1. Biografi
Josemaría Escrivá dilahirkan di Barbastro, Spanyol, dan menjalani masa kecilnya di tengah tantangan ekonomi yang memaksanya pindah. Setelah menempuh pendidikan imamat dan hukum, ia merasakan panggilan ilahi untuk mendirikan Opus Dei, sebuah organisasi yang mendorong kekudusan dalam kehidupan sehari-hari.
1.1. Masa Kecil dan Latar Belakang Keluarga
Josemaría Escrivá lahir dengan nama José María Mariano Escrivá y Albás pada 9 Januari 1902, di kota kecil Barbastro, di Huesca, Spanyol. Ia adalah anak kedua dari enam bersaudara dan anak laki-laki pertama dari dua putra pasangan José Escrivá y Corzán dan María de los Dolores Albás y Blanc. Keluarganya adalah penganut Katolik yang taat. José Escrivá, ayahnya, adalah seorang pedagang dan mitra di sebuah perusahaan tekstil yang pada akhirnya bangkrut, memaksa keluarga itu pindah pada tahun 1915 ke kota Logroño, di provinsi utara La Rioja, di mana ayahnya bekerja sebagai petugas di sebuah toko pakaian.
Diceritakan bahwa Josemaría muda pertama kali merasa "ia telah dipilih untuk sesuatu" ketika ia melihat jejak kaki yang ditinggalkan di salju oleh seorang biarawan yang berjalan tanpa alas kaki.
1.2. Pendidikan dan Pelayanan Imamat Awal
Dengan restu ayahnya, Escrivá mempersiapkan diri untuk menjadi imam di Gereja Katolik. Ia belajar pertama di Logroño dan kemudian di Zaragoza, di mana ia ditahbiskan sebagai diakon pada Sabtu, 20 Desember 1924. Ia ditahbiskan sebagai imam, juga di Zaragoza, pada Sabtu, 28 Maret 1925. Setelah penugasan singkat di paroki pedesaan di Perdiguera, ia pindah ke Madrid, ibu kota Spanyol, pada tahun 1927 untuk belajar hukum di Universitas Sentral. Di Madrid, Escrivá bekerja sebagai tutor pribadi dan sebagai kapelan di Yayasan Santa Isabel, yang terdiri dari biara kerajaan Santa Isabel dan sebuah sekolah yang dikelola oleh Little Sisters of the Assumption.
1.3. Pendirian Opus Dei
Josemaría Escrivá menerima visi untuk mendirikan Opus Dei pada tahun 1928, sebuah organisasi yang berfokus pada panggilan universal untuk kekudusan melalui pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Organisasi ini berkembang di tengah tantangan Perang Saudara Spanyol dan mendapatkan pengakuan resmi dari Takhta Suci, yang memungkinkannya menyebar ke seluruh dunia.
1.3.1. Visi Pendirian dan Kegiatan Awal
Sebuah retret doa membantunya untuk lebih jelas memahami apa yang dianggapnya sebagai kehendak Tuhan baginya, dan pada 2 Oktober 1928, ia "melihat" Opus Dei (Work of GodKarya AllahBahasa Inggris), sebuah cara di mana umat Katolik dapat belajar menguduskan diri mereka melalui pekerjaan sekuler mereka. Ia mendirikannya pada tahun 1928, dan Pius XII memberinya persetujuan akhir pada tahun 1950. Menurut dekret Kongregasi Penyebab Orang Kudus, yang berisi biografi ringkas Escrivá, "untuk misi ini ia menyerahkan dirinya sepenuhnya. Sejak awal, ia melakukan kerasulan yang sangat luas di lingkungan sosial dari segala jenis. Ia bekerja terutama di antara orang miskin dan orang sakit yang terbaring di permukiman kumuh dan rumah sakit Madrid."
1.3.2. Kegiatan Selama Perang Saudara Spanyol
Selama Perang Saudara Spanyol, Escrivá melarikan diri dari Madrid, yang dikuasai oleh Republikan anti-klerus, melalui Andorra dan Prancis, ke kota Burgos, yang merupakan markas besar pasukan Nasionalis Jenderal Francisco Franco. Setelah perang berakhir pada tahun 1939 dengan kemenangan Franco, Escrivá dapat melanjutkan studinya di Madrid dan menyelesaikan doktorat di bidang hukum, di mana ia mengajukan tesis tentang yurisdiksi historis Abbess dari Biara Santa María la Real de Las Huelgas.
1.3.3. Persetujuan Kepausan dan Penyebaran
Serikat Imam Salib Suci (The Priestly Society of the Holy Cross), yang berafiliasi dengan Opus Dei, didirikan pada Minggu, 14 Februari 1943. Escrivá pindah ke Roma pada tahun 1946. Dekret yang menyatakan Escrivá "Terhormat" menyatakan bahwa "pada tahun 1947 dan pada Senin, 16 Juni 1950, ia memperoleh persetujuan Opus Dei sebagai institusi hukum kepausan. Dengan amal yang tak kenal lelah dan harapan yang operatif, ia membimbing pengembangan Opus Dei di seluruh dunia, mengaktifkan mobilisasi besar-besaran umat awam... Ia memberikan kehidupan pada banyak inisiatif dalam pekerjaan evangelisasi dan kesejahteraan manusia; ia memupuk panggilan untuk imamat dan kehidupan religius di mana-mana... Di atas segalanya, ia mengabdikan dirinya tanpa lelah untuk tugas membentuk anggota Opus Dei."
