utama yang dibedakan berdasarkan curah hujan.
- Musim hujan (disebut kashkazikaskazi (musim monsun utara)Bahasa Swahili) berlangsung dari November hingga April. Bulan terpanas adalah Maret, dengan suhu rata-rata mencapai 29 °C hingga 30 °C.
- Musim kemarau yang sejuk (disebut kusikusi (musim monsun selatan)Bahasa Swahili) berlangsung dari Mei hingga Oktober. Suhu rata-rata terendah adalah 19 °C.
Curah hujan tahunan bervariasi di seluruh kepulauan, dengan daerah pegunungan menerima curah hujan lebih tinggi. Moroni menerima rata-rata sekitar 2.80 K mm hujan per tahun. Pulau-pulau ini jarang terkena siklon tropis. Kelembapan umumnya tinggi sepanjang tahun.
4.3. Keanekaragaman Hayati dan Kawasan Lindung

Komoro merupakan sebuah ekoregion tersendiri, yang dikenal sebagai hutan Komoro. Negara ini memiliki Indeks Integritas Lanskap Hutan tahun 2018 dengan skor rata-rata 7,69/10, menempatkannya di peringkat ke-33 secara global dari 172 negara.
Flora dan fauna Komoro memiliki banyak spesies endemik. Beberapa mamalia endemik termasuk kelelawar buah Livingstone dan beberapa jenis lemur (meskipun keberadaan lemur asli masih diperdebatkan, kemungkinan besar diperkenalkan). Terdapat berbagai spesies burung endemik dan reptil.
Ekosistem laut di sekitar Komoro sangat kaya, dengan terumbu karang yang luas menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan, moluska, dan krustasea. Salah satu penemuan paling signifikan adalah ditemukannya kembali ikan coelacanth Samudra Hindia Barat di lepas pantai Komoro pada bulan Desember 1952. Spesies yang berumur 66 juta tahun ini dianggap telah lama punah hingga penampakan pertamanya yang tercatat pada tahun 1938 di lepas pantai Afrika Selatan. Antara tahun 1938 dan 1975, 84 spesimen ditangkap dan dicatat.
Terdapat enam taman nasional di Komoro:
- Di Grande Comore: Karthala, Coelacanth, dan Mitsamiouli Ndroudi.
- Di Anjouan: Gunung Ntringui dan Shisiwani.
- Di Mohéli: Taman Nasional Mohéli.
Taman Nasional Karthala dan Gunung Ntrigui mencakup puncak tertinggi di masing-masing pulau. Taman Nasional Coelacanth, Mitsamiouli Ndroudi, dan Shisiwani adalah taman nasional laut yang melindungi perairan pesisir dan terumbu karang di pulau-pulau tersebut. Taman Nasional Mohéli mencakup wilayah darat dan laut.
Upaya konservasi lingkungan menghadapi tantangan seperti deforestasi akibat pembukaan lahan untuk pertanian dan kebutuhan kayu bakar, penangkapan ikan berlebih, dan dampak perubahan iklim. Konservasi seringkali melibatkan masyarakat lokal, namun terkadang menimbulkan konflik terkait akses terhadap sumber daya. Perlindungan keanekaragaman hayati penting tidak hanya untuk ekologi tetapi juga untuk potensi pariwisata berkelanjutan dan mata pencaharian masyarakat.
5. Politik
Sistem politik Uni Komoro adalah republik presidensial federal, di mana Presiden Komoro adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dan menganut sistem multi-partai. Namun, sejarah politik negara ini diwarnai oleh ketidakstabilan, kudeta, dan tantangan dalam penegakan hak asasi manusia.
5.1. Struktur dan Sistem Pemerintahan

Berdasarkan Konstitusi Uni Komoro yang diratifikasi melalui referendum pada 23 Desember 2001 (dan kemudian diamandemen), negara ini berbentuk republik presidensial federal. Presiden Uni Komoro adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Awalnya, jabatan presiden Uni dirotasi antar ketiga pulau utama (Grande Comore, Anjouan, Mohéli) setiap lima tahun. Namun, referendum konstitusional pada tahun 2018 menghapus sistem rotasi ini dan memungkinkan seorang presiden untuk menjabat dua periode.
Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh pemerintah. Kekuasaan legislatif dipegang oleh pemerintah dan parlemen, yang disebut Majelis Uni. Majelis Uni adalah badan legislatif unikameral dengan 33 kursi; 24 anggota dipilih langsung melalui pemungutan suara universal, dan 9 anggota dipilih secara tidak langsung oleh majelis pulau (masing-masing 3 dari setiap pulau). Anggota parlemen menjabat selama lima tahun.
Setiap pulau (Ngazidja, Ndzwani, dan Mwali) memiliki otonomi yang cukup besar, dengan konstitusi, gubernur (sebelumnya presiden pulau), dan majelis pulau sendiri. Pemilihan umum diadakan untuk memilih presiden Uni, anggota parlemen Uni, gubernur pulau, dan anggota majelis pulau. Partisipasi warga dalam proses demokrasi telah meningkat, meskipun sering terganggu oleh ketidakstabilan politik dan tuduhan kecurangan pemilu.
Sejumlah partai politik aktif di Komoro, namun aliansi politik seringkali cair dan berbasis pada kepentingan regional atau personal.
5.2. Sistem Hukum
Sistem hukum Komoro merupakan campuran dari hukum Islam (Syariah), hukum perdata Prancis (Kode Napoleon), dan hukum adat (mila na ntsi). Para tetua desa, kadi (hakim agama Islam), atau pengadilan sipil menyelesaikan sebagian besar perselisihan.
