1. Ikhtisar
Guyana, secara resmi Republik Kooperatif Guyana (Co-operative Republic of GuyanaRépublik Ko-opêrétif GuyanaBahasa Inggris), adalah sebuah negara di pesisir utara Amerika Selatan dan merupakan satu-satunya negara anggota Commonwealth di daratan Amerika Selatan. Negara ini berbatasan dengan Samudra Atlantik di utara, Brasil di selatan dan barat daya, Venezuela di barat, dan Suriname di timur. Dengan luas wilayah 214.97 K km2, Guyana adalah negara berdaulat terkecil ketiga di daratan Amerika Selatan setelah Uruguay dan Suriname. Ibu kota dan kota terbesarnya adalah Georgetown. Meskipun terletak di Amerika Selatan, Guyana dianggap sebagai bagian dari Karibia karena ikatan budaya, sejarah, dan politiknya yang kuat dengan negara-negara Karibia lainnya, serta menjadi markas Komunitas Karibia (CARICOM). Bahasa resmi negara ini adalah bahasa Inggris, menjadikannya satu-satunya negara di Amerika Selatan dengan status tersebut, meskipun sebagian besar penduduknya berbicara Kreol Guyana, sebuah bahasa kreol berbasis Inggris. Wilayah Guyana kaya akan keanekaragaman hayati dan merupakan rumah bagi sebagian dari Hutan hujan Amazon.
Secara historis, wilayah ini didominasi oleh suku-suku pribumi seperti Lokono dan Kalina sebelum dijajah oleh Belanda dan kemudian diambil alih oleh Inggris pada akhir abad ke-18. Sebagai Guyana Britania, ekonominya didominasi oleh perkebunan hingga tahun 1950-an. Guyana meraih kemerdekaan pada tahun 1966 dan menjadi republik pada tahun 1970. Warisan kolonial Inggris tercermin dalam administrasi politik, bahasa, dan keragaman populasi, yang terdiri dari kelompok etnis India, Afrika, pribumi, Tionghoa, Portugis, Eropa lainnya, dan berbagai kelompok multiras. Politik Guyana seringkali terpolarisasi berdasarkan garis etnis.
Ekonomi Guyana secara tradisional bergantung pada pertanian (terutama tebu dan beras) serta pertambangan (bauksit, emas, berlian). Namun, penemuan cadangan minyak bumi yang signifikan di lepas pantai pada tahun 2015 telah mengubah lanskap ekonomi negara secara drastis. Sejak pengeboran komersial dimulai pada tahun 2019, Guyana mengalami pertumbuhan PDB yang sangat pesat, bahkan menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Dengan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 11 miliar barel, Guyana diproyeksikan menjadi salah satu produsen minyak per kapita terbesar di dunia. Meskipun demikian, negara ini masih menghadapi tantangan signifikan terkait kemiskinan dan pengelolaan kekayaan sumber daya alamnya secara berkelanjutan dan inklusif. Guyana juga terlibat dalam sengketa wilayah yang telah berlangsung lama dengan Venezuela mengenai wilayah Guayana Esequiba dan dengan Suriname terkait perbatasan maritim dan darat.
2. Etimologi
Nama "Guyana" berasal dari kata Guiana, yang merupakan nama asli untuk wilayah yang lebih besar yang mencakup Guyana modern (sebelumnya Guyana Britania), Suriname (sebelumnya Guyana Belanda), Guyana Prancis, wilayah Guayana di Venezuela (sebelumnya Guyana Spanyol), dan Amapá di Brasil (sebelumnya Guyana Portugis). Menurut Oxford English Dictionary, nama "Guyana" berasal dari bahasa Amerindian pribumi dan berarti "tanah banyak air", merujuk pada banyaknya sungai dan jalur air di wilayah tersebut.
Nama resmi negara ini, Republik Kooperatif Guyana (Co-operative Republic of GuyanaRépublik Ko-opêrétif GuyanaBahasa Inggris), mencerminkan periode pasca-kemerdekaan ketika Perdana Menteri Forbes Burnham memperkenalkan kebijakan sosialisme kooperatif. Istilah "kooperatif" ditambahkan ke dalam nama resmi pada tahun 1970 ketika Guyana menjadi sebuah republik, menandakan upaya pemerintah untuk membangun ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip kerja sama dan kepemilikan kolektif. Meskipun kebijakan ekonomi telah berubah sejak saat itu, nama resmi ini tetap dipertahankan.
3. Sejarah
Sejarah Guyana mencakup periode panjang yang dimulai dari pemukiman masyarakat adat, diikuti oleh kolonisasi Eropa, perjuangan kemerdekaan, dan tantangan pembangunan pasca-kemerdekaan. Bagian ini menguraikan peristiwa-peristiwa penting dan perubahan sosial-politik yang membentuk Guyana modern, dengan perspektif yang menekankan pada dampak terhadap masyarakat, hak asasi manusia, dan perkembangan demokrasi.
3.1. Masa Pra-Eropa
Wilayah yang sekarang dikenal sebagai Guyana telah dihuni selama ribuan tahun. Sembilan suku pribumi utama tinggal di Guyana: Wai Wai, Macushi, Patamona, Lokono (juga dikenal sebagai Arawak), Kalina (juga dikenal sebagai Karib), Wapishana, Pemon (juga dikenal sebagai Arekuna), Akawaio, dan Warao. Banyak dari masyarakat ini mempraktikkan pertanian berpindah yang dikombinasikan dengan berburu dan menangkap ikan.
Para sejarawan berspekulasi bahwa suku Arawak dan Karib berasal dari pedalaman Amerika Selatan dan bermigrasi ke utara, pertama ke wilayah Guianas saat ini dan kemudian ke kepulauan Karibia. Suku Arawak, yang utamanya adalah petani, pemburu, dan nelayan, bermigrasi ke kepulauan Karibia sebelum suku Karib dan menetap di seluruh wilayah tersebut. Suku Karib, yang lebih agresif, kemudian menaklukkan suku Arawak di kepulauan tersebut. Namun, di Guyana, kedua kelompok ini tetap eksis, bersama dengan kelompok-kelompok pribumi lainnya, dengan Arawak cenderung mendiami daerah pesisir dan Karib di pedalaman. Struktur sosial mereka umumnya sederhana, dan mereka hidup dalam komunitas-komunitas kecil yang tersebar. Kehidupan mereka sangat bergantung pada lingkungan alam, dan mereka mengembangkan pengetahuan yang mendalam tentang hutan hujan dan sungai-sungai di wilayah tersebut. Pada saat kedatangan bangsa Eropa, diperkirakan populasi pribumi di Guyana mencapai sekitar 100.000 orang, yang terdiri dari berbagai suku yang mendiami banyak daerah aliran sungai.
3.2. Masa Kolonial

Periode kolonial di Guyana ditandai oleh kedatangan bangsa Eropa, pendirian koloni-koloni, perkembangan ekonomi perkebunan yang didasarkan pada perbudakan dan kemudian pekerja kontrak, serta perubahan sosial dan demografis yang signifikan. Meskipun Kristoforus Kolumbus adalah orang Eropa pertama yang melihat Guyana selama pelayaran ketiganya pada tahun 1498, dan Sir Walter Raleigh menulis sebuah laporan pada tahun 1596, Belanda adalah bangsa Eropa pertama yang berhasil mendirikan koloni permanen.
3.2.1. Kekuasaan Kolonial Belanda
Pemukiman Belanda di Guyana dimulai pada awal abad ke-17. Meskipun upaya awal untuk mendirikan pos perdagangan di sepanjang pantai Guyana menghadapi kesulitan, termasuk serangan dari Spanyol dan suku-suku pribumi, Belanda gigih dalam upaya mereka. Pada tahun 1616, sebuah kelompok yang dipimpin oleh Aert Adrianszoon Groenewegen mendirikan pemukiman permanen di Essequibo, yang sebelumnya pernah ditempati oleh Portugis. Koloni ini tumbuh pesat di bawah kepemimpinan Groenewegen, yang berhasil menjalin hubungan baik dengan penduduk lokal, bahkan menikahi putri seorang tokoh masyarakat setempat. Ia memimpin koloni selama hampir 50 tahun hingga wafat pada tahun 1664.
Perusahaan Hindia Barat Belanda (WIC), yang didirikan pada tahun 1621, memainkan peran penting dalam kolonisasi Guyana. Perusahaan ini diberi mandat untuk mengontrol pos perdagangan di Essequibo dan mengembangkan wilayah tersebut. WIC kemudian mendirikan koloni kedua, Berbice, di sebelah tenggara Essequibo pada tahun 1627. Sebuah koloni ketiga, Pomeroon, juga didirikan. Pada tahun 1741, Belanda mulai mengembangkan Demerara, yang terletak di antara Essequibo dan Berbice, dan secara resmi menjadikannya koloni baru pada tahun 1773.
Belanda menyadari potensi pertanian di dataran pantai Guyana yang subur namun berawa. Mereka menerapkan keahlian mereka dalam pengelolaan air dengan membangun sistem tanggul dan kanal untuk mengeringkan lahan dan membuatnya cocok untuk pertanian. Ekonomi koloni-koloni Belanda ini sangat bergantung pada perkebunan tebu, yang menghasilkan gula untuk pasar Eropa. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan, Belanda mengimpor budak dari Afrika. Pada tahun 1700-an, jumlah perkebunan tebu meningkat pesat, mencapai sekitar 400 perkebunan pada tahun 1740. Kedaulatan Belanda atas wilayah ini secara resmi diakui oleh Spanyol melalui Perdamaian Münster pada tahun 1648. Meskipun demikian, wilayah ini tetap menjadi arena persaingan antara kekuatan-kekuatan Eropa.
3.2.2. Kekuasaan Kolonial Inggris dan Guyana Britania

Kekuasaan Inggris atas koloni-koloni Belanda di Guyana terbentuk secara bertahap, terutama sebagai akibat dari Perang Napoleon. Setelah Prancis menginvasi Republik Belanda pada tahun 1795, Kerajaan Britania Raya mengambil alih kendali atas koloni-koloni tersebut pada tahun 1796 untuk mencegahnya jatuh ke tangan Prancis. Traktat Anglo-Belanda 1814 secara resmi menyerahkan koloni Demerara-Essequibo dan Berbice kepada Inggris. Pada tahun 1831, koloni-koloni Demerara-Essequibo dan Berbice disatukan menjadi satu koloni tunggal Inggris yang dikenal sebagai Guyana Britania.
Di bawah pemerintahan Inggris, ekonomi perkebunan gula terus berkembang. Namun, penghapusan perbudakan di seluruh Kerajaan Inggris pada tahun 1834 (dengan pembebasan penuh pada tahun 1838) menciptakan kekurangan tenaga kerja yang parah di perkebunan. Para mantan budak sebagian besar meninggalkan perkebunan untuk mencari penghidupan alternatif. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kolonial Inggris memperkenalkan sistem pekerja kontrak. Gelombang pertama pekerja kontrak datang dari Madeira (Portugis) pada tahun 1834, diikuti oleh pekerja dari Jerman, Irlandia, Skotlandia, dan Malta. Namun, kelompok pekerja kontrak terbesar datang dari India Britania. Antara tahun 1838 hingga 1917, sekitar 340.000 orang India didatangkan ke Guyana. Sejumlah kecil pekerja kontrak juga datang dari Tiongkok.
Kedatangan berbagai kelompok imigran ini secara signifikan mengubah komposisi demografis dan sosial Guyana. Masyarakat menjadi semakin beragam secara etnis, namun juga diwarnai oleh ketegangan antar kelompok. Sistem pekerja kontrak, meskipun secara teori berbeda dari perbudakan, seringkali melibatkan kondisi kerja yang keras dan eksploitatif. Pemerintah kolonial Inggris mempertahankan struktur sosial yang hierarkis, dengan orang Eropa di puncak dan kelompok-kelompok etnis lainnya di bawahnya.
Sejak kemerdekaannya pada tahun 1824, Venezuela telah mengklaim wilayah di sebelah barat Sungai Essequibo. Simón Bolívar menulis surat kepada pemerintah Inggris, memperingatkan agar para pemukim Berbice dan Demerara tidak menetap di tanah yang diklaim Venezuela sebagai pewaris klaim Spanyol atas wilayah tersebut yang berasal dari abad ke-16. Pada tahun 1899, sebuah pengadilan internasional memutuskan bahwa tanah tersebut adalah milik Britania Raya.
3.3. Kemerdekaan

