1. Overview
Susi Susanti, yang bernama lengkap Lucia Francisca Susi Susanti Haditono (lahir 11 Februari 1971), adalah seorang mantan atlet bulu tangkis profesional Indonesia keturunan Tionghoa. Ia secara luas diakui sebagai salah satu pemain tunggal putri terhebat sepanjang masa, terkenal dengan gerakan cepat, anggun, dan teknik pukulan yang elegan. Susi Susanti mengukir sejarah sebagai peraih medali emas Olimpiade pertama bagi Indonesia dalam cabang olahraga bulu tangkis di Olimpiade Barcelona 1992. Keberhasilannya di ajang tersebut membawa kebanggaan nasional yang luar biasa dan menjadi simbol persatuan bangsa. Sepanjang kariernya, ia mengumpulkan berbagai gelar juara internasional, termasuk Kejuaraan Dunia, All England Open, dan Final Grand Prix Dunia. Ia juga dikenal karena memimpin tim Indonesia meraih kemenangan Piala Uber, serta beragam penghargaan dan pengakuan atas kontribusinya pada olahraga bulu tangkis global.
2. Kehidupan Awal
Susi Susanti dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 11 Februari 1971, dengan nama lahir Ong Lien Hiang (王蓮香Wáng LiánxiāngBahasa Tionghoa). Ia adalah putri dari pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Tasikmalaya, sebelum ia melanjutkan ke SMP dan SMA di Ragunan, Jakarta Selatan.
Sejak usia dini, Susi telah menunjukkan bakat luar biasa dalam bulu tangkis, dan ia mulai berlatih di klub milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya. Ayah Susi, yang juga seorang atlet bulu tangkis dengan impian menjadi juara dunia namun harus mengakhiri kariernya karena cedera lutut, mewariskan cita-cita tersebut kepada putrinya. Dengan dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Susi setiap hari dilatih oleh sang ayah, tidak hanya dalam teknik memukul, tetapi juga dalam detail penting seperti gerak kaki (footwork) dan stamina. Setelah tujuh tahun berlatih di klub pamannya dan berhasil memenangkan berbagai kejuaraan tingkat junior, Susi memutuskan untuk mengembangkan kariernya lebih jauh. Pada tahun 1985, saat masih duduk di bangku SMP, ia hijrah ke Jakarta untuk bergabung dengan klub yang lebih besar. Meskipun mendapat tawaran dari dua klub terkemuka, PB Jaya Raya dan PB Djarum, Susi memilih PB Jaya Raya karena memiliki sanak saudara di Jakarta. Di sana, ia melanjutkan latihannya di bawah bimbingan pelatih Liang Qiuxia.
3. Karier Atletik
Karier atletik Susi Susanti membentang luas dari tingkat junior hingga menjadi pemain tunggal putri paling dominan di dunia pada awal tahun 1990-an. Ia dikenal sebagai satu-satunya pemain wanita yang mampu meraih gelar juara Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan All England Open secara bersamaan.
3.1. Pencapaian Junior dan Awal Karier
Susi Susanti memulai karier profesionalnya dalam dunia bulu tangkis pada tahun 1980, dan pada tahun 1985, ia secara resmi bergabung dengan klub PB Jaya Raya di bawah asuhan pelatih Liang Qiuxia. Di awal kariernya, Susi dengan cepat menarik perhatian di kancah bulu tangkis Indonesia dengan serangkaian prestasi gemilang di tingkat junior.
Pada tahun 1987, ia berhasil meraih tiga gelar juara sekaligus di Kejuaraan Dunia Junior Bulu Tangkis Bimantara yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia. Ia memenangkan tunggal putri, ganda putri berpasangan dengan Lilik Sudarwati, dan ganda campuran berpasangan dengan Ardy Wiranata. Keberhasilan ini berlanjut pada tahun 1988, di mana ia kembali merebut gelar juara tunggal putri dan ganda putri di ajang yang sama, berpasangan lagi dengan Lilik Sudarwati. Selain itu, pada tahun 1987, Susi juga menjadi juara tunggal putri dan ganda putri (bersama Lilik Sudarwati) di turnamen junior Duinwijck. Pada tahun 1988, ia meraih medali perunggu di Kejuaraan Bulu Tangkis Undangan Asia di Bandar Lampung.
3.2. Olimpiade
Susi Susanti mengukir sejarah besar bagi Indonesia dalam ajang Olimpiade. Pada Olimpiade Barcelona 1992 di Barcelona, Spanyol, ia berhasil meraih medali emas di nomor tunggal putri setelah mengalahkan rival beratnya dari Korea Selatan, Bang Soo-hyun, dengan skor 5-11, 11-5, dan 11-3. Medali emas ini bukan hanya merupakan puncak karier Susi, tetapi juga medali emas pertama yang diraih Indonesia sepanjang sejarah keikutsertaannya dalam Olimpiade, menjadikannya pahlawan nasional yang dielu-elukan.