Kekuasaan yudikatif secara teori independen dari legislatif dan eksekutif. Mahkamah Agung bertindak sebagai Dewan Konstitusi dalam menyelesaikan masalah konstitusional dan mengawasi pemilihan presiden. Sebagai Pengadilan Tinggi Kehakiman, Mahkamah Agung juga mengadili kasus-kasus di mana pemerintah dituduh melakukan malapraktik. Mahkamah Agung terdiri dari dua anggota yang dipilih oleh presiden, dua anggota dipilih oleh Majelis Federal, dan satu anggota oleh dewan masing-masing pulau.
Akses terhadap keadilan bagi warga negara biasa seringkali menjadi tantangan karena biaya, jarak, dan kurangnya pemahaman tentang sistem hukum formal. Banyak perselisihan, terutama di tingkat desa, diselesaikan melalui mekanisme hukum adat atau mediasi oleh tokoh agama. Penegakan hukum dan kapasitas lembaga peradilan masih perlu ditingkatkan.
5.3. Ketidakstabilan Politik dan Kudeta
Sejak kemerdekaan pada tahun 1975, Komoro telah mengalami lebih dari 20 kudeta atau upaya kudeta, menjadikannya salah satu negara dengan sejarah politik paling tidak stabil di dunia. Penyebab ketidakstabilan ini kompleks, termasuk persaingan antar-elit politik, campur tangan asing (terutama oleh tentara bayaran seperti Bob Denard), perpecahan regional antar pulau, kemiskinan yang meluas, dan lemahnya institusi demokrasi.
Gerakan separatis, terutama di Anjouan dan Mohéli pada akhir 1990-an, menambah kompleksitas situasi politik. Anjouan bahkan sempat mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1997, yang memicu intervensi militer oleh pemerintah pusat dan kemudian oleh Uni Afrika.
Ketidakstabilan politik ini berdampak buruk pada hak-hak sipil dan perkembangan demokrasi. Periode kudeta seringkali diikuti oleh penindasan terhadap oposisi, pembatasan kebebasan berbicara dan kebebasan pers, serta penangkapan sewenang-wenang. Upaya untuk membangun budaya politik yang stabil dan demokratis terus menghadapi tantangan, meskipun telah ada beberapa transisi kekuasaan secara damai, seperti pada tahun 2006. Situasi saat ini masih ditandai dengan ketegangan politik, terutama setelah referendum konstitusional 2018 dan pemilihan presiden 2019 yang kontroversial, yang memperkuat kekuasaan Presiden Azali Assoumani. Kesejahteraan sosial rakyat seringkali terabaikan akibat fokus pada perebutan kekuasaan politik.
5.4. Militer
Angkatan bersenjata Komoro secara resmi dikenal sebagai Angkatan Pertahanan Komoro (Armée nationale de développement - AND), yang juga mencakup gendarmeri. Militer Komoro terdiri dari angkatan darat kecil, pasukan polisi sekitar 500 anggota, dan pasukan pertahanan sekitar 500 anggota. Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dalam negeri, integritas teritorial, dan berpartisipasi dalam misi bantuan kemanusiaan.
Komoro memiliki perjanjian pertahanan dengan Prancis, yang menyediakan sumber daya angkatan laut untuk perlindungan perairan teritorial, pelatihan personel militer Komoro, dan pengawasan udara. Prancis juga mempertahankan kehadiran beberapa perwira senior di Komoro atas permintaan pemerintah, serta pangkalan maritim kecil dan Detasemen Legiun Asing Prancis (DLEM) di Mayotte, yang seringkali menjadi sumber kontroversi terkait isu kedaulatan.
Militer terkadang memainkan peran signifikan dalam politik dalam negeri, terutama selama periode kudeta. Upaya reformasi sektor keamanan (SSR) telah dilakukan dengan bantuan mitra internasional, termasuk PBB, untuk meningkatkan profesionalisme militer dan memastikan tunduk pada otoritas sipil. Namun, pengaruh militer dalam politik tetap menjadi perhatian.
5.5. Hak Asasi Manusia
Situasi hak asasi manusia di Komoro menghadapi berbagai tantangan. Meskipun konstitusi menjamin hak-hak dasar, penegakannya seringkali lemah akibat ketidakstabilan politik, kurangnya sumber daya, dan institusi yang belum mapan.
Isu-isu HAM utama meliputi:
- Kebebasan Berpendapat dan Pers: Meskipun ada media swasta, wartawan sering menghadapi intimidasi dan pembatasan, terutama ketika melaporkan isu-isu sensitif politik.
- Hak-Hak Politik: Penangkapan sewenang-wenang terhadap aktivis oposisi dan pembatasan hak berkumpul terkadang terjadi, khususnya menjelang atau setelah pemilihan umum yang kontroversial.
- Kondisi Penjara: Penjara seringkali penuh sesak, dengan sanitasi yang buruk dan kekurangan makanan serta layanan medis.
- Hak-Hak Perempuan: Meskipun perempuan memiliki hak hukum yang setara dalam banyak aspek, diskriminasi dan kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi masalah. Representasi perempuan dalam politik dan posisi pengambilan keputusan masih rendah.
- Hak-Hak Anak: Pernikahan anak dan pekerja anak, terutama di sektor informal dan pertanian, masih terjadi. Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan berkualitas bagi anak-anak masih terbatas.
- Hak-Hak Minoritas dan Kelompok Rentan: Meskipun Islam Sunni adalah agama dominan, konstitusi menjamin kebebasan beragama. Namun, minoritas agama mungkin menghadapi diskriminasi sosial. Individu LGBT menghadapi diskriminasi hukum dan sosial; aktivitas seksual sesama jenis adalah ilegal.