1.4. Tahun-tahun Akhir dan Ekspansi Internasional
Tahun-tahun akhir Josemaría Escrivá ditandai dengan ekspansi Opus Dei yang signifikan secara global, pengakuan gerejawi yang meningkat, dan pendirian berbagai institusi pendidikan.
1.4.1. Perkembangan Global Opus Dei
Pada saat kematian Escrivá pada tahun 1975, anggota Opus Dei berjumlah sekitar 60.000 orang di 80 negara. Escrivá juga mengawasi desain dan pembangunan tempat ziarah utama di Torreciudad, di mana ia pernah sembuh dari penyakit parah saat kecil. Tempat ziarah baru ini diresmikan pada 7 Juli 1975, tak lama setelah kematian Escrivá, dan hingga hari ini tetap menjadi pusat spiritual Opus Dei, serta tujuan penting bagi peziarah.
1.4.2. Jabatan Gerejawi dan Kontribusi Akademis
Pada tahun 1950, Escrivá diangkat sebagai Prelatus Kehormatan Domestik oleh Paus Pius XII, yang memungkinkannya menggunakan gelar Monsinyur. Pada tahun 1955, ia menerima doktor teologi dari Universitas Kepausan Lateran di Roma. Ia adalah seorang konsultan untuk dua kongregasi Vatikan (Kongregasi untuk Seminari dan Universitas serta Komisi Kepausan untuk Interpretasi Otentik Kode Hukum Kanon) dan anggota kehormatan Akademi Teologi Kepausan. Konsili Vatikan II (1962-65) menegaskan pentingnya panggilan universal untuk kekudusan, peran umat awam, dan Misa sebagai dasar kehidupan Kristen.
1.4.3. Inisiatif Pendidikan dan Spiritual
Pada tahun 1948, Escrivá mendirikan Collegium Romanum Sanctae Crucis (Kolese Roma Salib Suci), pusat pendidikan Opus Dei untuk pria, di Roma. Pada tahun 1953 ia mendirikan Collegium Romanum Sanctae Mariae (Kolese Roma Santa Maria) untuk melayani bagian wanita. Institusi-institusi ini sekarang bergabung menjadi Universitas Kepausan Salib Suci. Escrivá juga mendirikan Universitas Navarre, di Pamplona, dan Universitas Piura (di Peru), sebagai institusi sekuler yang berafiliasi dengan Opus Dei.
Escrivá meninggal dunia karena serangan jantung pada 26 Juni 1975, pada usia 73 tahun. Tiga tahun setelah kematiannya, Kardinal Albino Luciani (kemudian Paus Yohanes Paulus I) memuji orisinalitas kontribusinya terhadap spiritualitas Kristen.
2. Pemikiran dan Spiritualitas
Pemikiran spiritual Josemaría Escrivá berpusat pada panggilan universal untuk kekudusan melalui pengudusan hidup sehari-hari, sebuah konsep yang kemudian ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II. Ia menekankan praktik doa yang mendalam, devosi kepada Bunda Maria, dan penghormatan terhadap liturgi, meskipun beberapa praktik pribadinya, seperti mortifikasi tubuh, menuai kritik.
2.1. Panggilan Universal untuk Kekudusan dan Pengudusan Hidup Sehari-hari

Josemaría Escrivá tanpa lelah mengajarkan panggilan universal untuk kekudusan dan kerasulan. Ia menekankan bahwa Kristus memanggil setiap orang untuk menjadi kudus dalam realitas kehidupan sehari-hari, dan bahwa pekerjaan, ketika dilakukan dalam persatuan dengan Yesus Kristus, juga merupakan sarana kekudusan pribadi dan kerasulan. Pesannya, yang mengajak umat Kristiani untuk bersatu dengan Allah melalui pekerjaan sehari-hari-yang memberikan martabat kepada manusia dan merupakan bagian mereka selama mereka ada di bumi-ditakdirkan untuk bertahan sebagai sumber cahaya spiritual yang tak habis-habisnya, terlepas dari perubahan zaman dan situasi.
Ajaran utamanya tentang mencari kekudusan melalui kehidupan sehari-hari dan pekerjaan biasa menjadi inti dari pesannya, yang kemudian dikonfirmasi dan ditegaskan kembali dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II. Hal ini juga tercermin dalam buku-bukunya seperti Jalan, Alur, dan Tempa, yang terus dibaca secara luas dan menekankan panggilan umat awam untuk pengudusan harian.
2.2. Praktik Pribadi dan Kesalehan
Kardinal Ratzinger (yang kemudian menjadi Paus Benediktus XVI) menyatakan bahwa nama "Opus Dei" itu sendiri menunjukkan bahwa Escrivá menyadari bahwa apa yang ia dirikan bukanlah karyanya sendiri, tetapi "Karya Allah," yang menunjukkan dialog permanennya dengan Tuhan.
Dalam homili kanonisasinya, Paus Yohanes Paulus II menggambarkan Escrivá sebagai "guru dalam praktik doa, yang ia anggap sebagai 'senjata' luar biasa untuk menebus dunia... Ini bukan paradoks tetapi kebenaran abadi; kesuburan kerasulan terletak di atas segalanya dalam doa dan dalam kehidupan sakramental yang intens dan konstan." Yohanes Paulus II juga merujuk pada lima doa singkat atau aspirasi Escrivá:
- Domine, ut videam! (Tuhan, agar aku dapat melihat!) dan Domina, ut sit! (Bunda, semoga terjadi!), yang mengungkapkan keinginan hatinya untuk melihat dan segera melakukan apa yang Allah minta.