Gerakan menuju otonomi dan kemerdekaan di Guyana Britania mulai menguat pada awal abad ke-20. Kesadaran politik meningkat di antara berbagai kelompok etnis, terutama Afro-Guyana dan Indo-Guyana. Cheddi Jagan, seorang Indo-Guyana yang berpendidikan di Amerika Serikat, dan Forbes Burnham, seorang Afro-Guyana yang berpendidikan di Inggris, muncul sebagai pemimpin politik utama. Pada tahun 1950, Jagan dan Burnham bersama-sama mendirikan Partai Progresif Rakyat (PPP), sebuah partai multiras yang mengadvokasikan pemerintahan sendiri dan reformasi sosial.
PPP memenangkan pemilihan umum pertama di bawah sistem hak pilih universal pada tahun 1953, dan Jagan menjadi Perdana Menteri. Namun, pemerintahan PPP yang berhaluan kiri dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah Inggris dan Amerika Serikat di tengah Perang Dingin. Inggris menangguhkan konstitusi, mengerahkan pasukan, dan memberhentikan pemerintahan Jagan hanya setelah 133 hari berkuasa, dengan alasan kekhawatiran akan adanya pengaruh komunis.
Peristiwa ini menyebabkan perpecahan dalam gerakan nasionalis. Pada tahun 1955, Forbes Burnham memisahkan diri dari PPP dan membentuk partainya sendiri, Kongres Nasional Rakyat (PNC), yang sebagian besar mendapat dukungan dari komunitas Afro-Guyana, sementara PPP semakin didominasi oleh Indo-Guyana. Polarisasi politik berdasarkan garis etnis ini semakin mendalam pada tahun-tahun berikutnya dan seringkali diwarnai oleh kerusuhan dan kekerasan.
Setelah periode pemerintahan sementara, pemilihan umum kembali diadakan. PPP memenangkan pemilihan pada tahun 1957 dan 1961, dan Jagan kembali menjadi Perdana Menteri. Pemerintahannya menerapkan berbagai program sosial dan ekonomi, tetapi juga menghadapi oposisi yang kuat dari PNC dan kepentingan bisnis, serta tekanan dari pemerintah Inggris dan AS. Serangkaian pemogokan dan kerusuhan rasial yang parah terjadi pada awal tahun 1960-an, yang semakin memperburuk situasi politik.
Menjelang kemerdekaan, sistem pemilihan diubah dari sistem first-past-the-post menjadi representasi proporsional, sebuah langkah yang diyakini oleh banyak pihak dirancang untuk mencegah PPP memenangkan mayoritas mutlak. Dalam pemilihan umum tahun 1964, meskipun PPP memenangkan pluralitas suara, PNC membentuk pemerintahan koalisi dengan partai konservatif kecil, The United Force (TUF), dan Forbes Burnham menjadi Perdana Menteri.
Di bawah kepemimpinan Burnham, Guyana akhirnya mencapai kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 26 Mei 1966, dan tetap menjadi anggota Persemakmuran Bangsa-Bangsa.
3.4. Pasca Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan pada tahun 1966, Guyana memulai perjalanannya sebagai negara baru dengan tantangan politik, ekonomi, dan sosial yang signifikan. Forbes Burnham dari Kongres Nasional Rakyat (PNC) menjadi perdana menteri pertama dan kemudian presiden, mendominasi politik negara selama dua dekade pertama pasca-kemerdekaan. Pada tanggal 23 Februari 1970, Guyana secara resmi menjadi sebuah republik di dalam Persemakmuran, dengan nama resmi "Republik Kooperatif Guyana".
Tak lama setelah kemerdekaan, Venezuela mulai mengambil tindakan diplomatik, ekonomi, dan militer terhadap Guyana untuk menegakkan klaim teritorialnya atas wilayah Essequibo. Lima bulan setelah kemerdekaan Guyana, pada Oktober 1966, pasukan Venezuela melintasi perbatasan internasional dan merebut Pulau Ankoko, yang sejak saat itu berada di bawah pendudukan Venezuela. Pasukan Venezuela dengan cepat membangun instalasi militer dan sebuah landasan udara di sana.
Politik di Guyana terus terbagi berdasarkan ras, dengan Afro-Guyana mendukung PNC pimpinan Burnham dan Indo-Guyana mendukung Partai Progresif Rakyat (PPP) pimpinan Cheddi Jagan, dalam apa yang dikenal sebagai politik aapan jaat, yang secara longgar diterjemahkan dari bahasa Hindustan Guyana sebagai "untuk jenis Anda sendiri".
Guyana terpilih tiga kali sebagai anggota Dewan Keamanan PBB pada tahun 1975-76, 1982-83, dan 2024-25.
Pada tahun 1978, sebuah tragedi mengguncang Guyana dan dunia ketika total 918 orang tewas dalam pembunuhan massal-bunuh diri Jonestown yang dipimpin oleh pemimpin sekte Amerika Jim Jones di sebuah pemukiman terpencil di barat laut Guyana.
Mantan Presiden AS Jimmy Carter mengunjungi Guyana untuk melobi dimulainya kembali pemilihan umum yang bebas. Pada tanggal 5 Oktober 1992, Majelis Nasional dan dewan regional baru terpilih dalam pemilihan umum Guyana pertama sejak 1964 yang diakui secara internasional sebagai bebas dan adil. Cheddi Jagan dari PPP terpilih dan dilantik sebagai presiden pada tanggal 9 Oktober 1992. Hal ini membalikkan monopoli yang secara tradisional dimiliki oleh Afro-Guyana atas politik Guyana. Namun, jajak pendapat tersebut diwarnai oleh kekerasan.
Pada Mei 2008, Presiden Bharrat Jagdeo menandatangani Traktat Konstitutif UNASUR dari Uni Negara Amerika Selatan. Pemerintah Guyana secara resmi meratifikasi traktat tersebut pada tahun 2010.
Pada Maret 2020, Presiden David A. Granger kalah tipis dalam pemilihan umum sela, menyusul kekalahan pemerintah Granger dalam mosi tidak percaya pada tahun 2018. Granger menolak untuk menerima hasilnya, tetapi akhirnya lima bulan kemudian, Irfaan Ali dari Partai Progresif Rakyat/Sipil dilantik sebagai presiden baru karena tuduhan kecurangan dan penyimpangan.
National Trust of Guyana telah menetapkan sembilan situs bersejarah sebagai monumen nasional.
Sebuah referendum di negara tetangga Venezuela diadakan pada Desember 2023 mengenai aneksasi wilayah Essequibo yang disengketakan, yang seluruhnya terletak di wilayah Guyana. Pemungutan suara tersebut disahkan dengan mayoritas 95%, tetapi dengan partisipasi rendah, dan para analis menyatakan bahwa pemerintahan Maduro telah memalsukan hasilnya. Hal ini terjadi bersamaan dengan penumpukan militer Venezuela di perbatasan Guyana, yang memicu kekhawatiran akan perang antara kedua negara.
3.4.1. Pemerintahan Forbes Burnham dan Sosialisme Kooperatif
Forbes Burnham dan partainya, Kongres Nasional Rakyat (PNC), mendominasi politik Guyana dari kemerdekaan hingga kematiannya pada tahun 1985. Pemerintahannya ditandai oleh konsolidasi kekuasaan, perubahan konstitusional, dan pengenalan kebijakan "sosialisme kooperatif". Pada tahun 1970, Guyana menjadi "Republik Kooperatif", yang bertujuan untuk menjadikan koperasi sebagai sektor dominan dalam ekonomi. Kebijakan ini melibatkan nasionalisasi besar-besaran industri-industri utama, termasuk industri gula dan bauksit yang sebelumnya dimiliki asing. Burnham berpendapat bahwa nasionalisasi diperlukan untuk mengakhiri dominasi asing dan memastikan bahwa kekayaan negara bermanfaat bagi rakyat Guyana.
Namun, kebijakan sosialisme kooperatif menghadapi banyak tantangan. Salah urus ekonomi, kurangnya investasi, dan penurunan harga komoditas internasional menyebabkan penurunan produksi dan kesulitan ekonomi yang parah. Negara ini mengalami kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, inflasi yang tinggi, dan meningkatnya utang luar negeri. Selain itu, pemerintahan Burnham semakin otoriter. Pemilihan umum seringkali diwarnai oleh tuduhan kecurangan, dan kebebasan pers serta hak-hak sipil dibatasi. Kritik terhadap pemerintah seringkali ditekan, dan terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun ada beberapa kemajuan awal dalam layanan sosial seperti pendidikan dan kesehatan, dampak jangka panjang dari kebijakan ekonomi dan politik Burnham terhadap pembangunan sosial dan hak-hak sipil sebagian besar dinilai negatif oleh banyak analis, karena menyebabkan kemunduran ekonomi yang signifikan dan erosi institusi demokrasi. Perspektif pembangunan sosial terhambat oleh kesulitan ekonomi dan kurangnya partisipasi masyarakat yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan.
3.4.2. Insiden Jonestown
Salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah Guyana pasca-kemerdekaan adalah Insiden Jonestown pada 18 November 1978. Lebih dari 900 anggota Peoples Temple, sebuah sekte keagamaan Amerika yang dipimpin oleh Jim Jones, tewas dalam sebuah peristiwa bunuh diri massal dan pembunuhan di pemukiman terpencil mereka di barat laut Guyana yang disebut Jonestown. Sekte ini pindah ke Guyana pada pertengahan 1970-an untuk menghindari pengawasan yang meningkat di Amerika Serikat dan untuk membangun sebuah komunitas utopis.
Peristiwa ini dipicu oleh kunjungan Congressman AS Leo Ryan, yang datang untuk menyelidiki laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Jonestown. Setelah beberapa anggota sekte menyatakan keinginan untuk pergi bersama Ryan, rombongan Congressman diserang di landasan udara saat bersiap untuk berangkat, yang mengakibatkan kematian Ryan dan empat orang lainnya. Segera setelah itu, Jim Jones memerintahkan para pengikutnya untuk meminum minuman rasa yang dicampur sianida. Mereka yang menolak dipaksa atau ditembak. Skala tragedi ini, dengan 918 kematian (termasuk lebih dari 300 anak-anak), mengejutkan Guyana dan dunia internasional.
Insiden Jonestown menyoroti kurangnya pengawasan pemerintah Guyana di daerah-daerah terpencil dan menimbulkan pertanyaan tentang kedaulatan dan keamanan nasional. Dampaknya sangat besar, mencoreng citra Guyana secara internasional dan meninggalkan trauma mendalam. Dari perspektif kemanusiaan, peristiwa ini adalah pengingat yang mengerikan tentang bahaya manipulasi psikologis, penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin sekte, dan kerentanan individu dalam situasi terisolasi. Pelajaran yang dapat diambil termasuk pentingnya pengawasan terhadap kelompok-kelompok ekstrem, perlindungan hak asasi manusia, dan kebutuhan akan intervensi ketika ada tanda-tanda bahaya.
3.4.3. Demokratisasi dan Tren Politik Kontemporer
Setelah kematian Forbes Burnham pada tahun 1985, Desmond Hoyte mengambil alih kepemimpinan PNC dan negara. Di bawah tekanan domestik dan internasional, Hoyte secara bertahap mulai meliberalisasi sistem politik dan ekonomi. Proses demokratisasi mendapatkan momentum pada awal tahun 1990-an. Pemilihan umum yang dianggap bebas dan adil pertama sejak tahun 1960-an diadakan pada tahun 1992, dengan pengawasan dari kelompok-kelompok internasional termasuk Carter Center yang dipimpin oleh mantan Presiden AS Jimmy Carter.
Pemilihan tahun 1992 dimenangkan oleh Partai Progresif Rakyat/Sipil (PPP/C), dan Cheddi Jagan kembali menjadi presiden setelah hampir tiga dekade menjadi oposisi. Ini menandai transisi kekuasaan secara damai yang pertama dalam sejarah Guyana pasca-kemerdekaan dan dianggap sebagai tonggak penting dalam proses demokratisasi negara. Pemerintahan PPP/C melanjutkan reformasi ekonomi yang berorientasi pasar dan berupaya memulihkan hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan internasional.
Namun, politik Guyana terus ditandai oleh polarisasi etnis yang mendalam antara PPP/C yang didominasi Indo-Guyana dan PNC (kemudian menjadi PNC/Reform dan APNU) yang didominasi Afro-Guyana. Pemilihan umum seringkali diikuti oleh ketegangan dan tuduhan kecurangan dari pihak yang kalah. Setelah kematian Cheddi Jagan pada tahun 1997, istrinya, Janet Jagan, menjadi presiden, diikuti oleh Bharrat Jagdeo dan Donald Ramotar. Pada tahun 2015, koalisi APNU+AFC, yang dipimpin oleh David A. Granger, memenangkan pemilihan, mengakhiri 23 tahun pemerintahan PPP/C. Namun, PPP/C kembali berkuasa setelah pemilihan umum yang kontroversial pada tahun 2020, dengan Irfaan Ali menjadi presiden.
Isu-isu politik utama kontemporer termasuk pengelolaan pendapatan dari sektor minyak yang baru berkembang, upaya untuk mengatasi korupsi, memperkuat institusi demokrasi seperti peradilan dan komisi pemilihan, serta mendorong rekonsiliasi rasial dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam proses politik. Meskipun kemajuan telah dicapai dalam membangun kembali institusi demokrasi, keberlangsungan politik berbasis ras tetap menjadi tantangan signifikan bagi stabilitas dan pembangunan Guyana. Upaya untuk memperkuat supremasi hukum, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta memastikan pembagian sumber daya yang adil sangat penting untuk masa depan demokrasi Guyana.
4. Geografi