- Perdagangan Manusia: Komoro dilaporkan menjadi negara sumber dan tujuan bagi perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak untuk eksploitasi seksual dan kerja paksa.
Komunitas internasional, termasuk organisasi hak asasi manusia, secara berkala menyoroti kondisi HAM di Komoro. Pemerintah telah menyatakan komitmen untuk memperbaiki situasi, namun kemajuan seringkali lambat. Upaya perbaikan memerlukan penguatan supremasi hukum, reformasi lembaga peradilan dan keamanan, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia.
6. Hubungan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri Uni Komoro umumnya berfokus pada pemeliharaan hubungan baik dengan negara-negara tetangga, mitra pembangunan tradisional, dan organisasi internasional untuk mendapatkan bantuan ekonomi dan dukungan politik. Isu kedaulatan atas Mayotte tetap menjadi elemen sentral dalam diplomasi Komoro.
6.1. Isu Kedaulatan Mayotte

Komoro secara konsisten mengklaim kedaulatan atas Pulau Mayotte (disebut Mahoré oleh Komoro), yang secara geografis merupakan bagian dari Kepulauan Komoro. Ketika Komoro mendeklarasikan kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1975, tiga pulau lainnya (Grande Comore, Anjouan, dan Mohéli) memilih untuk merdeka, sementara penduduk Mayotte dalam referendum tahun 1974 dan 1976 memilih untuk tetap menjadi bagian dari Prancis.
Pemerintah Komoro menganggap pemisahan Mayotte sebagai pelanggaran terhadap prinsip integritas teritorial negara-negara kolonial pada saat kemerdekaan. Posisi ini didukung oleh sejumlah resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengakui Mayotte sebagai bagian integral dari Komoro dan mengutuk pendudukan Prancis. Organisasi Kesatuan Afrika (sekarang Uni Afrika), Gerakan Non-Blok, dan Organisasi Kerja Sama Islam juga secara historis mendukung klaim Komoro.
Namun, Prancis mempertahankan kendali atas Mayotte, dengan alasan bahwa penduduk Mahoran telah secara sah memilih untuk tetap bersama Prancis. Pada tahun 2009, penduduk Mayotte kembali memilih dalam referendum untuk menjadi departemen seberang laut Prancis, status yang efektif berlaku pada tahun 2011, dan kemudian menjadi region terluar Uni Eropa pada tahun 2014. Keputusan ini secara hukum mengintegrasikan Mayotte ke dalam Republik Prancis, yang ditolak oleh pemerintah Komoro.
Situasi ini menciptakan ketegangan diplomatik antara Komoro dan Prancis. Meskipun demikian, kedua negara mempertahankan hubungan diplomatik dan kerja sama di berbagai bidang. Isu Mayotte juga memiliki dimensi kemanusiaan, dengan banyak warga Komoro mencoba bermigrasi ke Mayotte untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik, seringkali dengan risiko besar dan menghadapi perlakuan diskriminatif. Aspirasi penduduk Mayotte sendiri terbagi, meskipun mayoritas tampaknya mendukung status saat ini dengan Prancis karena alasan ekonomi dan stabilitas. Komoro terus mengangkat isu ini di forum internasional, mencari solusi damai yang menghormati klaim kedaulatannya sambil mempertimbangkan realitas di lapangan.
6.2. Aktivitas di Organisasi Internasional Utama
Uni Komoro adalah anggota aktif dari berbagai organisasi internasional. Keanggotaan ini penting bagi negara kecil seperti Komoro untuk menyuarakan kepentingannya, mendapatkan bantuan pembangunan, dan berpartisipasi dalam isu-isu global.
- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): Komoro menjadi anggota PBB pada November 1975. Melalui PBB, Komoro telah menyuarakan klaimnya atas Mayotte dan berpartisipasi dalam berbagai badan dan program PBB yang bertujuan untuk pembangunan, perdamaian, dan keamanan.
- Uni Afrika (UA): Sebagai negara Afrika, Komoro adalah anggota Uni Afrika dan pendahulunya, Organisasi Kesatuan Afrika (OKA). UA telah memainkan peran penting dalam mediasi konflik internal Komoro, termasuk krisis separatis Anjouan, dan mendukung proses demokratisasi. Komoro pernah memegang jabatan ketua bergilir Uni Afrika pada tahun 2023, yang dipimpin oleh Presiden Azali Assoumani.
- Liga Arab: Komoro adalah satu-satunya negara anggota Liga Arab yang seluruh wilayahnya berada di Belahan Bumi Selatan. Keanggotaan ini mencerminkan ikatan budaya dan agama dengan dunia Arab dan membuka akses ke bantuan dan kerja sama dari negara-negara Arab.
- Organisation internationale de la Francophonie (OIF): Mengingat sejarah kolonialnya dan penggunaan bahasa Prancis sebagai salah satu bahasa resmi, Komoro adalah anggota OIF. Organisasi ini mendukung promosi bahasa dan budaya Prancis serta kerja sama di bidang pendidikan dan pembangunan.
- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI): Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Komoro adalah anggota OKI dan berpartisipasi dalam inisiatif yang bertujuan untuk mempromosikan solidaritas dan kerja sama antar negara-negara Muslim.
- Komisi Samudra Hindia (COI): Komoro adalah anggota COI, sebuah organisasi regional yang bertujuan untuk mempromosikan kerja sama antara negara-negara kepulauan di Samudra Hindia bagian barat (Komoro, Madagaskar, Mauritius, Seychelles, dan Reunion/Prancis).