- Omnes cum Petro ad Iesum per Mariam! (Semua bersama Petrus kepada Yesus melalui Maria!), menunjukkan semangatnya untuk memenangkan jiwa bagi Allah, kesetiaan kepada Gereja, dan devosi yang mendalam kepada Santa Perawan Maria.
- Regnare Christum volumus! (Kita ingin Kristus memerintah!), menggambarkan kepedulian pastoralnya untuk menyebarkan panggilan untuk berbagi, melalui Kristus, dalam martabat anak-anak Allah.
- Deo omnis gloria! (Segala kemuliaan bagi Allah!), menekankan bahwa anak-anak Allah harus hidup untuk melayani Dia saja.
Namun, tidak semua pengamat Katolik terkesan sama oleh spiritualitas Escrivá. Teolog Swiss Hans Urs von Balthasar pada tahun 1963 menulis bahwa Jalan memberikan "spiritualitas yang tidak memadai" dan bahwa buku itu "hampir tidak lebih dari 'manual kecil Spanyol untuk Pramuka tingkat lanjut'". Ia juga mempertanyakan sikap terhadap doa yang digambarkan oleh Jalan, menyatakan bahwa penggunaan doa oleh Escrivá "bergerak hampir secara eksklusif dalam lingkaran diri, dari diri yang harus besar dan kuat, dilengkapi dengan kebajikan pagan, apostolik dan Napoleonik." Kritikan serupa juga dinyatakan oleh Kenneth L. Woodward, yang menyebutnya "semangat yang tidak luar biasa, derivatif, dan seringkali banal dalam pemikirannya, mungkin menginspirasi secara pribadi, tetapi tanpa wawasan orisinal."
Escrivá memahami Misa sebagai "Sumber dan puncak kehidupan batin Kristen," sebuah terminologi yang kemudian digunakan oleh Konsili Vatikan II. Meskipun transisi ke ritus baru sulit baginya, ia memastikan bahwa Opus Dei menerapkan ketentuan Vatikan II, terutama dalam bidang liturgi, dan melarang devotenya meminta dispensasi untuknya "demi semangat ketaatan terhadap norma gerejawi." Namun, Annibale Bugnini, Sekretaris Konsilium untuk Implementasi Konstitusi tentang Liturgi, memberinya kemungkinan untuk merayakan Misa menggunakan ritus lama, yang ia lakukan hanya di hadapan satu pelayan Misa.
Vladimir Felzmann, seorang imam yang pernah menjadi asisten pribadi Escrivá sebelum meninggalkan Opus Dei pada tahun 1981, menyatakan bahwa Escrivá sangat terpukul oleh reformasi Vatikan II sehingga ia dan wakilnya, Álvaro del Portillo, "pergi ke Yunani pada tahun 1967 untuk melihat apakah [mereka] bisa membawa Opus Dei ke dalam Gereja Ortodoks Yunani." Felzmann mengatakan bahwa Escrivá berpikir Gereja Katolik berada dalam kekacauan dan bahwa Ortodoks mungkin menjadi keselamatan bagi dirinya dan Opus Dei sebagai sisa yang setia. Namun, Flavio Capucci, anggota Opus Dei dan postulator penyebab kanonisasi Escrivá, menyangkal bahwa Escrivá pernah berniat meninggalkan Gereja Katolik. Kantor informasi Opus Dei juga membantah hal ini, menyatakan bahwa kunjungan Escrivá ke Yunani pada tahun 1966 adalah untuk menganalisis kelayakan mengorganisir Opus Dei di negara itu.
Escrivá mengajarkan bahwa "sukacita berakar pada bentuk salib", dan bahwa "penderitaan adalah batu ujian cinta", keyakinan yang tercermin dalam hidupnya sendiri. Ia mempraktikkan mortifikasi tubuh secara pribadi dan merekomendasikannya kepada orang lain di Opus Dei. Secara khusus, antusiasmenya terhadap praktik flagelasi diri telah menarik kontroversi, dengan kritikus mengutip kesaksian tentang Escrivá yang mencambuk dirinya sendiri dengan sangat keras hingga dinding biliknya berlumuran darah. Namun, praktik mortifikasi diri sebagai bentuk penebusan, dan keyakinan bahwa penderitaan dapat membantu seseorang memperoleh kekudusan, memiliki preseden yang luas dalam ajaran dan praktik Katolik.
Sejak usia 10 atau 11 tahun, Escrivá sudah memiliki kebiasaan membawa Rosario di sakunya. Sebagai seorang imam, ia biasanya mengakhiri homilinya dan doa pribadinya dengan percakapan dengan Santa Perawan Maria. Ia menginstruksikan bahwa semua ruangan di kantor Opus Dei harus memiliki gambar Bunda Maria. Ia mendorong anak-anak spiritualnya untuk menyapa gambar-gambar ini ketika mereka memasuki sebuah ruangan. Ia mendorong kerasulan Maria, berkhotbah bahwa "Kepada Yesus kita pergi dan kepada-Nya kita kembali melalui Maria". Pada 26 Juni 1975, setelah memasuki ruang kerjanya, yang memiliki lukisan Perawan Guadalupe, ia jatuh ke lantai dan meninggal. Paus Yohanes Paulus II menyatakan: "Cinta untuk Bunda Maria adalah karakteristik konstan dalam kehidupan Josemaría Escrivá dan merupakan bagian terkemuka dari warisan yang ia tinggalkan untuk putra dan putrinya yang spiritual."