Empat tahun kemudian, di Olimpiade Atlanta 1996 di Atlanta, Amerika Serikat, Susi kembali menunjukkan performa terbaiknya. Meskipun tidak berhasil mempertahankan gelar emasnya, ia sukses meraih medali perunggu di nomor tunggal putri setelah mengalahkan Kim Ji-hyun dari Korea Selatan dengan skor 11-4 dan 11-1.
3.3. Turnamen Internasional Utama Lainnya
Selain Olimpiade, Susi Susanti juga menorehkan dominasi yang luar biasa di berbagai turnamen internasional utama lainnya:
- Kejuaraan Dunia BWF
- Meraih medali emas di Birmingham, Inggris, pada tahun 1993, setelah mengalahkan Bang Soo-hyun (Korea Selatan) dengan skor 7-11, 11-9, 11-3.
- Meraih medali perunggu di Kopenhagen, Denmark, pada tahun 1991, kalah dari Tang Jiuhong (Tiongkok) dengan skor 4-11, 1-11.
- Meraih medali perunggu di Lausanne, Swiss, pada tahun 1995, kalah dari Ye Zhaoying (Tiongkok) dengan skor 11-5, 8-11, 2-11.
- Piala Dunia Bulu Tangkis
- Meraih lima medali emas: pada tahun 1989 di Guangzhou (mengalahkan Han Aiping dari Tiongkok), pada tahun 1993 di New Delhi (mengalahkan Lim Xiaoqing dari Swedia), pada tahun 1994 di Ho Chi Minh City (mengalahkan Bang Soo-hyun dari Korea Selatan), pada tahun 1996 di Jakarta (mengalahkan Wang Chen dari Tiongkok), dan pada tahun 1997 di Yogyakarta (mengalahkan Ye Zhaoying dari Tiongkok).
- Meraih dua medali perak: pada tahun 1990 di Jakarta (kalah dari Sarwendah Kusumawardhani dari Indonesia) dan pada tahun 1995 di Jakarta (kalah dari Ye Zhaoying dari Tiongkok).
- Meraih satu medali perunggu: pada tahun 1991 di Makau (kalah dari Huang Hua dari Tiongkok).
- All England Open
- Meraih gelar juara sebanyak empat kali: pada tahun 1990 (mengalahkan Huang Hua), pada tahun 1991 (mengalahkan Sarwendah Kusumawardhani), pada tahun 1993 (mengalahkan Bang Soo-hyun), dan pada tahun 1994 (mengalahkan Ye Zhaoying).
- Mencapai posisi runner-up pada tahun 1989, kalah dari Li Lingwei.
- World Badminton Grand Prix Finals
- Susi memenangkan turnamen ini lima kali berturut-turut dari tahun 1990 hingga 1994, dan kembali memenangkannya pada tahun 1996. Ia menjadi runner-up pada tahun 1997.
- Asian Games
- Meraih medali perunggu di tunggal putri pada Asian Games 1990 di Beijing, Tiongkok, setelah kalah dari Tang Jiuhong.
- Meraih medali perunggu di tunggal putri pada Asian Games 1994 di Hiroshima, Jepang, setelah kalah dari Hisako Mizui.
- Meraih medali perak di beregu putri pada Asian Games 1990 di Beijing, Tiongkok.
- Meraih medali perak di beregu putri pada Asian Games 1994 di Hiroshima, Jepang.
- SEA Games
- Susi meraih medali emas di tunggal putri pada tahun 1989 di Kuala Lumpur, Malaysia (mengalahkan Sarwendah Kusumawardhani), pada tahun 1991 di Manila, Filipina (mengalahkan Sarwendah Kusumawardhani), dan pada tahun 1995 di Chiang Mai, Thailand (mengalahkan Somharuthai Jaroensiri).
- Ia juga meraih medali perak di tunggal putri pada tahun 1987 di Jakarta, Indonesia (kalah dari Elizabeth Latief).
- Dalam nomor beregu putri, Susi memimpin tim Indonesia meraih medali emas sebanyak lima kali: pada tahun 1987, 1989, 1991, 1995, dan 1997.
- Piala Uber
- Susi memimpin tim beregu putri Indonesia meraih kemenangan atas Tiongkok yang merupakan juara abadi dalam kompetisi Piala Uber 1994 di Jakarta dan Piala Uber 1996 di Hong Kong.
- Tim Indonesia juga meraih medali perunggu pada Piala Uber 1990 dan Piala Uber 1992, serta medali perak pada Piala Uber 1998.
- Sudirman Cup
- Indonesia Open
- Susi menjadi juara di turnamen kandangnya sebanyak enam kali: pada tahun 1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997.