Selain itu, Komoro juga merupakan anggota Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Afrika, yang merupakan mitra penting dalam upaya pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Komoro menandatangani Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir PBB dan pada tahun 2023 diundang sebagai tamu non-anggota pada KTT G7 di Hiroshima.
6.3. Hubungan dengan Indonesia
Hubungan diplomatik antara Uni Komoro dan Indonesia secara resmi dijalin, meskipun interaksi bilateral mungkin tidak seintensif dengan negara-negara mitra utama Komoro lainnya. Sebagai sesama negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) serta Gerakan Non-Blok, terdapat landasan untuk kerja sama dan saling pengertian.
Secara historis, ada klaim bahwa pemukim awal Kepulauan Komoro termasuk orang-orang Austronesia dari Kepulauan Melayu, yang menunjukkan adanya potensi hubungan kuno. Dalam konteks modern, hubungan lebih banyak terjalin melalui forum multilateral seperti PBB, OKI, dan GNB.
Potensi kerja sama di masa depan dapat mencakup bidang-bidang seperti:
- Ekonomi dan Perdagangan: Mengingat Komoro adalah negara penghasil rempah-rempah dan Indonesia juga memiliki sektor pertanian yang kuat, mungkin ada peluang untuk berbagi pengetahuan atau perdagangan produk pertanian tertentu.
- Pendidikan dan Kebudayaan: Pertukaran pelajar atau program budaya dapat memperkuat hubungan antar masyarakat. Indonesia dengan pengalamannya dalam pendidikan Islam dapat menawarkan kerja sama di bidang ini.
- Dukungan Diplomatik: Kedua negara dapat saling mendukung dalam isu-isu internasional yang menjadi kepentingan bersama.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Antananarivo, Madagaskar, juga terakreditasi untuk Uni Komoro. Kedekatan geografis yang relatif dan kesamaan sebagai negara kepulauan juga dapat menjadi dasar untuk berbagi pengalaman dalam isu-isu seperti perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya laut. Namun, informasi spesifik mengenai perjanjian bilateral atau program kerja sama yang signifikan antara kedua negara mungkin terbatas.
7. Pembagian Administratif
Uni Komoro adalah sebuah negara federal yang terdiri dari tiga pulau otonom utama. Masing-masing pulau ini memiliki pemerintahan otonom sendiri dengan seorang gubernur (sebelumnya disebut presiden pulau) dan sebuah majelis legislatif pulau. Pulau-pulau utama tersebut adalah:
1. Ngazidja (Grande Comore): Pulau terbesar dan terpadat, di mana ibu kota nasional, Moroni, berada.
2. Ndzwani (Anjouan): Pulau kedua terbesar dan memiliki sejarah gerakan separatis yang signifikan. Ibu kotanya adalah Mutsamudu.
3. Mwali (Mohéli): Pulau terkecil dari tiga pulau utama dan dikenal dengan keanekaragaman hayatinya, termasuk Taman Nasional Mohéli. Ibu kotanya adalah Fomboni.
Selain tiga pulau otonom ini, Komoro juga mengklaim kedaulatan atas pulau Mahoré (Mayotte), yang saat ini merupakan departemen dan region seberang laut Prancis.
Di bawah tingkat pemerintahan otonom pulau, terdapat unit administrasi lebih lanjut. Pada tahun 2011, dilakukan reformasi administrasi yang membagi pulau-pulau menjadi prefektur (préfectures) dan komune (communes). Setiap pulau dibagi menjadi beberapa prefektur, dan setiap prefektur terdiri dari beberapa komune.
- Ngazidja (Grande Comore) dibagi menjadi 8 prefektur: Moroni-Bambao, Hambou, Mbadjini-Ouest, Mbadjini-Est, Oichili-Dimani, Hamahamet-Mboinkou, Mitsamiouli-Mboudé, dan Itsandra-Sud.
- Ndzwani (Anjouan) dibagi menjadi 5 prefektur: Mutsamudu, Ouani, Domoni, Mrémani, dan Sima.
- Mwali (Mohéli) dibagi menjadi 3 prefektur: Fomboni, Nioumachioi, dan Djando.
Setiap komune memiliki dewan komune yang dipilih dan seorang walikota. Tingkat otonomi yang dimiliki oleh unit-unit administrasi di bawah pulau bervariasi, tetapi umumnya berfokus pada penyediaan layanan lokal dan pengelolaan urusan komunal. Hubungan antara pemerintah pusat Uni, pemerintah otonom pulau, dan pemerintah komune diatur oleh konstitusi dan undang-undang terkait, meskipun implementasi desentralisasi dan pembagian kekuasaan terkadang menghadapi tantangan politik dan kapasitas.
8. Ekonomi
Ekonomi Uni Komoro menghadapi tantangan signifikan, ditandai dengan kemiskinan yang meluas, ketergantungan pada pertanian, dan bantuan luar negeri. Pertumbuhan ekonomi sering terhambat oleh ketidakstabilan politik, infrastruktur yang kurang memadai, dan pasar ekspor yang terbatas.
8.1. Kondisi Ekonomi dan Industri Utama

Perekonomian Komoro sangat bergantung pada sektor pertanian, yang menyumbang sekitar 40% dari PDB dan mempekerjakan sekitar 80% tenaga kerja. Industri utama dalam sektor pertanian meliputi:
- Vanila: Komoro adalah salah satu produsen vanila utama dunia, meskipun produksinya dapat berfluktuasi karena harga pasar global dan kondisi cuaca.