Guyana terletak di pesisir utara Amerika Selatan, di antara garis lintang 1° dan 9° LU, dan garis bujur 56° dan 62° BB. Total luas wilayah Guyana adalah 214.97 K km2, menjadikannya negara berdaulat terkecil ketiga di daratan Amerika Selatan. Sebagian besar wilayah negara ini masih berupa hutan hujan yang belum terjamah dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kepadatan penduduknya termasuk yang terendah di dunia, dengan sebagian besar populasi terkonsentrasi di wilayah pesisir.
4.1. Topografi dan Wilayah Alam


Guyana dapat dibagi menjadi lima wilayah alam utama:
1. Dataran pantai rendah: Wilayah sempit dan subur yang membentang di sepanjang pesisir Atlantik. Wilayah ini sebagian besar berada di bawah permukaan laut pasang dan dilindungi oleh sistem tanggul dan kanal yang dibangun sejak masa kolonial Belanda. Sebagian besar populasi Guyana dan kegiatan pertanian utama (beras dan tebu) terkonsentrasi di sini.
2. Sabuk pasir dan tanah liat berbukit: Terletak di pedalaman dari dataran pantai, wilayah ini terdiri dari pasir putih dan tanah liat. Sebagian besar deposit mineral Guyana, termasuk bauksit, emas, dan berlian, ditemukan di sini. Wilayah ini juga memiliki hutan dan sungai.
3. Wilayah dataran tinggi berhutan: Merupakan bagian terbesar dari wilayah Guyana, mencakup bagian selatan negara ini. Wilayah ini didominasi oleh hutan hujan tropis yang lebat dan merupakan bagian dari Perisai Guiana. Pegunungan Pakaraima mendominasi bagian barat, dengan beberapa puncak tertinggi seperti Gunung Ayanganna (2.04 K m) dan Gunung Roraima (2.77 K m), yang merupakan titik pertemuan perbatasan Guyana, Brasil, dan Venezuela. Gunung Roraima dan gunung-gunung meja (tepui) lainnya di wilayah ini terkenal dengan formasi geologisnya yang unik dan keanekaragaman hayati endemik. Air Terjun Kaieteur, salah satu air terjun curah tunggal paling kuat dan tertinggi di dunia (226 m), terletak di Sungai Potaro di wilayah ini.
4. Sabana pedalaman: Terletak di barat daya Guyana, terutama wilayah Rupununi. Sabana ini terdiri dari padang rumput yang luas dengan perbukitan rendah dan galeri hutan di sepanjang sungai. Pegunungan Kanuku membagi sabana Rupununi menjadi bagian utara dan selatan.
5. Dataran rendah pedalaman: Wilayah terkecil, terdiri dari pegunungan yang secara bertahap naik menuju perbatasan Brasil.
Sungai-sungai utama di Guyana termasuk Sungai Essequibo (sungai terpanjang, 1.01 K km), Sungai Courantyne (membentuk perbatasan dengan Suriname, 724 km), Sungai Berbice (595 km), dan Sungai Demerara (346 km). Di muara Sungai Essequibo terdapat beberapa pulau besar. Pantai Shell di sepanjang pantai barat laut merupakan tempat bersarang penting bagi penyu laut.
4.2. Iklim
Guyana memiliki iklim tropis yang umumnya panas dan lembap sepanjang tahun, meskipun suhu di pesisir dimoderasi oleh angin pasat timur laut. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 24 °C hingga 31 °C. Kelembapan relatif tinggi, seringkali di atas 70%.
Negara ini mengalami dua musim hujan dan dua musim kemarau. Musim hujan pertama berlangsung dari bulan Mei hingga pertengahan Agustus, dan musim hujan kedua dari pertengahan November hingga pertengahan Januari. Musim kemarau terjadi di antara periode-periode tersebut. Curah hujan tahunan bervariasi di seluruh negeri, dengan wilayah pesisir menerima rata-rata sekitar 2.30 K mm per tahun, sementara beberapa daerah di pedalaman bisa menerima lebih dari 3.00 K mm. Wilayah sabana di barat daya cenderung lebih kering.
Variasi iklim regional ada, meskipun tidak terlalu signifikan. Daerah pedalaman dataran tinggi mungkin mengalami suhu yang sedikit lebih sejuk karena ketinggian. Secara keseluruhan, iklim Guyana mendukung pertumbuhan vegetasi yang subur, terutama hutan hujan tropis yang luas.
4.3. Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan


Guyana adalah salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Lebih dari 80% wilayahnya masih tertutup hutan, sebagian besar merupakan hutan hujan primer yang hampir tidak dapat diakses oleh manusia. Hutan-hutan ini, bersama dengan ekosistem lainnya seperti sabana, lahan basah, dan sungai, menjadi rumah bagi ribuan spesies tumbuhan dan hewan, banyak di antaranya endemik atau langka. Guyana memiliki lebih dari 225 spesies mamalia, 900 spesies burung, 880 spesies reptil, dan lebih dari 6.500 spesies tumbuhan yang berbeda. Beberapa satwa ikonik termasuk jaguar, tapir, berang-berang raksasa, elang harpy, arapaima (salah satu ikan air tawar bersisik terbesar di dunia), dan Guianan cock-of-the-rock.
Ekosistem utama di Guyana adalah hutan hujan tropis, yang merupakan bagian dari Hutan hujan Amazon yang lebih besar. Negara ini memiliki enam ekoregion utama: hutan lembap dataran tinggi Guayanan, hutan lembap Guianan, hutan rawa delta Orinoco, tepui, sabana Guianan, dan hutan bakau Guianan. Perisai Guiana, tempat sebagian besar Guyana berada, dikenal karena kekayaan biologisnya yang luar biasa dan tingkat keutuhan habitat alaminya yang tinggi, dengan lebih dari 70% masih asli.
Upaya konservasi lingkungan menjadi semakin penting di Guyana. Pemerintah telah menetapkan beberapa kawasan lindung, termasuk Taman Nasional Kaieteur dan Kawasan Konservasi Milik Masyarakat Kanashen, yang merupakan salah satu kawasan konservasi milik masyarakat adat terbesar di dunia, dikelola oleh suku Wai Wai. Pusat Internasional Iwokrama untuk Konservasi dan Pembangunan Hutan Hujan juga memainkan peran penting dalam penelitian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Sejak tahun 2009, Guyana telah bekerja sama dengan Norwegia dalam inisiatif untuk mempromosikan pembangunan hijau dan menjaga tingkat deforestasi tetap rendah, yang dikenal sebagai skema REDD+.
Meskipun demikian, Guyana menghadapi tantangan lingkungan yang signifikan. Deforestasi akibat penebangan kayu (legal dan ilegal), pertambangan (terutama emas dan bauksit), dan perluasan pertanian mengancam ekosistem hutan. Polusi dari kegiatan pertambangan, khususnya penggunaan merkuri dalam pertambangan emas skala kecil, mencemari sungai dan berdampak pada kesehatan manusia serta satwa liar. Pengembangan sektor minyak dan gas yang baru juga menimbulkan potensi risiko lingkungan.
Dampak sosial dari masalah lingkungan ini juga menjadi perhatian. Masyarakat adat, yang mata pencahariannya sangat bergantung pada hutan dan sungai, seringkali menjadi pihak yang paling rentan terhadap kerusakan lingkungan. Isu-isu terkait hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam, serta partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan, menjadi sangat penting. Upaya konservasi perlu menyeimbangkan kebutuhan pembangunan ekonomi dengan perlindungan keanekaragaman hayati dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal.
5. Politik


Politik Guyana berlangsung dalam kerangka republik demokrasi perwakilan parlementer, di mana Presiden Guyana adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dan sistem multipartai. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dan Pemerintah. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Presiden dan Majelis Nasional Guyana. Secara historis, politik merupakan sumber ketegangan di negara ini, dan kerusuhan disertai kekerasan sering terjadi selama pemilu. Selama tahun 1970-an dan 1980-an, lanskap politik didominasi oleh Kongres Nasional Rakyat.
5.1. Struktur Pemerintahan
Guyana adalah sebuah republik presidensial dengan sistem parlementer. Presiden Guyana adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, serta panglima tertinggi angkatan bersenjata. Presiden dipilih berdasarkan daftar calon dari partai yang memenangkan pemilihan umum legislatif. Masa jabatan presiden adalah lima tahun.
Cabang legislatif adalah Majelis Nasional yang bersifat unikameral. Majelis Nasional terdiri dari 65 anggota. Sebanyak 53 anggota dipilih melalui sistem representasi proporsional dari daftar partai nasional, dan 12 anggota dipilih oleh dewan-dewan regional (masing-masing satu perwakilan dari 10 region dan dua dari Dewan Nasional Kongres Rakyat Daerah). Masa jabatan anggota Majelis Nasional adalah lima tahun. Majelis Nasional memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan menyetujui anggaran negara.
Cabang eksekutif dipimpin oleh Presiden, yang dibantu oleh Perdana Menteri dan kabinet menteri. Perdana Menteri dan para menteri diangkat oleh Presiden dari anggota Majelis Nasional. Kabinet bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan pemerintah dan administrasi negara.
Cabang yudikatif bersifat independen. Sistem peradilan terdiri dari pengadilan magistrat, Pengadilan Tinggi (High Court), dan Pengadilan Banding (Court of Appeal). Pengadilan tertinggi terakhir untuk banding adalah Pengadilan Karibia (CCJ), yang berbasis di Trinidad dan Tobago, yang menggantikan Komite Yudisial Dewan Penasihat di Inggris sebagai pengadilan banding terakhir Guyana pada tahun 2005. Konstitusi Guyana adalah hukum tertinggi negara dan menjamin pemisahan kekuasaan serta hak-hak dasar warga negara.
5.2. Partai Politik Utama dan Pemilu
Politik Guyana secara historis didominasi oleh dua partai politik utama yang basis dukungannya sebagian besar bersifat etnis:
1. Partai Progresif Rakyat/Sipil (PPP/C): Didirikan pada tahun 1950 oleh Cheddi Jagan dan Forbes Burnham, PPP awalnya adalah partai multiras. Namun, setelah perpecahan, PPP menjadi partai yang dominan didukung oleh komunitas Indo-Guyana. Ideologinya cenderung kiri-tengah, dengan fokus pada pembangunan sosial dan ekonomi. PPP/C berkuasa dari tahun 1992 hingga 2015, dan kembali berkuasa pada tahun 2020.
2. Kongres Nasional Rakyat (PNC): Dibentuk oleh Forbes Burnham setelah memisahkan diri dari PPP pada tahun 1955. PNC secara tradisional mendapat dukungan mayoritas dari komunitas Afro-Guyana. PNC berkuasa dari kemerdekaan pada tahun 1966 hingga 1992. Dalam beberapa pemilu terakhir, PNC menjadi komponen utama dalam koalisi A Partnership for National Unity (APNU), yang kemudian berkoalisi dengan Alliance For Change (AFC). Koalisi APNU+AFC memenangkan pemilu 2015.
Pemilihan umum di Guyana seringkali menjadi ajang persaingan politik yang sengit dan terkadang diwarnai oleh ketegangan rasial serta tuduhan kecurangan. Hasil pemilu seringkali mencerminkan polarisasi etnis dalam masyarakat. Beberapa pemilu penting dalam sejarah Guyana modern termasuk pemilu 1992 yang menandai kembalinya demokrasi multipartai, pemilu 2015 yang menghasilkan perubahan pemerintahan setelah 23 tahun, dan pemilu 2020 yang juga kontroversial dan memerlukan waktu berbulan-bulan untuk penetapan hasilnya.
Dinamika persaingan politik di Guyana sangat dipengaruhi oleh isu-isu etnisitas, alokasi sumber daya (terutama dengan penemuan minyak baru-baru ini), dan tata kelola pemerintahan. Upaya untuk membangun kepercayaan lintas-etnis dan memperkuat institusi demokrasi terus menjadi tantangan.
5.3. Hak Asasi Manusia
Situasi hak asasi manusia di Guyana menghadapi berbagai tantangan, meskipun negara ini memiliki kerangka hukum yang melindungi hak-hak dasar. Beberapa isu utama hak asasi manusia yang menjadi perhatian meliputi:
- Kekerasan oleh aparat keamanan: Ada laporan tentang penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi, termasuk pembunuhan di luar hukum dan kebrutalan polisi. Kondisi penjara juga sering dikritik karena penuh sesak dan tidak memenuhi standar minimum.
- Keadilan yudisial: Sistem peradilan menghadapi masalah seperti penundaan kasus yang lama, kurangnya sumber daya, dan persepsi korupsi. Akses terhadap keadilan, terutama bagi kelompok rentan, bisa menjadi sulit.
- Hak-hak LGBT: Meskipun ada beberapa kemajuan, diskriminasi terhadap individu LGBT tetap menjadi masalah. Hubungan seksual sesama jenis antara laki-laki secara teknis masih ilegal di bawah undang-undang warisan kolonial, meskipun jarang ditegakkan. Namun, pada tahun 2018, Pengadilan Karibia (CCJ) membatalkan undang-undang yang melarang lintas-busana, yang dianggap sebagai langkah positif.
- Hak-hak masyarakat adat: Masyarakat adat di Guyana menghadapi tantangan terkait hak atas tanah leluhur, akses terhadap layanan dasar, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat seringkali menimbulkan konflik.
- Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender: Ini tetap menjadi masalah serius di Guyana, dengan tingkat pelaporan yang mungkin lebih rendah dari kejadian sebenarnya.
- Kebebasan berbicara dan pers: Meskipun secara umum dihormati, ada kekhawatiran tentang tekanan politik terhadap media dan kasus-kasus pencemaran nama baik yang dapat menghambat kebebasan berekspresi.
- Perdagangan manusia: Guyana adalah negara sumber dan tujuan bagi perdagangan manusia, terutama untuk eksploitasi seksual dan kerja paksa.
Pemerintah Guyana telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi masalah hak asasi manusia, termasuk pembentukan komisi hak asasi manusia dan kerja sama dengan organisasi internasional. Namun, implementasi dan penegakan hukum yang efektif tetap menjadi tantangan. Laporan dari organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, serta laporan dari Departemen Luar Negeri AS, sering menyoroti isu-isu ini. Upaya untuk memperkuat institusi demokrasi, meningkatkan akuntabilitas, dan mempromosikan budaya hak asasi manusia sangat penting untuk kemajuan di bidang ini.
6. Pembagian Administratif