- Ia juga menjadi runner-up pada tahun 1990 dan 1993.
- Japan Open
- Tiga kali juara pada tahun 1992, 1994, dan 1995.
- Dua kali runner-up pada tahun 1991 dan 1996.
- Turnamen Grand Prix Internasional Lainnya
- Susi juga meraih berbagai gelar juara di turnamen Grand Prix lainnya, termasuk:
- Juara Australian Open 1990.
- Juara Chinese Taipei Open 1991, 1994, 1996.
- Juara Denmark Open 1991, 1992.
- Juara Thailand Open 1991, 1992, 1993, 1994.
- Juara Swedish Open 1991.
- Juara German Open 1992, 1993.
- Juara Malaysia Open 1993, 1994, 1995, 1997.
- Juara Dutch Open 1993.
- Juara Korea Open 1995.
- Juara Vietnam Open 1997.
- Posisi runner-up di Hong Kong Open 1992, Korea Open 1993, dan Singapore Open 1998.
- Pada PON 1993, ia juga berhasil menjadi juara bersama tim Jawa Barat.
Sepanjang puncak kariernya, Susi menghadapi persaingan ketat dari para pemain top dunia, terutama dari Tiongkok seperti Tang Jiuhong, Huang Hua, dan Ye Zhaoying, serta Bang Soo-hyun dari Korea Selatan.
- Susi juga meraih berbagai gelar juara di turnamen Grand Prix lainnya, termasuk:
4. Gaya Bermain
Susi Susanti dikenal dengan gaya bermainnya yang sangat khas dan efektif, terutama ditandai dengan pendekatan defensif yang tahan lama. Ia seringkali menginisiasi reli-reli panjang dengan tujuan untuk menguras stamina lawannya dan memancing kesalahan. Gaya ini sangat kontras dengan kebanyakan pemain wanita top pada masanya, seperti Bang Soo-hyun, Tang Jiuhong, Huang Hua, dan Ye Zhaoying, yang cenderung mengadopsi gaya yang lebih agresif.
Pertandingan Susi melawan lawan-lawan papan atas seringkali berlangsung lambat dan memakan waktu lama, terutama di era sistem 15 poin di mana poin hanya bisa didapatkan oleh pemain yang memegang servis. Susi mengandalkan pukulan clear yang dalam hingga ke garis belakang lapangan, membatasi peluang terjadinya pertukaran pukulan yang cepat. Strateginya ini dipadukan dengan drop shot yang ketat dan akurat, memaksa lawan untuk bergerak dan menutupi seluruh area lapangan.

Meskipun memiliki tinggi relatif sekitar 1.65 m, Susi sering menunjukkan kelincahan luar biasa. Ia kerap menutupi sisi backhand-nya dengan pukulan forehand di atas kepala, mengandalkan kecepatan dan kelenturan punggungnya yang luar biasa. Untuk mengambil pukulan rendah di sudut-sudut lapangan atau jauh dari posisinya, Susi sering meregangkan kakinya sangat lebar, bahkan terkadang berakhir dengan split penuh. Gerakan peregangan kaki yang hampir menyerupai balet ini, yang dikembangkan dari latihan intensif, menjadi pose khasnya di lapangan. Pada tahun-tahun terakhir kariernya, Susi mulai memasukkan lebih banyak pukulan smash ke dalam repertoarnya, sebuah penyesuaian yang cukup untuk mengejutkan lawan-lawan yang hanya mengharapkan permainan atrisi atau pengurasan stamina.
5. Pensiun dan Aktivitas Pasca-Karier
Susi Susanti memutuskan untuk gantung raket dari dunia bulu tangkis profesional pada tahun 1998, dengan pengumuman resmi pengunduran dirinya pada tanggal 30 Oktober 1999. Meskipun ia masih memiliki potensi untuk melanjutkan kariernya selama dua tahun ke depan dan sangat berambisi meraih medali emas Asian Games (yang merupakan satu-satunya turnamen besar yang belum pernah ia menangkan), Susi memutuskan untuk pensiun setelah dinyatakan hamil pada tahun 1998.
Acara pelepasan Susi berlangsung di Istora Senayan, Jakarta, dan menjadi acara pelepasan pertama yang pernah diadakan oleh PBSI untuk seorang atlet. Dihadiri oleh sekitar 2.500 penonton yang penuh emosi, PBSI memberikan penghargaan berupa emas seberat 25 g sebagai tanda apresiasi atas dedikasi dan prestasi luar biasanya.