- Ylang-ylang: Minyak esensial dari bunga ylang-ylang adalah produk ekspor penting yang digunakan dalam industri parfum. Komoro adalah produsen terbesar ylang-ylang di dunia, menyumbang sekitar 80% pasokan global.
- Cengkih: Cengkih juga merupakan komoditas ekspor yang signifikan.
- Kopra: Daging kelapa kering ini juga diekspor.
Selain tanaman komersial tersebut, pertanian subsisten juga penting, dengan tanaman seperti pisang tanduk, singkong, kacang-kacangan, sukun, dan talas ditanam untuk konsumsi lokal. Namun, produksi pangan domestik tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional, sehingga Komoro mengimpor sebagian besar kebutuhan berasnya.
Sektor perikanan memiliki potensi yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Meskipun perairan di sekitar Komoro kaya akan ikan, industri perikanan sebagian besar masih bersifat tradisional dan skala kecil.
Sektor pariwisata juga memiliki potensi, dengan pantai yang indah, terumbu karang, dan budaya yang unik. Namun, pengembangannya terhambat oleh infrastruktur yang terbatas, aksesibilitas yang sulit, dan citra ketidakstabilan politik. Saat ini, kontribusi pariwisata terhadap ekonomi dan lapangan kerja masih relatif kecil. Pada tahun 2010, negara ini hanya menarik sekitar 15.000 wisatawan asing, menjadikannya salah satu negara yang paling jarang dikunjungi di dunia.
Industri manufaktur sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari pengolahan hasil pertanian skala kecil. Tidak ada industri berat yang signifikan.
8.2. Tantangan Ekonomi dan Prospek
Ekonomi Komoro menghadapi sejumlah tantangan berat:
- Kemiskinan Kronis: Sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun data Bank Dunia tahun 2018 menunjukkan penurunan angka kemiskinan antara 2014 dan 2018 (dengan sekitar 19% populasi hidup di bawah garis kemiskinan internasional 1.9 USD per hari pada periode 2009-2014), kemiskinan tetap menjadi masalah serius.
- Tingkat Pengangguran yang Tinggi: Tingkat pengangguran resmi dilaporkan sekitar 14,3% pada tahun 2005, dengan insiden yang lebih tinggi di daerah perkotaan. Kurangnya lapangan kerja formal menjadi masalah utama.
- Ketergantungan pada Bantuan Luar Negeri: Komoro sangat bergantung pada bantuan dari donor internasional dan pengiriman uang dari diaspora Komoro di luar negeri. Pengiriman uang ini merupakan bagian penting dari PDB negara dan telah berkontribusi pada penurunan kemiskinan.
- Ketidaksetaraan pendapatan: Terdapat kesenjangan ekonomi yang signifikan antara daerah pedesaan dan perkotaan, serta antar kelompok masyarakat.
- Ketergantungan pada Komoditas Ekspor Terbatas: Perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga global untuk komoditas ekspor utamanya (vanila, ylang-ylang, cengkih).
- Infrastruktur yang Buruk: Kurangnya infrastruktur transportasi, energi, dan komunikasi menghambat pembangunan ekonomi.
- Pertumbuhan Populasi yang Cepat: Tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi memberikan tekanan pada sumber daya dan layanan publik.
- Ketidakstabilan Politik: Sejarah kudeta dan ketidakstabilan politik telah merusak kepercayaan investor dan mengganggu kegiatan ekonomi.
Prospek pembangunan ekonomi di masa depan bergantung pada beberapa faktor. Upaya pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan teknis, memprivatisasi perusahaan komersial dan industri, meningkatkan layanan kesehatan, mendiversifikasi ekspor, dan mempromosikan pariwisata adalah langkah-langkah penting. Reformasi fiskal, pengelolaan utang yang lebih baik, dan peningkatan iklim investasi juga krusial.
Dari perspektif keadilan sosial, penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan mengurangi ketidaksetaraan. Keberlanjutan lingkungan harus menjadi pertimbangan utama, mengingat kerentanan negara kepulauan ini terhadap perubahan iklim dan tekanan pada sumber daya alam. Perlindungan hak-hak pekerja dan promosi praktik bisnis yang bertanggung jawab juga penting untuk pembangunan yang berkelanjutan dan adil. Komoro adalah anggota Organisasi untuk Harmonisasi Hukum Bisnis di Afrika (OHADA).
8.3. Transportasi dan Infrastruktur
Sistem transportasi dan infrastruktur di Komoro masih terbatas dan menjadi salah satu kendala utama bagi pembangunan nasional.
- Pelabuhan: Pelabuhan utama terdapat di Moroni (Grande Comore) dan Mutsamudu (Anjouan). Pelabuhan Mutsamudu telah ditingkatkan untuk dapat menampung kapal yang lebih besar, tetapi fasilitas pelabuhan secara umum masih memerlukan modernisasi. Transportasi laut antar pulau penting tetapi seringkali tidak teratur dan menggunakan kapal kecil.
- Bandara: Bandara internasional utama adalah Bandar Udara Internasional Pangeran Said Ibrahim (HAH) yang terletak di dekat Moroni di Grande Comore. Terdapat juga bandara yang lebih kecil di Anjouan (Bandara Ouani) dan Mohéli (Bandara Bandar Es Eslam) yang melayani penerbangan domestik dan beberapa rute regional.
- Jaringan Jalan: Jaringan jalan di pulau-pulau utama ada, tetapi kondisinya bervariasi. Banyak jalan, terutama di daerah pedesaan, tidak beraspal dan sulit dilalui, terutama selama musim hujan.