Guyana dibagi secara administratif menjadi 10 region (wilayah). Setiap region memiliki karakteristik geografis, demografis, dan ekonomi yang berbeda.
6.1. Region
Guyana dibagi menjadi 10 region administratif. Setiap region dikelola oleh Dewan Demokratik Regional (Regional Democratic Council - RDC) yang dipimpin oleh seorang Ketua Regional (Regional Chairman). Berikut adalah daftar region:
No | Region | Ibu Kota | Luas (km2) | Populasi (Sensus 2012) | Kepadatan Penduduk (per km2) | Karakteristik Utama |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | Barima-Waini (Region 1) | Mabaruma | 20.34 K km2 | 26.941 | 1,32 | Terletak di barat laut Guyana, berbatasan dengan Venezuela dan Samudra Atlantik. Wilayah ini kaya akan hutan dan sumber daya mineral. Aktivitas ekonomi utama meliputi kehutanan, pertambangan (emas dan mangan), dan pertanian subsisten. Sebagian besar wilayah ini merupakan bagian dari klaim teritorial Venezuela (Guayana Esequiba). |
2 | Pomeroon-Supenaam (Region 2) | Anna Regina | 6.20 K km2 | 46.810 | 7,56 | Terletak di pesisir utara, wilayah ini subur dan dikenal dengan produksi beras dan kelapa. Sungai Pomeroon dan Supenaam adalah jalur air penting. Pariwisata dan perikanan juga berkontribusi pada ekonomi regional. |
3 | Essequibo Islands-West Demerara (Region 3) | Vreed en Hoop | 3.75 K km2 | 107.416 | 28,61 | Mencakup pulau-pulau di muara Sungai Essequibo dan wilayah pesisir barat Sungai Demerara. Ini adalah wilayah padat penduduk dengan kegiatan pertanian, perikanan, dan perdagangan yang signifikan. Jembatan Pelabuhan Demerara menghubungkan wilayah ini dengan Georgetown. |
4 | Demerara-Mahaica (Region 4) | Triumph | 2.23 K km2 | 313.429 | 140,43 | Wilayah dengan populasi terpadat, mencakup ibu kota Georgetown. Pusat pemerintahan, komersial, dan industri negara. Pertanian juga penting di daerah pedesaan. (Ibu kota nasional, Georgetown, terletak di region ini dan berfungsi sebagai pusat administratif utama). |
5 | Mahaica-Berbice (Region 5) | Fort Wellington | 4.19 K km2 | 49.723 | 11,87 | Wilayah pesisir yang didominasi oleh pertanian, terutama beras dan tebu. Peternakan juga merupakan kegiatan ekonomi penting. |
6 | East Berbice-Corentyne (Region 6) | New Amsterdam | 36.23 K km2 | 109.431 | 3,02 | Region terbesar kedua, berbatasan dengan Suriname di sepanjang Sungai Courantyne. Ekonomi didasarkan pada pertanian (beras dan gula), perikanan, dan perdagangan. Kota Corriverton adalah pusat perdagangan penting di perbatasan. Sebagian wilayah ini (Segitiga Sungai Baru) disengketakan dengan Suriname. |
7 | Cuyuni-Mazaruni (Region 7) | Bartica | 47.21 K km2 | 20.280 | 0,43 | Terletak di pedalaman barat, kaya akan sumber daya mineral, terutama emas dan berlian. Wilayah ini sebagian besar berupa hutan lebat dan pegunungan. Pertambangan adalah kegiatan ekonomi utama. Sebagian besar wilayah ini merupakan bagian dari klaim Guayana Esequiba oleh Venezuela. |
8 | Potaro-Siparuni (Region 8) | Mahdia | 20.05 K km2 | 10.190 | 0,51 | Terletak di jantung Guyana, terkenal dengan Air Terjun Kaieteur. Wilayah ini kaya akan emas dan berlian. Pertambangan dan kehutanan adalah kegiatan ekonomi utama. Sebagian besar wilayah ini juga diklaim oleh Venezuela. |
9 | Upper Takutu-Upper Essequibo (Region 9) | Lethem | 57.75 K km2 | 24.212 | 0,42 | Region terbesar, terletak di barat daya, berbatasan dengan Brasil. Didominasi oleh sabana Rupununi dan Pegunungan Kanuku. Peternakan sapi dan pertanian subsisten adalah kegiatan utama. Lethem adalah kota perbatasan penting yang terhubung ke Brasil melalui Jembatan Sungai Takutu. Sebagian wilayah ini juga diklaim oleh Venezuela. |
10 | Upper Demerara-Berbice (Region 10) | Linden | 17.04 K km2 | 39.452 | 2,32 | Terkenal dengan industri pertambangan bauksit yang berpusat di Linden. Kehutanan dan pertanian juga penting. Sungai Demerara dan Berbice mengalir melalui wilayah ini. |
Setiap region dibagi lagi menjadi beberapa Neighbourhood Democratic Councils (NDCs) atau dewan lingkungan demokratis, yang merupakan unit pemerintahan lokal yang lebih kecil.
6.2. Kota Utama
Selain ibu kota nasional, terdapat beberapa kota utama lainnya di Guyana yang memainkan peran penting dalam ekonomi dan budaya negara:
- Georgetown: Ibu kota dan kota terbesar Guyana, terletak di Region Demerara-Mahaica di pesisir Atlantik, di muara Sungai Demerara. Merupakan pusat pemerintahan, komersial, keuangan, dan budaya negara. Georgetown memiliki banyak bangunan bersejarah bergaya kolonial, termasuk Katedral St. George dan Pasar Stabroek. Populasinya sekitar 118.363 jiwa (sensus 2012) di kota inti, dengan wilayah metropolitan yang lebih besar.
- Linden: Kota terbesar kedua, terletak di Region Upper Demerara-Berbice, sekitar 105 km selatan Georgetown di Sungai Demerara. Linden adalah pusat utama industri pertambangan bauksit di Guyana. Populasinya sekitar 27.277 jiwa (sensus 2012).
- New Amsterdam: Salah satu kota tertua di Guyana, terletak di Region East Berbice-Corentyne, di tepi timur Sungai Berbice. Merupakan pusat administratif dan komersial penting untuk wilayah Berbice. Populasinya sekitar 17.329 jiwa (sensus 2012).
- Corriverton: Terletak di Region East Berbice-Corentyne, di tepi barat Sungai Courantyne, yang membentuk perbatasan dengan Suriname. Merupakan kota perbatasan yang penting untuk perdagangan dan transportasi. Populasinya sekitar 11.386 jiwa (sensus 2012).
- Bartica: Terletak di Region Cuyuni-Mazaruni, di pertemuan sungai Essequibo, Mazaruni, dan Cuyuni. Bartica sering disebut sebagai "Pintu Gerbang ke Pedalaman" karena perannya sebagai pusat logistik untuk kegiatan pertambangan emas dan berlian di wilayah pedalaman. Populasinya sekitar 8.004 jiwa (sensus 2012).
- Anna Regina: Ibu kota Region Pomeroon-Supenaam, terletak di pesisir Essequibo. Merupakan pusat pertanian, terutama padi.
- Lethem: Ibu kota Region Upper Takutu-Upper Essequibo, terletak di perbatasan dengan Brasil. Terhubung dengan kota Bonfim di Brasil melalui Jembatan Sungai Takutu, Lethem adalah pusat perdagangan dan pariwisata yang berkembang, terutama untuk ekowisata di sabana Rupununi.
Kota-kota ini, meskipun bervariasi dalam ukuran dan fungsi, semuanya memainkan peran penting dalam jaringan perkotaan dan pembangunan regional Guyana.
7. Hubungan Luar Negeri
Guyana menjalankan kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorialnya, mempromosikan pembangunan ekonomi, dan berpartisipasi aktif dalam organisasi regional dan internasional. Sebagai negara kecil dengan sumber daya terbatas, Guyana sangat bergantung pada diplomasi multilateral dan hubungan baik dengan negara-negara lain. Fokus utama kebijakan luar negerinya adalah penyelesaian damai sengketa perbatasan dengan Venezuela dan Suriname, serta penguatan kerja sama dalam Komunitas Karibia (CARICOM).
7.1. Sengketa Wilayah