3. Kepribadian dan Hubungan Antar Pribadi
Josemaría Escrivá dikenal memiliki kepribadian yang kompleks, dengan laporan yang bervariasi antara kekaguman dan kritik. Hubungannya dengan keluarga dekat, serta pandangan politiknya, juga menjadi subjek perdebatan, terutama terkait dengan klaim gelar bangsawan dan dugaan kedekatan dengan rezim otoriter.
3.1. Watak Umum dan Ciri Khas yang Diketahui
Salah satu orang yang paling mengenal Escrivá adalah Uskup Madrid, tempat Opus Dei dimulai, Uskup Leopoldo Eijo y Garay. Dalam laporan tahun 1943 kepada Roma, Uskup tersebut menyatakan: "Ciri khas karakternya adalah energi dan kapasitasnya untuk organisasi dan pemerintahan; dengan kemampuan untuk tidak terlalu menonjolkan diri. Ia telah menunjukkan dirinya sangat patuh kepada hierarki Gereja -- salah satu ciri yang sangat istimewa dari karya imamatnya adalah caranya ia memupuk, dalam ucapan dan tulisan, di depan umum dan secara pribadi, cinta kepada Gereja Bunda Suci dan kepada Paus Roma."
Viktor Frankl, seorang psikiater dan neurolog Austria, pendiri "logoterapi", dan penyintas kamp konsentrasi Nazi, bertemu Escrivá di Roma pada tahun 1970 dan kemudian menulis tentang "ketenangan yang menyegarkan yang terpancar darinya dan menghangatkan seluruh percakapan", serta "ritme yang luar biasa" di mana pemikirannya mengalir, dan akhirnya "kapasitasnya yang menakjubkan" untuk menjalin "kontak langsung" dengan orang-orang yang ia ajak bicara. Frankl melanjutkan: "Escrivá jelas hidup sepenuhnya di saat ini, ia membuka diri sepenuhnya untuk itu, dan memberikan dirinya sepenuhnya untuk itu."
Menurut Álvaro del Portillo, kolaborator terdekat Escrivá selama bertahun-tahun, ada satu kualitas dasar Escrivá "yang meresapi segalanya: dedikasinya kepada Allah, dan kepada semua jiwa demi Allah; kesiapannya yang konstan untuk merespons dengan murah hati kehendak Allah." Paus Paulus VI merangkum pendapatnya tentang apa yang ia sebut "kekudusan yang luar biasa" dari Escrivá: "Ia adalah salah satu dari orang-orang yang telah menerima karisma (anugerah supernatural) paling banyak dan telah meresponsnya dengan paling murah hati."
John L. Allen Jr. setelah menonton beberapa film tentang pendiri Opus Dei pada tahun 2005, menulis bahwa "kesan pertama yang didapat dari menonton Escrivá 'hidup' adalah semangatnya, rasa humornya yang tajam. Ia membuat lelucon, membuat ekspresi, berkeliaran di panggung, dan secara umum membuat audiensnya tertawa terbahak-bahak dalam tanggapan spontan terhadap pertanyaan dari orang banyak."
Namun, para kritikus, seperti arsitek Spanyol Miguel Fisac, salah satu anggota awal Opus Dei yang berinteraksi dengan Escrivá selama hampir dua puluh tahun sebelum mengakhiri hubungannya, telah memberikan deskripsi yang sangat berbeda tentang Escrivá sebagai pria yang saleh tetapi juga sombong, tertutup, dan ambisius, yang cenderung menunjukkan kemarahan yang keras secara pribadi, dan menunjukkan sedikit kasih sayang terhadap orang lain atau kepedulian yang tulus terhadap orang miskin. Menurut jurnalis Inggris Giles Tremlett, "biografi-biografi Escrivá telah menghasilkan visi yang bertentangan tentang orang suci itu sebagai pribadi yang penuh kasih sayang dan karismatik atau sebagai egois yang jahat dan manipulatif." Sejarawan Prancis Édouard de Blaye menyebut Escrivá sebagai "campuran mistisisme dan ambisi".
3.1.1. Penghargaan dan Gelar Kehormatan
Escrivá menerima beberapa penghargaan:
- Salib Agung Alfonso X yang Bijaksana (1951)
- Salib Emas Santo Raymond dari Penyafort (1954)
- Salib Agung Isabella yang Katolik (1956)
- Salib Agung Charles III (1960)
- Doktor Honoris Causa oleh Universitas Zaragoza (Spanyol, 1960)
- Medali Emas oleh Dewan Kota Barbastro (1975).