- Energi: Pasokan listrik tidak dapat diandalkan dan sering terjadi pemadaman. Sebagian besar listrik dihasilkan dari generator diesel yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Akses listrik di daerah pedesaan masih sangat terbatas.
- Komunikasi: Infrastruktur telekomunikasi telah berkembang dengan adanya layanan telepon seluler dan internet, tetapi penetrasinya masih lebih rendah dibandingkan negara lain, dan biayanya relatif mahal.
Kurangnya infrastruktur yang memadai berdampak negatif pada aksesibilitas masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta menghambat kegiatan ekonomi dan perdagangan. Investasi dalam perbaikan dan pengembangan infrastruktur sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup penduduk.
9. Sosial
Struktur sosial Uni Komoro dipengaruhi oleh perpaduan budaya Afrika, Arab, dan Prancis, serta peran dominan agama Islam. Karakteristik demografis, komposisi etnis, penggunaan bahasa, serta sistem pendidikan dan kesehatan mencerminkan kompleksitas ini.
9.1. Populasi
Dengan perkiraan populasi sekitar 850.000 jiwa (2019), Komoro adalah salah satu negara dengan populasi terkecil di dunia, tetapi memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, rata-rata 275 jiwa/km2. Pada tahun 2001, 34% populasi dianggap perkotaan, dan angka ini terus meningkat. Pertumbuhan populasi secara keseluruhan masih relatif tinggi, meskipun pertumbuhan populasi pedesaan melambat atau bahkan negatif dalam beberapa tahun terakhir karena urbanisasi. Pada tahun 1958, populasinya hanya 183.133 jiwa.
Struktur usia populasi sangat muda, dengan hampir separuh populasi berusia di bawah 15 tahun pada tahun 2009. Tingkat kesuburan adalah 4,7 anak per wanita pada tahun 2004. Tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi memberikan tekanan pada sumber daya alam, layanan publik, dan pasar kerja. Urbanisasi yang cepat juga menimbulkan tantangan terkait perumahan, sanitasi, dan penyediaan layanan di daerah perkotaan. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di pulau Anjouan.
9.2. Etnis dan Bahasa
Penduduk Komoro, yang secara etnis disebut Komorian, merupakan campuran dari berbagai kelompok yang bermigrasi ke kepulauan ini selama berabad-abad. Mayoritas (sekitar 97,1%) adalah etnis Komorian, yang merupakan perpaduan keturunan Bantu (Afrika), Arab, dan Malagasi. Terdapat juga minoritas kecil seperti Makua dan India (kebanyakan Ismaili). Dalam beberapa tahun terakhir, ada imigran asal Tiongkok di Grande Comore (terutama Moroni). Meskipun sebagian besar orang Prancis pergi setelah kemerdekaan pada tahun 1975, komunitas Kreol kecil, keturunan pemukim dari Prancis, Madagaskar, dan Réunion, masih tinggal di Komoro.
Ada tiga bahasa resmi di Komoro:
- Bahasa Komoro (Shikomori): Bahasa nasional dan paling umum digunakan dalam percakapan sehari-hari. Ini adalah bahasa Bantu yang berkerabat dekat dengan Swahili, dengan pengaruh kuat dari bahasa Arab. Terdapat empat varian dialek utama yang sesuai dengan pulau-pulau utama: Shingazidja (Grande Comore), Shimwali (Mohéli), Shindzwani (Anjouan), dan Shimaore (Mayotte). Meskipun ada perbedaan dialek, penutur umumnya dapat saling memahami. Abjad Arab dan Latin keduanya digunakan untuk menulis bahasa Komoro.
- Bahasa Prancis: Bahasa administrasi, pendidikan formal non-Quran, dan media. Penggunaan bahasa Prancis meluas di kalangan elit terdidik dan dalam urusan resmi.
- Bahasa Arab: Dikenal luas sebagai bahasa kedua, terutama sebagai bahasa pengajaran Al-Quran dan praktik keagamaan.
Bahasa memainkan peran penting dalam identitas nasional dan interaksi sosial. Kemampuan berbahasa Prancis seringkali dikaitkan dengan status sosial dan peluang ekonomi.
9.3. Agama

Islam Sunni adalah agama dominan dan agama resmi negara, dianut oleh sekitar 98-99% populasi. Komoro adalah satu-satunya negara mayoritas Muslim di Afrika bagian selatan. Praktik keagamaan sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari, budaya, dan hukum. Masjid merupakan pusat komunitas di banyak desa dan kota. Pengajaran Al-Quran adalah bagian penting dari pendidikan anak-anak.
Meskipun Islam adalah agama negara, konstitusi secara formal menjamin kebebasan beragama. Terdapat minoritas kecil pemeluk agama Kristen, baik Katolik Roma maupun Protestan, sebagian besar terdiri dari imigran asal Prancis metropolitan dan beberapa warga Malagasi. Kehidupan beragama minoritas umumnya berjalan damai, meskipun mungkin ada tekanan sosial dalam beberapa kasus. Hukum keluarga seringkali dipengaruhi oleh interpretasi hukum Islam.
9.4. Pendidikan

Sistem pendidikan di Komoro menghadapi banyak tantangan, termasuk kurangnya sumber daya, fasilitas yang tidak memadai, kekurangan guru yang berkualitas, dan rendahnya angka partisipasi, terutama di tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan di Komoro terdiri dari pendidikan formal (berbasis sistem Prancis) dan pendidikan agama (Quran).