Guyana menghadapi sengketa wilayah yang signifikan dengan dua negara tetangganya, Venezuela dan Suriname. Sengketa-sengketa ini berakar dari masa kolonial dan terus menjadi isu penting dalam kebijakan luar negeri Guyana.
7.1.1. Sengketa dengan Venezuela
Sengketa wilayah Guayana Esequiba antara Guyana dan Venezuela adalah salah satu sengketa teritorial terpanjang dan paling kompleks di Amerika Selatan. Venezuela mengklaim sekitar dua pertiga wilayah Guyana, yaitu seluruh wilayah di sebelah barat Sungai Essequibo, yang mencakup luas sekitar 159.50 K km2.
Asal-usul sengketa ini kembali ke masa kolonial ketika batas-batas antara jajahan Spanyol (kemudian Venezuela) dan jajahan Belanda (kemudian Inggris) tidak pernah ditetapkan secara jelas. Pada tahun 1897, melalui Perjanjian Washington, Inggris Raya (atas nama Guyana Britania) dan Venezuela sepakat untuk menyerahkan sengketa ini ke arbitrase internasional. Putusan Arbitrase Paris tahun 1899 memberikan sebagian besar wilayah yang disengketakan kepada Guyana Britania. Venezuela awalnya menerima putusan ini, tetapi pada tahun 1962, menjelang kemerdekaan Guyana, Venezuela secara sepihak menyatakan putusan arbitrase tersebut batal demi hukum, dengan tuduhan adanya kolusi antara hakim Inggris dan Rusia serta penipuan.
Pada tahun 1966, sesaat sebelum kemerdekaan Guyana, Perjanjian Jenewa ditandatangani oleh Inggris, Venezuela, dan Guyana Britania. Perjanjian ini membentuk komisi campuran untuk mencari solusi praktis atas kontroversi tersebut. Namun, setelah bertahun-tahun upaya mediasi yang tidak membuahkan hasil, Guyana pada tahun 2018 merujuk sengketa ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mendapatkan keputusan yang mengikat secara hukum mengenai validitas Putusan Arbitrase 1899. ICJ telah memutuskan bahwa mereka memiliki yurisdiksi untuk menangani kasus ini, meskipun Venezuela menolak yurisdiksi pengadilan.
Ketegangan meningkat secara signifikan setelah penemuan cadangan minyak besar-besaran di lepas pantai Guyana, termasuk di perairan yang diklaim Venezuela sebagai bagian dari Guayana Esequiba. Pada Desember 2023, Venezuela mengadakan referendum konsultatif di mana mayoritas pemilih mendukung klaim Venezuela atas Essequibo dan pembentukan negara bagian Venezuela di wilayah tersebut. Langkah ini dikecam oleh Guyana dan komunitas internasional sebagai ancaman terhadap kedaulatan Guyana dan pelanggaran hukum internasional. Krisis ini juga diwarnai oleh penumpukan militer Venezuela di perbatasan.
Guyana mempertahankan bahwa Putusan Arbitrase 1899 adalah penyelesaian yang sah, penuh, sempurna, dan final atas batas wilayah. Sengketa ini memiliki dampak signifikan terhadap penduduk yang tinggal di wilayah Essequibo, menciptakan ketidakpastian dan berpotensi memicu isu kemanusiaan jika konflik meningkat. Dari perspektif hak asasi manusia, hak penduduk Essequibo untuk menentukan nasib sendiri dan hidup dalam damai dan keamanan harus dihormati.
7.1.2. Sengketa dengan Suriname
Guyana juga memiliki sengketa wilayah dengan tetangganya di sebelah timur, Suriname. Sengketa ini mencakup dua area utama:
1. Wilayah Sungai Courantyne: Suriname mengklaim seluruh lebar Sungai Courantyne (yang disebut Sungai Corantijn di Suriname) sebagai wilayahnya, sementara Guyana berpendapat bahwa perbatasan terletak di sepanjang tepi kiri (barat) sungai tersebut, sesuai dengan praktik yang sudah lama ada dan interpretasi perjanjian kolonial.
2. Segitiga Sungai Baru (disebut Wilayah Tigri di Suriname): Ini adalah wilayah berbentuk segitiga seluas sekitar 15.60 K km2 di pedalaman tenggara Guyana (barat daya Suriname), yang terletak di antara hulu Sungai Courantyne (yang disebut Kutari Atas atau Koetari oleh Guyana) dan anak sungainya, Sungai Baru (yang disebut Coeroeni oleh Suriname). Kedua negara mengklaim wilayah ini. Sejak tahun 1969, Guyana secara de facto menguasai wilayah Segitiga Sungai Baru setelah mengusir personel militer Suriname dari sana.
Selain sengketa darat, Guyana dan Suriname juga memiliki sengketa mengenai batas maritim mereka di Samudra Atlantik. Sengketa maritim ini menjadi penting karena potensi adanya cadangan minyak dan gas di wilayah tersebut. Pada tahun 2007, Mahkamah Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) mengeluarkan putusan yang menetapkan batas maritim antara kedua negara. Putusan tersebut sebagian besar menguntungkan Guyana dalam hal akses ke wilayah yang kaya sumber daya, meskipun pengadilan juga menemukan bahwa kedua belah pihak telah melanggar kewajiban perjanjian.
Sengketa dengan Suriname, meskipun tidak sepanas sengketa dengan Venezuela, tetap menjadi isu penting dalam hubungan bilateral kedua negara. Upaya-upaya diplomatik untuk menyelesaikan sengketa darat belum membuahkan hasil.
7.2. Organisasi Internasional
Guyana adalah anggota aktif dalam berbagai organisasi internasional dan regional, yang memainkan peran penting dalam kebijakan luar negerinya dan upaya pembangunan. Keanggotaan utama meliputi:
- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): Guyana menjadi anggota PBB tak lama setelah kemerdekaan pada tahun 1966. Negara ini berpartisipasi dalam berbagai badan dan program PBB, dan telah tiga kali menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (1975-1976, 1982-1983, dan 2024-2025).
- Persemakmuran Bangsa-Bangsa: Sebagai bekas koloni Inggris, Guyana adalah anggota Persemakmuran dan aktif dalam berbagai inisiatifnya.
- Komunitas Karibia (CARICOM): Guyana adalah salah satu anggota pendiri CARICOM dan menjadi tuan rumah Sekretariat CARICOM di Georgetown. CARICOM adalah pilar utama kebijakan luar negeri Guyana, yang berfokus pada integrasi regional, kerja sama ekonomi, dan koordinasi kebijakan luar negeri di antara negara-negara Karibia.
- Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS): Guyana bergabung dengan OAS pada tahun 1991. Organisasi ini menyediakan platform untuk dialog mengenai isu-isu regional, demokrasi, dan hak asasi manusia.
- Uni Bangsa Amerika Selatan (UNASUR): Guyana adalah anggota pendiri UNASUR pada tahun 2008, meskipun aktivitas organisasi ini telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.
- Organisasi dan kelompok lain: Guyana juga merupakan anggota Gerakan Non-Blok, Kelompok 77, Bank Pembangunan Karibia (CDB), Bank Pembangunan Antar-Amerika (IDB), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Keanggotaan dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga dimiliki Guyana.
Melalui partisipasinya dalam organisasi-organisasi ini, Guyana berupaya untuk memajukan kepentingan nasionalnya, mempromosikan perdamaian dan keamanan regional, serta berkontribusi pada tata kelola global. Organisasi-organisasi ini juga menjadi forum penting bagi Guyana untuk mencari dukungan internasional terkait sengketa wilayahnya.
7.3. Hubungan dengan Indonesia
Guyana dan Indonesia secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada tanggal 27 Agustus 1999. Hubungan antara kedua negara sebagian besar berlangsung dalam kerangka kerja sama Selatan-Selatan dan melalui forum-forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Gerakan Non-Blok.
Dalam bidang ekonomi, perdagangan bilateral antara Guyana dan Indonesia masih relatif kecil, tetapi ada potensi untuk ditingkatkan, terutama mengingat pertumbuhan ekonomi Guyana yang pesat berkat sektor minyak. Bidang-bidang potensial untuk kerja sama meliputi energi, pertanian, kehutanan, dan pariwisata.
Pertukaran budaya antara kedua negara belum terlalu intensif, tetapi ada ruang untuk pengembangan melalui program-program pendidikan dan budaya. Kedua negara memiliki keragaman etnis dan budaya yang kaya, yang dapat menjadi dasar untuk saling belajar dan memperkaya pemahaman.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paramaribo, Suriname, juga merangkap akreditasi untuk Republik Kooperatif Guyana. Sebaliknya, misi diplomatik Guyana untuk Indonesia biasanya dijalankan melalui kedutaan besarnya di negara lain atau perwakilan tetapnya di PBB.
Status kerja sama saat ini masih dalam tahap pengembangan. Ada beberapa kunjungan pejabat dan partisipasi dalam forum-forum internasional. Prospek di masa depan dapat mencakup peningkatan hubungan ekonomi, fasilitasi investasi, serta kerja sama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan tata kelola sumber daya alam, di mana kedua negara memiliki kepentingan bersama. Sebagai negara berkembang dengan sumber daya alam yang melimpah, Guyana dan Indonesia dapat berbagi pengalaman dan praktik terbaik.
8. Militer
Angkatan Pertahanan Guyana (Guyana Defence ForceGuyana Diféns ForsBahasa Inggris, GDF) adalah kekuatan militer resmi Guyana, yang didirikan pada tahun 1965, setahun sebelum kemerdekaan. GDF bertanggung jawab atas pertahanan kedaulatan dan integritas teritorial negara, memberikan dukungan kepada otoritas sipil dalam menjaga hukum dan ketertiban, serta berpartisipasi dalam operasi bantuan bencana dan pembangunan nasional. Presiden Guyana adalah Panglima Tertinggi GDF.
GDF terdiri dari beberapa komponen utama:
- Angkatan Darat: Merupakan komponen terbesar, bertanggung jawab atas operasi darat.
- Penjaga Pantai (Coast Guard): Bertanggung jawab atas keamanan maritim, patroli perairan teritorial, dan operasi pencarian dan penyelamatan.
- Korps Udara (Air Corps): Menyediakan dukungan udara untuk operasi GDF, termasuk transportasi, pengawasan, dan evakuasi medis.
Ukuran GDF relatif kecil, dengan perkiraan personel aktif sekitar 3.000 hingga 4.500 personel, ditambah dengan pasukan cadangan. Anggaran pertahanan Guyana juga terbatas, meskipun ada peningkatan dalam beberapa tahun terakhir mengingat tantangan keamanan regional, terutama terkait sengketa perbatasan.
Misi utama GDF meliputi:
- Mempertahankan integritas teritorial Guyana dari ancaman eksternal.
- Memberikan bantuan kepada otoritas sipil dalam menjaga keamanan internal dan ketertiban umum.
- Melakukan patroli perbatasan darat dan maritim.
- Berpartisipasi dalam operasi bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana.
- Mendukung program pembangunan nasional.
Peralatan GDF sebagian besar terdiri dari persenjataan ringan, kendaraan lapis baja ringan, kapal patroli, dan pesawat angkut ringan. Modernisasi peralatan menjadi salah satu prioritas GDF, meskipun terkendala oleh anggaran.
Guyana menjaga hubungan kerja sama militer dengan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Brasil, dan negara-negara Karibia lainnya. Kerja sama ini meliputi pelatihan bersama, bantuan teknis, dan pertukaran informasi. Amerika Serikat, melalui Komando Selatan AS (US Southern Command), telah mengadakan latihan bersama dengan GDF, terutama dalam konteks meningkatnya ketegangan dengan Venezuela. Brasil juga memiliki hubungan militer yang kuat dengan Guyana, terutama dalam hal keamanan perbatasan.
GDF telah terlibat dalam beberapa operasi penting dalam sejarah Guyana, termasuk penanganan Pemberontakan Rupununi pada tahun 1969 dan konflik perbatasan dengan Suriname di Segitiga Sungai Baru (Wilayah Tigri) pada tahun yang sama. Saat ini, GDF memainkan peran penting dalam menjaga kehadiran negara di wilayah perbatasan yang disengketakan dan merespons tantangan keamanan seperti kejahatan lintas batas dan perlindungan sumber daya alam.
9. Ekonomi