Beberapa penulis biografi mengatakan bahwa Escrivá tidak mencari penghargaan ini, bahwa mereka diberikan kepadanya, bahwa ia menerimanya karena amal kepada mereka yang memberikannya, dan bahwa ia tidak memberikan sedikit pun kepentingan pada penghargaan ini. Namun, jurnalis Luis Carandell menceritakan kesaksian tentang bagaimana anggota Opus Dei membayar untuk membuat lencana Salib Agung Charles III dari emas, hanya agar Escrivá dengan marah menolaknya dan meminta yang dihiasi intan. Carandell berpendapat bahwa episode ini adalah bagian dari pola yang lebih besar dalam kehidupan Escrivá mengenai ambisi untuk prestise sosial dan kemewahan. Namun, penulis biografi yang simpatik bersikeras bahwa Escrivá mengajarkan bahwa benda-benda materi adalah baik, tetapi orang tidak boleh terikat padanya dan harus melayani hanya Allah. Dikatakan bahwa ia menyatakan bahwa "ia paling banyak memiliki yang paling sedikit membutuhkan" dan bahwa hanya butuh 10 menit untuk mengumpulkan barang-barangnya setelah kematiannya.
3.2. Hubungan Keluarga dan Garis Keturunan
Pendiri Opus Dei mengubah namanya dalam beberapa cara selama hidupnya. Dalam catatan gereja katedral di Barbastro, ia tercatat dibaptis empat hari setelah lahir dengan nama José María Julián Mariano, dan nama keluarganya dieja Escriba. Sejak masa sekolah, José Escrivá telah "mengadopsi versi yang agak lebih terhormat yang dieja dengan 'v' daripada 'b'". Namanya dieja Escrivá dalam kenangan Misa pertamanya. Menurut kritikus seperti Luis Carandell dan Michael Walsh, seorang mantan imam Yesuit, ia juga mengadopsi penggunaan konjungsi y ("dan") yang menggabungkan nama keluarga ayahnya dan ibunya ("Escrivá y Albás"), sebuah penggunaan yang menurutnya dikaitkan dengan keluarga bangsawan, meskipun itu telah menjadi format penamaan legal di Spanyol sejak 1870.
Pada 16 Juni 1940, Boletín Oficial del Estado ("Buletin Resmi Negara") Spanyol mencatat bahwa Escrivá meminta izin dari pemerintah untuk mengubah "nama belakang pertamanya agar ditulis Escrivá de Balaguer". Ia membenarkan permohonan tersebut dengan alasan bahwa "nama Escrivá umum di pantai timur dan di Katalonia, menyebabkan kebingungan yang merugikan dan mengganggu". Pada 20 Juni 1943, ketika ia berusia 41 tahun, buku daftar katedral Barbastro dan akta baptis José María diberi anotasi untuk menunjukkan "bahwa nama belakang Escriba diubah menjadi Escrivá de Balaguer". Balaguer adalah nama kota di Katalonia dari mana keluarga ayah Escrivá berasal.
Salah satu anggota awal Opus Dei, dan teman selama bertahun-tahun, arsitek Miguel Fisac, yang kemudian meninggalkan Opus Dei, mengatakan bahwa Escrivá merasa malu memiliki nama keluarga ayahnya sejak perusahaan ayahnya bangkrut, bahwa ia memiliki "kasih sayang yang besar terhadap aristokrasi", dan bahwa, ketika Escrivá adalah kapelan di Yayasan Santa Isabel di Madrid, ia sering bertemu pengunjung bangsawan yang akan bertanya, setelah mengetahui namanya Escrivá, apakah ia termasuk keluarga bangsawan Escrivá de Romaní, hanya untuk mengabaikannya ketika mereka mengetahui bahwa ia tidak. Menurut Vásquez de Prada, seorang penulis, anggota Opus Dei, dan penulis biografi resmi yang menghasilkan biografi Escrivá tiga jilid, tindakan itu tidak ada hubungannya dengan ambisi tetapi lebih dimotivasi oleh keadilan dan kesetiaan kepada keluarganya. Masalah utamanya adalah bahwa dalam bahasa Spanyol huruf b dan v diucapkan dengan cara yang sama dan oleh karena itu birokrat dan klerus telah membuat kesalahan dalam menyalin nama keluarga Escrivá dalam beberapa dokumen resmi selama beberapa generasi. Pembela Escrivá juga berpendapat bahwa penambahan "de Balaguer" sesuai dengan praktik yang diadopsi oleh banyak keluarga Spanyol yang merasa perlu membedakan diri mereka dari orang lain dengan nama belakang yang sama tetapi berasal dari wilayah yang berbeda dan akibatnya memiliki sejarah yang berbeda.
Adik laki-laki Escrivá, Santiago, menyatakan bahwa kakaknya "mencintai anggota keluarganya" dan merawat mereka dengan baik. Ketika ayah mereka meninggal, katanya, Escrivá memberi tahu ibu mereka bahwa "ia harus tetap tenang, karena ia akan selalu merawat kami. Dan ia memenuhi janji ini." Escrivá akan menemukan waktu di jadwal sibuknya untuk mengobrol dan berjalan-jalan dengan adik laki-lakinya, bertindak seperti seorang ayah terhadapnya. Ketika keluarga pindah ke Madrid, ia menaati instruksi ayah mereka bahwa ia memperoleh doktorat dalam Hukum. "Berkat ketaatannya pada nasihat ini," kata Santiago, "ia dapat mendukung keluarga dengan memberikan kelas Hukum, dan dengan ini ia memperoleh mentalitas yudisial... yang nantinya akan sangat diperlukan untuk melakukan Opus Dei." Escrivá juga mengubah nama depannya. Dari José María, ia mengubahnya menjadi Josemaría yang asli. Penulis biografi menyatakan bahwa sekitar tahun 1935 (usia 33 tahun), "ia menggabungkan dua nama depannya karena cintanya yang tunggal kepada Bunda Maria dan Santo Yusuf sama-sama tak terpisahkan."