Setelah pensiun dari dunia bulu tangkis kompetitif, Susi Susanti tidak hanya fokus sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga merambah dunia bisnis bersama suaminya, Alan Budikusuma. Mereka mengembangkan perusahaan apparel bulu tangkis bernama Astec (Alan Susi Technology) dan pusat pijat olahraga bernama Fontana (bekerja sama dengan Elizabeth Latief). Meskipun sukses besar sebagai atlet, Susi secara pribadi lebih mendorong anak-anaknya untuk mengejar karier di luar bulu tangkis. Ia merasa bahwa prestasi dirinya dan suaminya mungkin akan menjadi beban bagi anak-anak mereka di dunia olahraga.
6. Kehidupan Pribadi

Susi Susanti menikah dengan Alan Budikusuma, sesama peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, pada bulan Februari 1997 setelah menjalin hubungan selama sembilan tahun. Pasangan ini sering dijuluki "Pasangan Emas Olimpiade" karena keberhasilan mereka yang fenomenal di ajang yang sama.
Resepsi pernikahan mereka diadakan di Ballroom Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, pada tanggal 9 Februari 1997, dihadiri oleh sekitar 4.000 tamu undangan. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh penting dalam dunia bulu tangkis dan pemerintahan, termasuk Ketua KONI Wismoyo Arismunandar, Ketua Umum PBSI Letjen (Purn) Soerjadi, Wakil Presiden keenam Republik Indonesia Try Sutrisno (yang sebelumnya menjabat Ketua PBSI selama dua periode), serta pengusaha dan pemilik Klub Jaya Raya, Ciputra. Resepsi bertema "Grand Athena Wedding" ini diselenggarakan seminggu setelah upacara sakramen pernikahan mereka di Gereja Santo Yakobus, Jakarta Utara. Biaya pernikahan Susi dan Alan diperkirakan mencapai 1.00 B IDR, dengan gaun pengantin Susi yang dirancang mewah lengkap dengan mahkota berlian seberat 15 kg.
Pernikahan Susi dan Alan sempat menghadapi kendala karena terhambat oleh kebijakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), sebuah dokumen yang kala itu wajib bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa. Susi, sebagai warga Tionghoa-Indonesia yang berprestasi dan dicintai rakyat, menyampaikan protes kerasnya melalui berbagai media. Tekanannya ini akhirnya mempercepat penyelesaian pengurusan dokumen pernikahannya, mencerminkan tantangan diskriminasi sosial yang kadang dihadapi oleh komunitas Tionghoa-Indonesia pada masa itu.
Dari pernikahan mereka, Susi dan Alan dikaruniai tiga orang anak: Laurencia Averina (lahir 1999), Albertus Edward (lahir 2000), dan Sebastianus Fredrick (lahir 2003). Ketika putri sulung mereka, Laurencia Averina, lahir pada tahun 1999, Indonesia tengah dilanda serangkaian kerusuhan dan kekerasan sipil. Susi memutuskan untuk menamai putrinya Laurencia Averina Wiratama, yang berarti "kedamaian", dengan harapan bahwa putrinya akan membawa kedamaian bagi bangsa.
7. Warisan dan Pengakuan

Susi Susanti meninggalkan warisan yang abadi dalam dunia bulu tangkis dan olahraga Indonesia, serta menerima berbagai pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa. Pada bulan Mei 2004, ia secara resmi dilantik ke dalam Badminton Hall of Fame oleh Federasi Bulu Tangkis Dunia (dulu dikenal sebagai International Badminton Federation/IBF). Susi bergabung dengan sejumlah legenda bulu tangkis Indonesia lainnya yang juga masuk dalam Hall of Fame, seperti Rudy Hartono Kurniawan, Dick Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King.
Sebelumnya, pada tahun 2002, Susi juga menerima penghargaan bergengsi Piala Herbert Scheele. Atas jasa-jasanya dalam mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, pemerintah Indonesia menganugerahinya Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama pada tahun 1992.
Sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan atas perannya sebagai pahlawan olahraga, Susi Susanti diberi kehormatan untuk menjadi pembawa obor terakhir dan menyalakan api Asian Games 2018 pada upacara pembukaan yang spektakuler di Jakarta, Indonesia. Momen ini mengukuhkan posisinya sebagai ikon olahraga yang dicintai dan dihormati di tanah air.
8. Dalam Budaya Populer
Kisah hidup inspiratif Susi Susanti telah diangkat ke layar lebar dalam bentuk film biografi berjudul Susi Susanti: Love All. Film ini dirilis pada tanggal 24 Oktober 2019, disutradarai oleh Sim F. Dalam film tersebut, Susi Susanti diperankan oleh aktris Laura Basuki, sementara Alan Budikusuma diperankan oleh Dion Wiyoko. Versi remaja Susi Susanti diperankan oleh Moira Tabina Zayn. Film ini menggambarkan perjalanan hidup Susi, mulai dari masa kecilnya, perjuangan di lapangan bulu tangkis, hingga tantangan pribadi yang ia hadapi sebagai seorang Tionghoa-Indonesia.