Ekonomi Guyana secara tradisional bergantung pada pertanian (terutama beras dan gula), pertambangan (bauksit, emas, dan berlian), dan kehutanan. Namun, penemuan cadangan minyak bumi yang signifikan di lepas pantai pada tahun 2015 telah memicu transformasi ekonomi yang pesat. Sejak produksi minyak dimulai pada akhir 2019, Guyana telah menjadi salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan PDB tertinggi di dunia.
Struktur ekonomi Guyana didominasi oleh sektor primer, meskipun sektor jasa juga berkembang. PDB Guyana pada tahun 2019 diperkirakan sebesar 4.12 B USD (sekitar 5.25 K USD per kapita). Namun, dengan dimulainya produksi minyak, PDB riil tumbuh sebesar 43,5% pada tahun 2020 dan diperkirakan terus tumbuh secara eksponensial. Pada tahun 2022, PDB nominal diperkirakan mencapai sekitar 15.40 B USD. Tingkat inflasi pada tahun 2021 adalah 5,03%, dan tingkat pengangguran pada tahun yang sama adalah 16,42%.
Pelestarian hutan asli Guyana merupakan komponen kunci untuk menerima bantuan internasional melalui program REDD+. Pada tahun 2009, Guyana menjalin kemitraan dengan Norwegia yang berkomitmen memberikan dana hingga 250.00 M USD selama lima tahun untuk menjaga konservasi hutan dan layanan ekosistem yang bermanfaat bagi kemanusiaan, seperti penyimpanan karbon. Guyana tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat deforestasi yang rendah.
9.1. Industri Utama
Industri utama tradisional Guyana meliputi:
- Pertanian: Sektor ini telah lama menjadi tulang punggung ekonomi. Tebu dan beras adalah tanaman ekspor utama. Perusahaan gula milik negara, GuySuCo, telah menjadi pemberi kerja utama, meskipun menghadapi tantangan restrukturisasi. Produksi beras juga signifikan, terutama di wilayah pesisir. Produk pertanian lainnya termasuk minyak sayur, daging sapi, babi, unggas, produk susu, ikan, dan udang.
- Pertambangan: Guyana kaya akan sumber daya mineral. Bauksit telah ditambang selama beberapa dekade, meskipun produksinya menurun. Emas dan berlian adalah komoditas ekspor penting, dengan operasi pertambangan skala besar dan kecil. Produksi emas Guyana pada tahun 2015 adalah 14 t.
- Kehutanan: Hutan tropis Guyana yang luas menyediakan sumber daya kayu yang signifikan. Industri kehutanan melibatkan penebangan kayu untuk ekspor dan pasar domestik.
Industri yang baru muncul dan sangat transformatif adalah:
- Minyak dan Gas: Penemuan cadangan minyak lebih dari 11 miliar barel di lepas pantai Guyana oleh konsorsium yang dipimpin oleh ExxonMobil telah mengubah prospek ekonomi negara secara fundamental. Produksi dimulai pada Desember 2019 dan terus meningkat dengan cepat seiring dengan penemuan-penemuan baru dan pengembangan ladang-ladang minyak. Industri ini diproyeksikan akan menjadikan Guyana salah satu produsen minyak per kapita terbesar di dunia.
Dampak ekonomi dari industri minyak sangat besar, menghasilkan pertumbuhan PDB yang luar biasa dan pendapatan pemerintah yang signifikan. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan terkait pengelolaan kekayaan sumber daya alam secara transparan dan berkelanjutan, pencegahan "penyakit Belanda", distribusi pendapatan yang adil, dan mitigasi dampak lingkungan. Isu-isu sosial seperti hak-hak pekerja di sektor baru ini, serta keadilan sosial dalam pembagian manfaat dari kekayaan minyak, juga menjadi perhatian penting. Pemerintah Guyana telah membentuk Dana Kekayaan Berdaulat (Natural Resource Fund) untuk mengelola pendapatan minyak.
9.2. Tren dan Prospek Ekonomi
Guyana memiliki sejarah ekonomi yang bergejolak. Setelah kemerdekaan, kebijakan nasionalisasi di bawah pemerintahan Forbes Burnham menyebabkan penurunan ekonomi dan akumulasi utang negara yang besar. Pada tahun 1990-an, negara ini menjalani program penyesuaian struktural dengan dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, yang melibatkan privatisasi dan liberalisasi ekonomi. Ekonomi mulai menunjukkan pertumbuhan moderat setelah tahun 1999, didorong oleh sektor pertanian dan pertambangan. Guyana juga mendapat manfaat dari penghapusan utang melalui inisiatif Heavily Indebted Poor Countries (HIPC) dan Multilateral Debt Relief Initiative (MDRI). Pada tahun 2003, Guyana memenuhi syarat untuk penghapusan utang sebesar 329.00 M USD, selain 256.00 M USD dari rencana awal Bank Dunia pada tahun 1999. MDRI pada tahun 2006/2007 menghapus sekitar 611.00 M USD utang Guyana oleh IMF, Bank Dunia, dan Inter-American Development Bank.
Penemuan dan eksploitasi minyak sejak 2015 telah memicu periode pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. PDB riil Guyana tumbuh sebesar 43,5% pada tahun 2020 (meskipun ada pandemi COVID-19), 20,1% pada tahun 2021, dan melonjak menjadi 62,3% pada tahun 2022, menjadikannya ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. IMF memproyeksikan pertumbuhan yang kuat akan terus berlanjut. Pada Desember 2024, Guyana diproyeksikan menjadi negara penghasil minyak per kapita terbesar ketiga di dunia.
Prospek ekonomi Guyana sangat cerah berkat sektor minyak, tetapi juga dihadapkan pada tantangan signifikan. Peluang utama adalah kemampuan untuk menggunakan pendapatan minyak untuk mendanai pembangunan infrastruktur, meningkatkan layanan publik (pendidikan, kesehatan), diversifikasi ekonomi, dan mengurangi kemiskinan. Namun, tantangan meliputi risiko "penyakit Belanda" (di mana fokus pada sektor minyak dapat merugikan sektor-sektor ekonomi lainnya), pengelolaan pendapatan minyak secara transparan dan akuntabel, memastikan distribusi manfaat yang adil untuk menghindari peningkatan ketidaksetaraan, dan menjaga stabilitas makroekonomi. Pembangunan berkelanjutan dan mitigasi dampak lingkungan dari industri minyak juga menjadi prioritas.
Organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia memberikan panduan dan dukungan teknis kepada Guyana dalam mengelola transisi ekonominya. Laporan Bank Dunia tahun 2023 mencatat bahwa meskipun ada pertumbuhan pesat, kemiskinan yang signifikan masih ada, dan negara ini menghadapi risiko besar dalam mengelola pertumbuhannya secara struktural. Upaya untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan meningkatkan kapasitas kelembagaan sangat penting untuk memaksimalkan manfaat dari kekayaan minyak bagi seluruh rakyat Guyana.
9.3. Perdagangan Luar Negeri
Perdagangan luar negeri Guyana telah mengalami perubahan signifikan dengan dimulainya ekspor minyak.
- Produk Ekspor Utama: Sebelum era minyak, ekspor utama Guyana adalah emas, beras, gula, bauksit, kayu, udang, dan rum. Sejak tahun 2020, minyak bumi mentah telah menjadi produk ekspor dominan. Pada tahun 2022, minyak mentah menyumbang 85,9% (15.90 B USD) dari total ekspor. Produk ekspor penting lainnya termasuk emas (7,36% atau 1.36 B USD), beras (2,32% atau 429.00 M USD), bijih aluminium/bauksit (1,04% atau 192.00 M USD), dan minuman keras (0,65% atau 120.00 M USD).
- Produk Impor Utama: Impor utama Guyana meliputi mesin dan peralatan transportasi (terutama untuk sektor minyak dan gas), bahan bakar olahan (sebelum produksi minyak dalam negeri mencukupi kebutuhan kilang), barang-barang manufaktur, bahan kimia, dan makanan. Pada tahun 2022, produk impor utama adalah minyak bumi olahan (11,8% atau 441.00 M USD), katup (5,48% atau 206.00 M USD), mobil (2,87% atau 108.00 M USD), kendaraan konstruksi besar (2,81% atau 106.00 M USD), dan truk pengiriman (2,18% atau 81.70 M USD).
- Mitra Dagang Utama:
- Tujuan Ekspor (2022): Panama (31,6%), Belanda (15,5%), Amerika Serikat (12,8%), Uni Emirat Arab (6,39%), dan Italia (6,35%).
- Asal Impor (2022): Amerika Serikat (27,8%), Tiongkok (14,3%), Brasil (7,06%), Trinidad dan Tobago (6,84%), dan Suriname (4,23%).
- Neraca Perdagangan: Sebelum ekspor minyak, Guyana sering mengalami defisit perdagangan. Namun, dengan lonjakan ekspor minyak, neraca perdagangan Guyana telah berubah menjadi surplus yang signifikan. Total ekspor pada tahun 2022 adalah 18.50 B USD, sementara total impor adalah 3.75 B USD.
Perkembangan sektor minyak diperkirakan akan terus mendominasi profil perdagangan luar negeri Guyana dalam beberapa tahun mendatang.
9.4. Kebijakan Pajak
Pemerintah Guyana telah melakukan beberapa reformasi kebijakan pajak dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu perubahan paling signifikan adalah pengenalan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada awal tahun 2007. PPN ini menggantikan enam jenis pajak tidak langsung yang berbeda sebelumnya, termasuk pajak konsumsi, pajak pembelian, dan pajak hotel. Tujuan utama pengenalan PPN adalah untuk memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan pajak, menyederhanakan sistem pajak tidak langsung, dan meningkatkan pendapatan pemerintah.
Sebelum PPN, sistem pajak penjualan dianggap relatif mudah dihindari, dan banyak bisnis tidak mematuhi kode pajak. Meskipun pengenalan PPN awalnya mendapat penolakan dari beberapa kalangan bisnis karena dianggap menambah beban administrasi, pemerintah tetap teguh pada implementasinya. Dengan mengganti beberapa pajak dengan satu tarif pajak yang seragam (awalnya 16%, kemudian diturunkan menjadi 14% untuk sebagian besar barang dan jasa), diharapkan akan lebih mudah bagi auditor pemerintah untuk mendeteksi penggelapan pajak.
Selain PPN, sistem pajak Guyana juga mencakup:
- Pajak Penghasilan Pribadi: Dikenakan pada individu dengan tarif progresif.
- Pajak Penghasilan Badan: Dikenakan pada keuntungan perusahaan. Ada tarif yang berbeda untuk perusahaan komersial dan non-komersial, serta rezim pajak khusus untuk perusahaan di sektor minyak dan gas.
- Bea Cukai dan Cukai: Dikenakan pada barang impor dan beberapa barang produksi dalam negeri.
- Pajak Properti: Dikenakan atas nilai properti.
Kebijakan pajak terkait sektor minyak dan gas menjadi sangat penting. Pemerintah telah menetapkan kerangka kerja fiskal untuk sektor ini, termasuk royalti dan bagi hasil produksi, yang diatur dalam perjanjian dengan perusahaan minyak. Pendapatan dari sektor ini diharapkan dapat meningkatkan keuangan negara secara signifikan, yang kemudian dapat digunakan untuk pembangunan dan layanan publik. Pengelolaan pendapatan ini secara transparan dan akuntabel, serta dampaknya terhadap sistem pajak secara keseluruhan, menjadi fokus utama kebijakan fiskal Guyana.
10. Sosial
Masyarakat Guyana adalah perpaduan yang kompleks dari berbagai kelompok etnis dan budaya, yang mencerminkan sejarah imigrasi dan kolonialisme negara tersebut. Aspek-aspek sosial seperti komposisi penduduk, bahasa, agama, pendidikan, dan kesehatan memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan dinamika sosial Guyana.
10.1. Kependudukan

Total populasi Guyana diperkirakan sekitar 744.000 jiwa (berdasarkan data terbaru sebelum produksi teks ini, umumnya mengacu pada angka sekitar pertengahan hingga akhir 2010-an, atau proyeksi awal 2020-an). Sekitar 90% penduduk tinggal di sepanjang jalur pantai sempit yang lebarnya berkisar antara 16093 m (10 mile) hingga 64374 m (40 mile) ke pedalaman, yang hanya mencakup sekitar 10% dari total luas daratan negara. Hal ini menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi di wilayah pesisir dan kepadatan yang sangat rendah di sebagian besar wilayah pedalaman.
Komposisi ras dan etnis Guyana sangat beragam, merupakan hasil dari gelombang imigrasi selama masa kolonial:
- Indo-Guyana: Kelompok etnis terbesar, merupakan keturunan pekerja kontrak yang didatangkan dari India antara tahun 1838 dan 1917 untuk bekerja di perkebunan gula. Menurut sensus 2002, mereka mencakup sekitar 43,5% populasi. Sebagian besar berasal dari India Utara (wilayah Bhojpuri dan Awadh di Uttar Pradesh, Bihar, dan Jharkhand), dengan minoritas signifikan dari India Selatan (negara bagian Tamil Nadu dan Andhra Pradesh).
- Afro-Guyana: Kelompok etnis terbesar kedua, merupakan keturunan budak yang dibawa dari Afrika, terutama Afrika Barat (seperti suku Asante dari Ghana, Yoruba dari Nigeria Barat Daya, Igbo dari Nigeria Tenggara, dan Mandinka dari Senegal). Menurut sensus 2002, mereka mencakup sekitar 30,2% populasi.
- Campuran (Mixed Heritage): Kelompok ini mencakup individu dengan keturunan dari dua atau lebih kelompok etnis, dan merupakan sekitar 16,7% populasi (sensus 2002).
- Masyarakat Adat (Amerindian): Penduduk asli Guyana, terdiri dari sembilan suku utama: Akawaio, Lokono (Arawak), Arekuna (Pemon), Carib (Karinya), Macushi, Patamona, Wai Wai, Wapishana, dan Warao. Mereka mencakup sekitar 10,5% populasi (data lebih baru menunjukkan angka ini) dan merupakan mayoritas di wilayah pedalaman selatan.
- Kelompok Lain: Termasuk Portugis (keturunan pekerja kontrak dari Madeira), Tionghoa (keturunan pekerja kontrak), dan sejumlah kecil Eropa lainnya.
Tren pertumbuhan populasi Guyana relatif lambat dan bahkan mengalami penurunan pada beberapa periode akibat emigrasi yang tinggi. Banyak warga Guyana, terutama yang berpendidikan dan terampil, telah bermigrasi ke negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik. Distribusi penduduk sangat tidak merata, dengan konsentrasi tinggi di daerah perkotaan seperti Georgetown dan wilayah pesisir, sementara daerah pedalaman sangat jarang penduduknya. Ketegangan rasial antara dua kelompok etnis utama, Indo-Guyana dan Afro-Guyana, secara historis telah memengaruhi politik dan dinamika sosial negara.
10.2. Bahasa
Bahasa resmi Guyana adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris digunakan dalam pemerintahan, pendidikan formal, media massa, dan bisnis. Guyana adalah satu-satunya negara di Amerika Selatan di mana bahasa Inggris menjadi bahasa resmi.
Namun, bahasa yang paling banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh mayoritas penduduk adalah Kreol Guyana, sebuah bahasa kreol berbasis Inggris dengan pengaruh signifikan dari bahasa-bahasa Afrika, India, dan Amerindian. Kreol Guyana memiliki variasi regional dan sosial, dan bagi banyak orang Guyana, ini adalah bahasa ibu mereka.
Selain bahasa Inggris dan Kreol Guyana, beberapa bahasa lain juga digunakan:
- Bahasa-bahasa Adat: Suku-suku Amerindian di Guyana berbicara dalam berbagai bahasa asli mereka, yang termasuk dalam rumpun bahasa Karib (misalnya, Akawaio, Wai-Wai, Macushi), Arawak (misalnya, Lokono, Wapishana), dan Warao. Banyak penutur bahasa adat juga bilingual atau multibahasa, menggunakan Kreol Guyana atau Inggris.
- Bahasa Imigran: Bahasa Hindustan Guyana (sebuah bentuk dari Bhojpuri dan Awadhi) masih dituturkan oleh generasi tua komunitas Indo-Guyana, meskipun penggunaannya menurun di kalangan generasi muda yang lebih banyak menggunakan bahasa Inggris atau Kreol Guyana. Imigran Indo-Suriname dari Suriname berbicara varian Sarnami, terutama subdialek Nickerian-Berbician Hindustani. Bahasa-bahasa India lainnya seperti Tamil dan Telugu juga memiliki kehadiran historis. Urdu juga digunakan dalam konteks keagamaan oleh sebagian komunitas Muslim Indo-Guyana. Bahasa Portugis dan Tionghoa (berbagai dialek) juga dibawa oleh para imigran.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa dan menghubungkan Guyana dengan negara-negara Karibia berbahasa Inggris lainnya.
10.3. Agama