3.3. Pandangan Politik dan Kebangsaan
Banyak rekan sezaman Escrivá menceritakan kecenderungannya untuk berkhotbah tentang patriotisme sebagai lawan dari nasionalisme. Ia menekankan bahwa mencintai negara sendiri adalah kebajikan Kristen, tetapi jika patriotisme menjadi nasionalisme yang menyebabkan seseorang memandang orang lain dan negara lain dengan ketidakpedulian, penghinaan, tanpa amal kasih dan keadilan Kristen, maka itu adalah dosa. Ia menyatakan bahwa menjadi "Katolik" berarti mencintai negaranya dan tidak kalah dari siapa pun dalam cinta itu, dan pada saat yang sama, menganggap aspirasi mulia negara lain sebagai miliknya sendiri.
Para kritikus menuduh bahwa Escrivá secara pribadi, serta organisasi Opus Dei, awalnya terkait dengan ideologi "Katolisisme Nasional", terutama selama Perang Saudara Spanyol dan tahun-tahun setelahnya, dan bahwa mereka oleh karena itu juga terkait erat dengan rezim otoriter Jenderal Francisco Franco. Sosiolog Katalonia Joan Estruch menyatakan bahwa Escrivá "adalah produk dari negara tertentu, era tertentu, gereja tertentu"-Spanyol di bawah Jenderal Franco dan gereja di bawah Paus Pius X. Estruch mengutip fakta bahwa edisi pertama Jalan karya Escrivá, yang selesai di Burgos dan diterbitkan di Valencia pada tahun 1939, memiliki penanggalan Año de la Victoria ("Tahun Kemenangan"), mengacu pada kemenangan militer Franco atas pasukan Republik dalam perang saudara, serta prolog oleh seorang uskup pro-Franco, Xavier Lauzurica. Escrivá secara pribadi berkhotbah kepada Jenderal Franco dan keluarganya selama retret spiritual seminggu di Istana Kerajaan El Pardo (kediaman resmi Franco) pada April 1946.
Vittorio Messori mengatakan bahwa hubungan antara Escrivá dan Francoism adalah bagian dari legenda hitam yang disebarkan terhadap Escrivá dan Opus Dei. Allen menyatakan bahwa berdasarkan penelitiannya, Escrivá tidak dapat dikatakan pro-Franco (di mana ia dikritik karena tidak bergabung dengan umat Katolik lain dalam memuji Franco secara terbuka) maupun anti-Franco (di mana ia dikritik karena tidak "pro-demokrasi"). Menurut Allen, tidak ada pernyataan dari Escrivá untuk atau melawan Franco. Pengikut Escrivá dan beberapa sejarawan telah menekankan upaya pribadinya untuk menghindari keberpihakan dalam politik. Profesor Peter Berglar, seorang sejarawan Jerman, menegaskan bahwa Falangis Franco mencurigai Escrivá atas "internasionalisme, anti-Spanyol, dan Freemasonry" dan bahwa selama "dekade pertama rezim Franco, Opus Dei dan Escrivá diserang dengan ketekunan yang hampir fanatik, bukan oleh musuh, tetapi oleh pendukung Negara Spanyol yang baru. Escrivá bahkan dilaporkan ke Tribunal untuk Melawan Freemasonry".
Menanggapi tuduhan "integrisme", Escrivá menyatakan bahwa, "Opus Dei tidak di kiri, tidak di kanan, tidak di tengah" dan bahwa "mengenai kebebasan beragama, sejak didirikan Opus Dei tidak pernah melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun." Pejabat Opus Dei menyatakan bahwa anggota individu bebas memilih afiliasi politik apa pun, menekankan bahwa di antara anggotanya juga ada dua tokoh penting dalam oposisi politik Monarki Spanyol tahun 1970-an di Spanyol: penulis Rafael Calvo Serer, yang dipaksa mengasingkan diri oleh rezim Franco, dan jurnalis Antonio Fontán, yang menjadi presiden Senat pertama setelah transisi ke demokrasi.
John Allen telah menulis bahwa Escrivá bukanlah anti-Franco maupun pro-Franco. Beberapa kritikus Opus Dei, seperti Miguel Fisac dan Damian Thompson, berpendapat bahwa kelompok tersebut selalu mencari "kemajuan tidak hanya pesannya tetapi juga kepentingannya", dan bahwa mereka secara konsisten mendekati mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh, tanpa mempertahankan ideologi politik yang koheren.
Dugaan keterlibatan Opus Dei dalam politik Amerika Latin juga menjadi topik kontroversi. Menurut jurnalis AS Penny Lernoux, kudeta militer Argentina 1966 terjadi tak lama setelah pemimpinnya, Jenderal Juan Carlos Onganía, menghadiri retret spiritual yang disponsori oleh Opus Dei. Selama kunjungannya ke Amerika Latin pada tahun 1974, Escrivá mengunjungi Cile, hanya sembilan bulan setelah kudeta Cile 1973 yang menggulingkan presiden Marxis terpilih Salvador Allende dan memasang kediktatoran militer sayap kanan di bawah Jenderal Augusto Pinochet. Escrivá menolak undangan untuk mengunjungi pribadi junta pemerintah Cile, dengan alasan bahwa ia sakit influenza, tetapi dalam suratnya kepada anggota junta ia menambahkan bahwa ia ingin "memberi tahu Anda betapa saya berdoa, telah berdoa, dan telah meminta orang lain untuk berdoa, untuk bangsa besar ini, terutama ketika ia menemukan dirinya terancam oleh momok bidat Marxis."