Hampir semua anak menghadiri sekolah Quran, biasanya sebelum atau bersamaan dengan sekolah reguler. Anak-anak diajarkan tentang Al-Quran, menghafalnya, dan belajar aksara Arab. Sebagian besar orang tua lebih memilih anak-anak mereka untuk menghadiri sekolah Quran sebelum beralih ke sistem sekolah berbasis bahasa Prancis.
Sistem pendidikan formal mengikuti model Prancis, dengan jenjang sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas. Pendidikan dasar secara teori wajib. Namun, kualitas pendidikan di sektor publik sering terganggu oleh kurangnya sumber daya dan gaji guru yang sering tertunggak, yang menyebabkan banyak guru menolak bekerja. Terdapat banyak sekolah swasta dan komunitas dengan standar yang relatif baik.
Kurikulum nasional, selain beberapa tahun selama periode revolusioner pasca-kemerdekaan, sangat didasarkan pada sistem Prancis, karena sumber daya berasal dari Prancis dan banyak orang Komoro berharap untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Prancis. Baru-baru ini ada upaya untuk meng-Komoro-kan silabus dan mengintegrasikan kedua sistem, formal dan Quran, menjadi satu, sehingga menjauh dari sistem pendidikan sekuler yang diwarisi dari Prancis.
Pada tahun 2000, 44,2% anak usia 5 hingga 14 tahun bersekolah. Aksesibilitas terhadap pendidikan berkualitas, terutama di daerah pedesaan dan bagi anak perempuan, masih menjadi masalah. Tingkat melek huruf diperkirakan sekitar 57% dalam aksara Latin dan lebih dari 90% dalam aksara Arab pada tahun 2004 (secara keseluruhan sekitar 77,8% pada 2015).
Sebelum tahun 2000, siswa yang mencari pendidikan universitas harus bersekolah di luar negeri. Namun, pada awal tahun 2000-an, sebuah universitas (Universitas Komoro) didirikan di negara itu. Ini bertujuan untuk membantu pertumbuhan ekonomi dan memerangi "pelarian" banyak orang terpelajar yang tidak kembali ke pulau untuk bekerja. Fokus kebijakan pendidikan pemerintah adalah pada pemerataan kesempatan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat dan peningkatan kualitas pengajaran.
9.5. Kesehatan
Indikator kesehatan di Komoro termasuk yang terendah di dunia, mencerminkan tantangan ekonomi dan infrastruktur yang dihadapi negara ini. Aksesibilitas terhadap layanan medis berkualitas sangat terbatas, terutama di daerah pedesaan dan pulau-pulau terpencil.
Terdapat sekitar 15 dokter per 100.000 penduduk. Angka harapan hidup saat lahir adalah sekitar 67 tahun untuk wanita dan 62 tahun untuk pria. Tingkat kematian bayi dan ibu masih tinggi.
Penyakit endemik utama meliputi malaria, penyakit diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan tuberkulosis. HIV/AIDS memiliki prevalensi yang relatif rendah dibandingkan negara-negara Afrika lainnya, tetapi tetap menjadi perhatian. Malnutrisi, terutama pada anak-anak, juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan.
Layanan kesehatan primer seringkali tidak memadai karena kekurangan tenaga medis, obat-obatan, dan peralatan. Banyak fasilitas kesehatan kekurangan pasokan air bersih dan sanitasi yang layak. Masyarakat seringkali harus menempuh jarak jauh untuk mencapai fasilitas kesehatan.
Kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas, dengan upaya untuk meningkatkan layanan antenatal, persalinan yang aman, dan imunisasi. Namun, tantangan tetap besar. Kelompok rentan lainnya, seperti lansia dan penyandang disabilitas, juga menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.
Pemerintah, dengan bantuan organisasi internasional, berupaya untuk meningkatkan sistem kesehatan, tetapi kemajuan terhambat oleh keterbatasan sumber daya dan masalah struktural lainnya. Indeks Kelaparan Global (GHI) 2024 menempatkan Komoro di peringkat 81 dari 127 negara, dengan skor 18,8, yang menunjukkan tingkat kelaparan sedang.
10. Budaya
Budaya Komoro adalah perpaduan unik dari pengaruh Afrika (Bantu), Arab, Malagasi, dan Eropa (Prancis), yang tercermin dalam gaya hidup, tradisi, seni, dan praktik sosialnya. Agama Islam memainkan peran sentral dalam membentuk nilai-nilai dan norma budaya.
10.1. Gaya Hidup dan Tradisi
Gaya hidup tradisional Komoro sangat komunal dan berpusat pada keluarga besar serta desa. Adat istiadat diwariskan secara turun-temurun dan masih dijaga kuat.
- Pakaian Tradisional: Wanita di Ndzwani secara tradisional mengenakan pakaian bermotif merah putih yang disebut shiromani, sementara di Ngazidja dan Mwali, selendang berwarna-warni yang disebut leso lebih umum. Banyak wanita mengoleskan pasta dari cendana dan karang yang digiling, disebut msindzano, ke wajah mereka. Pakaian pria tradisional adalah kemeja putih panjang yang dikenal sebagai nkandu, dan kopiah yang disebut kofia.
- Makanan: Masakan Komoro menggunakan bahan-bahan lokal seperti ikan, kelapa, pisang, singkong, dan rempah-rempah. Nasi adalah makanan pokok. Hidangan populer termasuk langouste à la vanille (lobster dengan vanila) dan berbagai hidangan kari.