Guyana adalah negara sekuler dengan keragaman agama yang mencerminkan latar belakang etnis penduduknya yang beragam. Konstitusi menjamin kebebasan beragama. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang Guyana dan seringkali terkait erat dengan identitas etnis.
Berdasarkan data sensus 2012 dan perkiraan yang lebih baru:
- Kekristenan adalah agama mayoritas, dianut oleh sekitar 63% populasi. Denominasi Kristen utama meliputi:
- Pentakosta (sekitar 23%)
- Denominasi Protestan lainnya (gabungan sekitar 21%, termasuk Metodis (1%), Baptis, Presbiterian, dll.)
- Katolik Roma (sekitar 7%)
- Anglikan (sekitar 5%)
- Advent Hari Ketujuh (sekitar 5%)
- Saksi-Saksi Yehuwa (sekitar 1,3%)
- Hinduisme adalah agama terbesar kedua, dianut oleh sekitar 25% populasi, sebagian besar berasal dari komunitas Indo-Guyana.
- Islam dianut oleh sekitar 7% populasi, juga sebagian besar dari komunitas Indo-Guyana, dengan minoritas Afro-Guyana dan kelompok lain.
- Agama-agama lain dan kepercayaan spiritual mencakup sekitar 3% populasi, termasuk kepercayaan tradisional Afrika dan Amerindian, serta Rastafarianisme dan Baháʼí.
- Tidak beragama atau tidak menyatakan afiliasi agama mencakup sekitar 3% populasi.
Agama memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat dan budaya Guyana. Kekristenan, yang diperkenalkan oleh penjajah Eropa, secara historis dianggap sebagai agama prestisius dan terkait dengan mobilitas sosial ke atas. Misionaris dan gereja membangun banyak sekolah, yang memainkan peran penting dalam sistem pendidikan hingga nasionalisasi pada tahun 1970-an. Hinduisme dan Islam dibawa oleh pekerja kontrak India dan telah mempertahankan tradisi dan praktik keagamaan mereka yang kaya.
Secara umum, terdapat toleransi beragama yang tinggi di Guyana, dan hari-hari besar keagamaan dari berbagai agama dirayakan sebagai hari libur nasional. Namun, kadang-kadang agama dapat menjadi faktor dalam politik, terutama ketika dikaitkan dengan identitas etnis. Potensi konflik agama sangat minim, dan hubungan antaragama umumnya harmonis.
10.4. Pendidikan

Sistem pendidikan di Guyana sebagian besar diperkenalkan dan dioperasikan oleh denominasi Kristen misionaris selama era kolonial. Kaum elit perkebunan yang kaya sering mengirim anak-anak mereka untuk mengenyam pendidikan di Inggris, tetapi seiring membaiknya sekolah-sekolah di Guyana, mereka juga meniru sistem pendidikan Inggris. Pendidikan dasar menjadi wajib pada tahun 1876, meskipun kebutuhan anak-anak untuk membantu pekerjaan pertanian membuat banyak anak tidak bersekolah. Pada tahun 1960-an, pemerintah mengambil alih kendali semua sekolah di negara itu. Biaya sekolah dihapuskan, sekolah-sekolah baru dibuka di daerah pedesaan, dan Universitas Guyana didirikan sehingga mahasiswa tidak lagi harus pergi ke luar negeri untuk pendidikan tinggi.
Tingkat melek huruf Guyana adalah salah satu yang tertinggi di Karibia, dengan perkiraan tingkat melek huruf sebesar 96% pada tahun 1990. Perkiraan UNESCO tahun 2014 menunjukkan tingkat melek huruf sebesar 96,7% pada kelompok usia 15-24 tahun. Namun, tingkat melek huruf fungsional mungkin hanya setinggi 70%.
Struktur sistem pendidikan Guyana terdiri dari:
- Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
- Pendidikan Dasar (biasanya 6 tahun)
- Pendidikan Menengah (biasanya 5-7 tahun)
- Pendidikan Tinggi
Siswa diharapkan mengambil NGSA (National Grade Six Assessment) untuk masuk ke sekolah menengah di kelas 7. Mereka mengambil ujian CXC (Caribbean Secondary Education Certificate - CSEC) di akhir sekolah menengah (setelah 5 tahun). Sekolah-sekolah telah memperkenalkan ujian CAPE (Caribbean Advanced Proficiency Examination), yang telah diperkenalkan oleh semua negara Karibia lainnya. Sistem A-level, yang diwarisi dari era Inggris, hanya ditawarkan di beberapa sekolah.
Institusi pendidikan tinggi utama adalah Universitas Guyana (University of Guyana - UG), yang didirikan pada tahun 1963. UG menawarkan berbagai program sarjana dan pascasarjana. Ada juga beberapa lembaga pendidikan teknis dan kejuruan, serta sekolah pelatihan guru.
Meskipun ada kemajuan, sistem pendidikan Guyana menghadapi sejumlah tantangan:
- Kekurangan guru: Terutama guru yang terlatih dan berkualitas, khususnya di bidang sains dan matematika, serta di daerah pedesaan dan pedalaman. Banyak guru yang bermigrasi untuk mencari peluang yang lebih baik.
- Fasilitas yang tidak memadai: Banyak sekolah, terutama di daerah pedesaan, kekurangan fasilitas dasar, buku teks, dan peralatan belajar mengajar.
- Kualitas pendidikan: Meskipun tingkat partisipasi tinggi, ada kekhawatiran tentang kualitas pendidikan dan relevansinya dengan kebutuhan pasar kerja. Sebuah penilaian Bank Dunia menunjukkan sekitar 50% guru "tidak terlatih, beroperasi dengan bahan ajar yang tidak memadai, dan melayani anak-anak dari orang tua dengan tingkat melek huruf orang dewasa yang rendah".
- Aksesibilitas: Tantangan infrastruktur memengaruhi akses ke pendidikan, terutama bagi siswa di daerah pedalaman.
Pemerintah Guyana, dengan dukungan dari organisasi internasional, terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di semua tingkatan. Penemuan minyak baru-baru ini diharapkan dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk investasi di sektor pendidikan.
10.5. Kesehatan
Kondisi kesehatan di Guyana mencerminkan statusnya sebagai negara berkembang dengan tantangan dan kemajuan tertentu.
- Angka Harapan Hidup: Angka harapan hidup saat lahir diperkirakan sekitar 69,5 tahun pada tahun 2020. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata regional Amerika Latin dan Karibia.
- Angka Kematian Bayi: Angka kematian bayi telah menurun tetapi masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju.
- Penyakit Utama:
- Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan kanker menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan.
- Penyakit menular juga masih menjadi masalah, termasuk HIV/AIDS (prevalensi diperkirakan 1,2% pada populasi remaja/dewasa usia 15-49 tahun menurut perkiraan WHO tahun 2011), tuberkulosis, dan penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti malaria dan demam berdarah dengue, terutama di daerah pedalaman.
- Sistem Perawatan Kesehatan: Guyana memiliki sistem perawatan kesehatan publik yang menyediakan layanan melalui jaringan rumah sakit, pusat kesehatan, dan pos kesehatan. Rumah Sakit Umum Georgetown adalah fasilitas rujukan utama. Ada juga sektor perawatan kesehatan swasta yang berkembang. Namun, sistem kesehatan menghadapi tantangan seperti kekurangan tenaga medis profesional (dokter, perawat, spesialis) akibat emigrasi, fasilitas dan peralatan yang terkadang tidak memadai, terutama di daerah pedesaan dan pedalaman, serta pendanaan yang terbatas.
- Aksesibilitas Medis: Akses terhadap layanan kesehatan berkualitas bervariasi secara signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan/pedalaman. Penduduk di daerah terpencil sering menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.
- Masalah Kesehatan Masyarakat:
- Tingkat Bunuh Diri: Guyana secara historis memiliki salah satu tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Laporan PAHO/WHO Global Health Report 2014 (menggunakan statistik 2012) menempatkan negara ini sebagai yang tertinggi dengan tingkat kematian 44,2 per 100.000 penduduk. Faktor-faktor yang berkontribusi diduga meliputi masalah kesehatan mental, penyalahgunaan zat, kemiskinan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Upaya untuk mengatasi masalah ini melibatkan peningkatan layanan kesehatan mental dan program kesadaran masyarakat.
- Kesehatan ibu dan anak masih memerlukan perhatian, meskipun ada kemajuan.
- Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya juga menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Pemerintah Guyana, dengan dukungan dari organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Pan Amerika (PAHO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berupaya untuk memperkuat sistem kesehatan, meningkatkan akses terhadap layanan berkualitas, dan mengatasi tantangan kesehatan masyarakat. Pendapatan dari sektor minyak diharapkan dapat memberikan sumber daya tambahan untuk investasi di sektor kesehatan, dengan fokus pada peningkatan infrastruktur, pelatihan tenaga medis, dan program kesehatan preventif. Upaya untuk mengatasi disparitas kesehatan antara berbagai kelompok populasi dan wilayah, serta meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan, menjadi prioritas.
11. Transportasi dan Infrastruktur
Infrastruktur transportasi dan sosial di Guyana masih dalam tahap pengembangan dan menghadapi berbagai tantangan, meskipun ada upaya untuk perbaikan dan modernisasi, terutama dengan adanya potensi pendapatan dari sektor minyak.
11.1. Transportasi