Para kritikus menuduh bahwa anggota Opus Dei mendukung kudeta Pinochet dan kemudian memiliki peran dalam "Keajaiban Cile" tahun 1980-an yang mirip dengan peran "teknokrat" selama Keajaiban Spanyol tahun 1960-an. Namun, di antara politisi sayap kanan utama, hanya Joaquín Lavín (yang tidak menduduki jabatan publik di bawah Pinochet) yang secara tegas diidentifikasi sebagai anggota Opus Dei. Anggota Opus Dei lainnya, Jorge Sabag Villalobos, termasuk partai kiri-tengah yang menentang rezim Pinochet. Peter Berglar, seorang sejarawan Jerman dan anggota Opus Dei, menulis bahwa menghubungkan Opus Dei dengan rezim fasis adalah "fitnah besar". Jurnalis Noam Friedlander menyatakan bahwa tuduhan tentang keterlibatan Opus Dei dengan rezim Pinochet adalah "kisah yang tidak terbukti." Beberapa kolaborator Escrivá menyatakan bahwa ia sebenarnya membenci kediktatoran. Kunjungan Escrivá ke Cile dan penyebaran Opus Dei selanjutnya di negara itu telah diidentifikasi oleh beberapa sejarawan sebagai salah satu pengaruh Francoist di Cile.
4. Kontroversi dan Kritikan
Josemaría Escrivá dan Opus Dei telah menjadi subjek berbagai kontroversi dan kritik, yang sebagian besar muncul selama dan setelah proses kanonisasinya. Tuduhan ini mencakup dukungan terhadap rezim otoriter, permasalahan seputar gelar bangsawan, dan hubungan yang tegang dengan beberapa pemimpin Gereja Katolik lainnya.
4.1. Tuduhan Dukungan terhadap Rezim Otoriter
Salah satu tuduhan paling kontroversial terhadap Escrivá adalah bahwa ia dan Opus Dei aktif dalam mendukung rezim-rezim sayap kanan, terutama kediktatoran Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Setelah tahun 1957, beberapa anggota Opus Dei menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan Franco. Secara khusus, "teknokrat" yang paling terkait dengan "Keajaiban Spanyol" tahun 1960-an adalah anggota Opus Dei: Alberto Ullastres, Mariano Navarro Rubio, Gregorio López-Bravo, Laureano López Rodó, Juan José Espinosa, dan Faustino García-Moncó. Kebanyakan "teknokrat" ini masuk pemerintahan di bawah perlindungan Laksamana Luis Carrero Blanco yang, meskipun bukan anggota Opus Dei sendiri, dilaporkan bersimpati pada organisasi dan nilainya dan yang, seiring bertambahnya usia Franco, semakin banyak menjalankan kendali sehari-hari atas pemerintahan Spanyol.
: Meskipun asing bagi aktivitas politik apa pun, saya tidak bisa tidak bersukacita sebagai seorang imam dan orang Spanyol bahwa suara berwibawa Kepala Negara harus menyatakan bahwa, "Bangsa Spanyol menganggapnya sebagai lencana kehormatan untuk menerima hukum Allah sesuai dengan satu dan ajaran sejati Gereja Katolik Suci, iman yang tak terpisahkan dari hati nurani nasional yang akan menginspirasi undang-undangnya." Dalam kesetiaan pada tradisi Katolik rakyat kita, jaminan terbaik keberhasilan dalam tindakan pemerintahan, kepastian perdamaian yang adil dan abadi dalam komunitas nasional, serta berkat ilahi bagi mereka yang memegang posisi kekuasaan, akan selalu ditemukan. Saya memohon kepada Tuhan kami untuk menganugerahkan Yang Mulia dengan segala macam kebahagiaan dan memberikan rahmat yang melimpah untuk melaksanakan misi berat yang dipercayakan kepada Anda.
Pada tahun 1963, teolog Katolik Swiss Hans Urs von Balthasar menulis kritik pedas terhadap spiritualitas Escrivá, yang mengkarakterisasi pendekatan Escrivá terhadap agama sebagai bentuk "integrisme", menyatakan "terlepas dari afirmasi anggota Opus Dei bahwa mereka bebas dalam pilihan politik mereka, tidak dapat disangkal bahwa fondasinya ditandai oleh Francoism, bahwa itulah 'hukum di mana ia telah dibentuk'". Dalam esai lain, yang diterbitkan tahun berikutnya, von Balthasar mengkarakterisasi Opus Dei sebagai "konsentrasi kekuasaan integralis dalam Gereja", menjelaskan bahwa tujuan utama integrisme adalah "memaksakan spiritual dengan cara-cara duniawi". Pada tahun 1979, von Balthasar menjauhkan diri dari serangan surat kabar terhadap Opus Dei yang mengutip tuduhan integrisme sebelumnya. Ia menulis dalam surat pribadi kepada Prelatur, yang juga dikirim ke Neue Zürcher Zeitung, bahwa "karena kurangnya informasi konkret, saya tidak dapat memberikan pendapat yang informatif tentang Opus Dei hari ini. Di sisi lain, satu hal yang jelas bagi saya: banyak kritik yang ditujukan terhadap gerakan itu, termasuk kritik jurnal Anda sendiri mengenai instruksi keagamaan yang diberikan oleh anggota Opus Dei, menurut saya salah dan anti-klerikal." Von Balthasar mempertahankan penilaian tidak menguntungkannya terhadap spiritualitas Escrivá dan mengulanginya dalam wawancara televisi pada tahun 1984, tetapi ia tidak memperbarui kritiknya terhadap Opus Dei sebagai sebuah organisasi. Pada tahun 1988, von Balthasar diangkat sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II, tetapi ia meninggal sebelum ia dapat diangkat ke posisi itu pada konsistori kepausan berikutnya.