- Adat Pernikahan (Ada/Harusi): Pernikahan adalah peristiwa sosial yang sangat penting dan seringkali mewah, terutama "pernikahan agung" atau ada (di Ngazidja) atau harusi (di pulau lain). Ada dua jenis pernikahan: pernikahan kecil (Mna daho di Ngazidja) yang sederhana dan sah secara hukum, dan pernikahan agung (ada/harusi) yang melibatkan perayaan selama dua minggu, perhiasan emas yang memukau, dan mahar pengantin yang besar. Pernikahan agung menandai transisi seorang pria dalam sistem usia Ngazidja dari pemuda menjadi sesepuh, meningkatkan status sosialnya secara signifikan. Meskipun biayanya sangat mahal (bisa mencapai 50.00 K EUR di Ngazidja) dan sering dikritik, ada dianggap sebagai sumber kohesi sosial dan alasan utama mengapa migran Komoro di Prancis dan tempat lain terus mengirim uang ke rumah.
- Sistem Keluarga: Masyarakat Komoro memiliki sistem keturunan bilateral. Keanggotaan garis keturunan dan warisan barang tidak bergerak (tanah, rumah) bersifat matrilineal, diwariskan melalui garis ibu, mirip dengan banyak masyarakat Bantu. Namun, barang-barang lain dan nama keluarga diwariskan melalui garis ayah. Elemen matrilineal lebih kuat di Ngazidja.
- Peran Gender: Secara tradisional, ada pembagian kerja berdasarkan gender, meskipun perempuan memainkan peran penting dalam ekonomi rumah tangga dan pertanian. Dalam sistem matrilineal, perempuan seringkali memiliki hak atas tanah dan rumah.
- Struktur Hierarki Sosial: Status sosial dapat dipengaruhi oleh usia, garis keturunan, kekayaan, dan partisipasi dalam tradisi seperti ada. Tetua desa dan tokoh agama memiliki pengaruh yang signifikan dalam komunitas.
10.2. Seni (Musik, dll.)
Seni Komoro mencerminkan perpaduan budaya yang kaya.
- Musik: Musik tradisional yang paling berpengaruh adalah Taarab, yang diimpor dari Zanzibar pada awal abad ke-20. Musik Taarab populer di pernikahan ada dan acara-acara sosial lainnya. Genre ini biasanya menampilkan vokal, oud, biola, akordeon, dan perkusi. Selain Taarab, terdapat juga berbagai bentuk musik dan tarian rakyat lainnya yang unik di masing-masing pulau.
- Tarian: Tarian tradisional sering menyertai musik dan perayaan, dengan gerakan dan kostum yang khas.
- Sastra Lisan: Tradisi mendongeng, puisi, dan peribahasa lisan sangat kaya dan memainkan peran penting dalam menyampaikan nilai-nilai budaya dan sejarah.
- Kerajinan Tangan: Kerajinan tangan lokal termasuk ukiran kayu, tenun (pembuatan leso dan shiromani), pembuatan perhiasan, dan anyaman keranjang.
Perkembangan seni modern di Komoro masih terbatas karena kurangnya infrastruktur dan dukungan, tetapi seniman kontemporer mulai muncul, seringkali memadukan elemen tradisional dengan pengaruh modern.
10.3. Olahraga
Cabang olahraga yang paling populer di Komoro adalah sepak bola. Liga sepak bola domestik, Comoros Premier League, didirikan pada tahun 1979. Tim nasional sepak bola Komoro, yang dikenal sebagai "Les Coelacanthes", telah menunjukkan peningkatan prestasi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk partisipasi perdananya di Piala Afrika (AFCON) pada edisi 2021, di mana mereka berhasil mencapai babak 16 besar.
Selain sepak bola, olahraga lain seperti bola voli dan bola basket juga dimainkan, meskipun kurang populer. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga umumnya tinggi di tingkat amatir. Komoro juga berpartisipasi dalam kompetisi olahraga internasional seperti Pesta Olahraga Kepulauan Samudra Hindia dan Olimpiade (meskipun belum pernah memenangkan medali).
10.4. Media
Lanskap media di Komoro relatif terbatas, dengan campuran media milik pemerintah dan swasta.
- Surat Kabar: Terdapat dua surat kabar harian nasional utama yang diterbitkan di Moroni: Al-Watwan milik pemerintah, dan La Gazette des Comores milik swasta. Keduanya diterbitkan dalam bahasa Prancis. Ada juga beberapa buletin kecil yang terbit tidak teratur serta berbagai situs berita daring. Kashkazi adalah surat kabar bulanan independen berbahasa Prancis yang juga menyediakan berita nasional dan internasional.
- Radio: Radio adalah media massa yang paling dominan dan menjangkau sebagian besar populasi. ORTC (Office de Radio et Télévision des Comores) milik pemerintah menyediakan layanan radio nasional. Terdapat stasiun TV yang dijalankan oleh pemerintah daerah Anjouan, dan pemerintah daerah di pulau Grande Comore dan Anjouan masing-masing mengoperasikan stasiun radio. Ada juga beberapa stasiun radio independen dan komunitas kecil yang beroperasi di pulau Grande Comore dan Mohéli.
- Televisi: Layanan televisi nasional disediakan oleh ORTC. Pulau Grande Comore dan Mohéli memiliki akses ke Radio Mayotte dan TV Prancis. Jaringan televisi secara umum masih lemah dengan sedikit saluran pribadi.
Tingkat kebebasan berekspresi dan akses informasi bagi masyarakat terkadang menghadapi tantangan, terutama selama periode ketidakstabilan politik. Wartawan dapat menghadapi tekanan atau intimidasi ketika melaporkan isu-isu yang dianggap sensitif oleh pemerintah. Meskipun demikian, media memainkan peran penting dalam memberikan informasi dan memfasilitasi debat publik.