Moda transportasi utama di Guyana meliputi jalan raya, udara, dan air.
- Jalan Raya: Jaringan jalan raya utama terkonsentrasi di wilayah pesisir, menghubungkan kota-kota utama seperti Georgetown, Linden, dan New Amsterdam. Total panjang jalan raya sekitar 7966 K m (4.95 K mile), namun hanya sebagian kecil (sekitar 590628 m (367 mile)) yang beraspal. Kondisi jalan raya bervariasi, dengan banyak jalan di daerah pedalaman tidak beraspal dan sulit dilalui, terutama selama musim hujan. Ada proyek-proyek yang sedang berjalan atau direncanakan untuk meningkatkan dan memperluas jaringan jalan, termasuk jalan yang menghubungkan pesisir dengan pedalaman dan negara-negara tetangga seperti Brasil. Guyana adalah salah satu dari tiga wilayah di Amerika Selatan (bersama Suriname dan Kepulauan Falkland) yang menerapkan lalu lintas di sisi kiri.
- Transportasi Udara: Transportasi udara sangat penting untuk menghubungkan daerah pedalaman yang terpencil. Guyana memiliki dua bandara internasional utama:
- Bandar Udara Internasional Cheddi Jagan (TIMEHRI), terletak sekitar 41 km selatan Georgetown, adalah bandara internasional utama yang melayani penerbangan ke Amerika Utara, Karibia, dan Eropa.
- Bandara Internasional Eugene F. Correia (sebelumnya Bandara Ogle), terletak lebih dekat ke Georgetown, melayani penerbangan regional dan domestik, serta operasi untuk industri minyak dan gas lepas pantai.
Selain itu, ada sekitar 90 landasan udara (airstrips) di seluruh negeri, sebagian besar tidak beraspal dan melayani komunitas pedalaman dan operasi pertambangan/kehutanan.
- Transportasi Air (Laut dan Sungai):
- Pelabuhan Utama: Pelabuhan utama terdapat di Georgetown (Port Georgetown), New Amsterdam, dan Port Kaituma. Pelabuhan-pelabuhan ini menangani kargo impor dan ekspor.
- Transportasi Sungai: Dengan banyaknya sungai besar seperti Essequibo, Demerara, Berbice, dan Courantyne, transportasi air pedalaman sangat penting, terutama untuk mengangkut barang dan orang ke daerah-daerah yang tidak dapat diakses melalui jalan darat. Banyak komunitas di pedalaman bergantung pada perahu dan feri. Jalur air yang dapat dilayari membentang sekitar 1076648 m (669 mile).
- Kereta Api: Guyana memiliki jalur kereta api sepanjang 186683 m (116 mile), namun semuanya didedikasikan untuk transportasi bijih (terutama bauksit) dan tidak melayani penumpang umum.
11.2. Kelistrikan
Sektor kelistrikan di Guyana didominasi oleh Guyana Power and Light (GPL), perusahaan utilitas milik negara yang terintegrasi secara vertikal. Pasokan listrik di Guyana secara historis tidak stabil dan sering mengalami pemadaman, terutama di luar Georgetown. Kapasitas terpasang negara ini sekitar 226 MW, sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel.
Masalah utama dalam sektor kelistrikan meliputi:
- Infrastruktur pembangkit dan distribusi yang sudah tua dan tidak efisien.
- Ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil impor (diesel), yang mahal dan rentan terhadap fluktuasi harga global.
- Kerugian teknis dan non-teknis yang tinggi dalam sistem distribusi.
- Akses listrik yang terbatas di daerah pedesaan dan pedalaman.
Ada upaya signifikan untuk meningkatkan sektor kelistrikan:
- Pengembangan Energi Terbarukan: Guyana memiliki potensi besar untuk energi terbarukan, terutama tenaga air (hidro), tenaga surya, dan tenaga biomassa (dari ampas tebu). Beberapa proyek tenaga surya skala kecil telah diimplementasikan, dan ada rencana untuk proyek tenaga air skala besar, meskipun menghadapi tantangan lingkungan dan pembiayaan.
- Modernisasi Jaringan: GPL sedang berupaya untuk memodernisasi jaringan transmisi dan distribusi untuk mengurangi kerugian dan meningkatkan keandalan pasokan.
- Gas-to-Energy Project: Dengan penemuan gas alam lepas pantai, ada rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga gas yang diharapkan dapat menyediakan listrik yang lebih murah dan lebih andal.
Peningkatan infrastruktur listrik dianggap krusial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup di Guyana.
11.3. Telekomunikasi
Sektor telekomunikasi di Guyana telah mengalami liberalisasi dalam beberapa tahun terakhir, yang bertujuan untuk meningkatkan persaingan dan kualitas layanan. Sebelumnya, sektor ini didominasi oleh Guyana Telephone and Telegraph Company (GT&T), yang sekarang dikenal sebagai GTT. Perusahaan lain seperti Digicel juga menyediakan layanan seluler dan internet.
- Telepon Tetap: Penetrasinya relatif rendah, terutama di daerah pedesaan.
- Telepon Seluler: Penetrasinya jauh lebih tinggi dan terus berkembang, dengan jangkauan yang semakin luas.
- Internet: Akses internet, termasuk broadband, semakin tersedia, meskipun kualitas dan kecepatan dapat bervariasi. Ada upaya untuk memperluas akses internet ke daerah pedesaan dan pedalaman melalui berbagai inisiatif, termasuk penggunaan teknologi satelit.
Pemerintah Guyana mengakui pentingnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pembangunan dan telah meluncurkan berbagai program untuk mempromosikan literasi digital dan e-government. Liberalisasi sektor telekomunikasi diharapkan dapat mendorong investasi lebih lanjut dan inovasi dalam layanan.
12. Budaya
Budaya Guyana adalah perpaduan yang kaya dan beragam dari berbagai pengaruh etnis dan sejarah, menciptakan identitas nasional yang unik di Amerika Selatan. Sebagai satu-satunya negara berbahasa Inggris di benua itu, budayanya memiliki banyak kesamaan dengan negara-negara Karibia berbahasa Inggris, namun juga dipengaruhi oleh warisan Amerindian, India, Afrika, Eropa (Inggris, Belanda, Portugis), dan Tionghoa.
12.1. Karakteristik Budaya
Identitas multikultural Guyana tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari bahasa, agama, musik, tarian, hingga kuliner. Budaya Afro-Guyana membawa tradisi musik drum, tarian, dan cerita rakyat. Budaya Indo-Guyana mempertahankan banyak aspek dari India, termasuk festival keagamaan, musik klasik dan film India, serta praktik kuliner. Masyarakat adat memiliki tradisi, bahasa, dan pengetahuan lingkungan mereka sendiri yang kaya. Pengaruh Eropa, terutama Inggris, terlihat dalam sistem pemerintahan, pendidikan, hukum, dan olahraga seperti kriket. Kelompok Portugis dan Tionghoa juga telah berkontribusi pada keragaman budaya, terutama dalam hal kuliner dan perdagangan.
Semangat "satu rakyat, satu bangsa, satu takdir" (One People, One Nation, One DestinyWan Pipêl, Wan Nésyên, Wan DéstiniBahasa Inggris), moto nasional Guyana, mencerminkan aspirasi untuk persatuan di tengah keragaman. Namun, politik berbasis etnis terkadang menjadi tantangan bagi kohesi sosial.
12.2. Acara dan Festival Utama
Guyana merayakan berbagai hari libur nasional dan festival budaya yang mencerminkan keragaman etnis dan agamanya. Beberapa yang utama meliputi:
- Mashramani: Juga dikenal sebagai Hari Republik, dirayakan pada tanggal 23 Februari untuk memperingati status Guyana sebagai republik pada tahun 1970. Ini adalah festival yang meriah dengan parade kostum, musik (terutama calypso dan soca), kompetisi, dan berbagai acara budaya. Nama "Mashramani" berasal dari bahasa Amerindian yang berarti "perayaan setelah kerja sama".
- Phagwah (Holi): Festival Hindu musim semi yang merayakan kemenangan kebaikan atas kejahatan. Dirayakan dengan penuh warna, di mana orang-orang saling melempar bubuk berwarna dan air.
- Diwali: Festival cahaya Hindu yang melambangkan kemenangan terang atas kegelapan dan kebaikan atas kejahatan. Dirayakan dengan menyalakan lampu minyak (diya), bertukar hadiah, dan kembang api.
- Idul Fitri dan Idul Adha: Dua hari raya utama Islam yang dirayakan oleh komunitas Muslim Guyana.
- Natal dan Paskah: Dirayakan oleh komunitas Kristen dengan kebaktian gereja dan tradisi terkait.
- Hari Kemerdekaan: Dirayakan pada tanggal 26 Mei untuk memperingati kemerdekaan Guyana dari Inggris pada tahun 1966.
- Hari Emansipasi: Dirayakan pada tanggal 1 Agustus untuk memperingati penghapusan perbudakan.
- Hari Kedatangan India: Dirayakan pada tanggal 5 Mei untuk memperingati kedatangan pekerja kontrak pertama dari India.
Selain itu, ada berbagai festival regional dan acara budaya lainnya yang diselenggarakan sepanjang tahun.
12.3. Olahraga

Olahraga paling populer di Guyana adalah kriket. Guyana adalah bagian dari tim Hindia Barat untuk pertandingan kriket internasional dan telah menghasilkan banyak pemain kriket terkenal. Pertandingan kriket domestik dan regional sangat populer. Stadion Providence di dekat Georgetown adalah stadion kriket utama.
Sepak bola juga populer, meskipun tim nasional Guyana belum mencapai kesuksesan besar di tingkat internasional. Guyana adalah anggota CONCACAF. Liga domestik utama adalah GFF Elite League.
Olahraga lain yang dimainkan dan dinikmati di Guyana termasuk bola basket, bola voli, atletik, tinju, hoki lapangan, netball, tenis meja, dan balap kuda. Tim bola basket nasional Guyana telah menjadi pesaing kuat di Kejuaraan CaribeBasket. Tinju adalah satu-satunya olahraga di mana Guyana telah memenangkan medali Olimpiade (perunggu pada tahun 1980 oleh Michael Parris).
12.4. Kuliner
Kuliner Guyana adalah perpaduan rasa yang lezat dari berbagai pengaruh etnis. Makanan pokok meliputi beras, roti (terutama roti pipih ala India), dan berbagai umbi-umbian seperti singkong dan ubi jalar. Beberapa hidangan representatif meliputi:
- Pepperpot: Hidangan nasional Guyana, semur daging (biasanya sapi, babi, atau kambing) yang dimasak dengan cassareep (ekstrak dari singkong pahit), kayu manis, dan cabai. Biasanya disajikan dengan roti.
- Roti dan Kari: Roti pipih yang lembut disajikan dengan berbagai jenis kari, seperti kari ayam, kambing, daging sapi, atau sayuran.
- Cook-up Rice: Nasi yang dimasak dengan kacang-kacangan (seperti kacang polong atau buncis), daging (ayam, sapi, atau ikan asin), sayuran, dan santan. Ini adalah hidangan satu panci yang populer.
- Metemgee: Sup kental yang dibuat dengan santan, umbi-umbian (seperti singkong, ubi jalar, eddoe), pisang tanduk, dan bakso (dumpling). Seringkali disajikan dengan ikan goreng atau ikan asin.
- Chow Mein: Hidangan mi goreng gaya Tionghoa-Guyana.
- Garlic Pork: Hidangan daging babi yang diasinkan dengan bawang putih dan cuka, populer saat Natal, merupakan warisan Portugis.
- Berbagai jenis makanan laut segar, mengingat lokasi pesisirnya.
Minuman populer termasuk jus buah segar (disebut "local drinks"), Mauby (minuman yang terbuat dari kulit pohon), dan rum (Guyana terkenal dengan rum Demerara-nya).
12.5. Destinasi Utama

Guyana menawarkan berbagai atraksi bagi wisatawan, mulai dari bangunan bersejarah hingga keindahan alam yang menakjubkan.
- Georgetown: Ibu kota Guyana, dikenal dengan arsitektur kolonial kayunya yang indah. Beberapa landmark penting meliputi:
- Katedral St. George: Salah satu gereja kayu tertinggi di dunia, sebuah contoh arsitektur Gotik Victoria yang mengesankan.
- Gedung Parlemen Guyana: Gedung bersejarah yang menampung Majelis Nasional.
- Stabroek Market: Pasar besi cor ikonik dengan menara jam yang khas, merupakan pusat aktivitas komersial yang ramai.
- Balai Kota Georgetown: Bangunan kayu bergaya Gotik yang indah.
- Umana Yana: Sebuah benab (rumah pertemuan tradisional Amerindian) beratap jerami yang dibangun untuk Konferensi Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok pada tahun 1972.
- Taman Nasional Kaieteur: Rumah bagi Air Terjun Kaieteur yang spektakuler, salah satu air terjun curah tunggal tertinggi dan terkuat di dunia. Taman ini juga menawarkan keanekaragaman hayati yang kaya.
- Pantai Shell: Terletak di pesisir barat laut, pantai ini merupakan tempat bersarang penting bagi empat spesies penyu laut, termasuk penyu belimbing raksasa.
- Rupununi: Wilayah sabana yang luas di barat daya Guyana, menawarkan pengalaman ekowisata, pengamatan satwa liar (termasuk berang-berang raksasa, jaguar, dan berbagai jenis burung), serta interaksi dengan komunitas adat. Pegunungan Kanuku di wilayah ini adalah pusat keanekaragaman hayati.
- Jembatan Pelabuhan Demerara: Salah satu jembatan apung terpanjang di dunia.
- Jembatan Berbice: Jembatan apung lainnya yang penting.
- Pusat Konferensi Arthur Chung: Fasilitas konferensi modern, merupakan hadiah dari Republik Rakyat Tiongkok.
- Stadion Providence: Stadion olahraga terbesar di negara ini, dibangun untuk Piala Dunia Kriket 2007.
Guyana semakin dikenal sebagai destinasi ekowisata karena hutan hujannya yang masih asli, keanekaragaman hayatinya yang luar biasa, dan budaya Amerindian yang kaya.