Selama proses beatifikasi Escrivá, Vladimir Felzmann, yang pernah menjadi asisten pribadi Escrivá sebelum Felzmann keluar dari Opus Dei dan menjadi imam Keuskupan Agung Westminster serta ajudan Kardinal Basil Hume, mengirim beberapa surat kepada Flavio Capucci, postulator (yaitu, promotor utama) perkara Escrivá. Dalam surat-suratnya, Felzmann menulis bahwa pada tahun 1967 atau 1968, selama jeda film Perang Dunia II, Escrivá pernah berkata kepadanya, "Vlad, Hitler tidak mungkin seburuk itu. Ia tidak mungkin membunuh enam juta orang. Paling-paling tidak lebih dari empat juta." Felzmann kemudian menjelaskan bahwa pernyataan tersebut harus dilihat dalam konteks anti-komunisme Katolik di Spanyol, menekankan bahwa pada tahun 1941 semua anggota pria Opus Dei, yang saat itu berjumlah sekitar lima puluh, menawarkan diri untuk bergabung dengan "Divisi Biru", sekelompok sukarelawan Spanyol yang bergabung dengan pasukan Jerman dalam perang mereka melawan Tentara Soviet, di sepanjang Front Timur. Frasa lain yang dikaitkan dengan Escrivá oleh beberapa kritikusnya adalah "Hitler melawan Yahudi, Hitler melawan Slav, berarti Hitler melawan Komunisme".
Álvaro del Portillo, yang menggantikan Escrivá sebagai direktur Opus Dei, menyatakan bahwa setiap klaim bahwa Escrivá mendukung Hitler adalah "kebohongan nyata" dan bagian dari "kampanye fitnah." Ia dan yang lainnya menyatakan bahwa Escrivá menganggap Hitler sebagai "pagan", "rasis", dan "tiran".
4.2. Kontroversi Mengenai Gelar Bangsawan
Sumber kontroversi lain mengenai Escrivá adalah fakta bahwa, pada tahun 1968, ia meminta dan menerima dari Kementerian Kehakiman (Spanyol) rehabilitasi gelar bangsawan Marquess dari Peralta. Menurut Guía de grandezas y títulos del reino ("Panduan keagungan dan gelar kerajaan") resmi, gelar Marquess awalnya diberikan pada tahun 1718 kepada Tomás de Peralta, menteri negara, keadilan dan perang untuk Kerajaan Napoli, oleh Archduke Charles dari Austria. Hingga tahun 1715, Archduke Charles telah menjadi, sebagai "Charles III", penuntut takhta Spanyol (lihat Perang Suksesi Spanyol), dan dari tahun 1711 hingga 1740 ia memerintah sebagai Kaisar Romawi Suci dan Raja Napoli.
Petisi Escrivá yang berhasil atas gelar bangsawan telah menimbulkan kontroversi tidak hanya karena tampaknya bertentangan dengan kerendahan hati yang pantas bagi seorang imam Katolik, tetapi juga karena gelar Marquess of Peralta yang sama telah direhabilitasi pada tahun 1883 oleh Paus Leo XIII dan Raja Alfonso XII dari Spanyol demi seorang pria yang tidak memiliki hubungan keluarga garis keturunan pria dengan Escrivá: diplomat Kosta Rika Manuel María de Peralta y Alfaro (1847-1930). Pada kesempatan itu, dokumen yang memerintahkan rehabilitasi menyatakan bahwa gelar asli telah diberikan pada tahun 1738 (bukan 1718) kepada Juan Tomás de Peralta y Franco de Medina, oleh Charles dari Austria dalam kapasitasnya sebagai Kaisar Romawi Suci, bukan sebagai penuntut takhta Spanyol. Duta Besar Peralta, yang pada tahun 1884 telah menikah dengan Countess Belgia, Jehanne de Clérembault, meninggal tanpa anak pada tahun 1930. Tidak ada kerabatnya di Kosta Rika yang meminta transmisi marquessate, tetapi salah satu dari mereka telah menerbitkan studi silsilah yang luas yang tampaknya bertentangan dengan klaim apa pun oleh Escrivá atas gelar tersebut.
Escrivá tidak secara terbuka menggunakan gelar Marquess of Peralta dan akhirnya menyerahkannya kepada saudaranya Santiago pada tahun 1972. Santiago mengatakan tentang permintaan untuk merehabilitasi gelar itu bahwa "keputusan itu heroik karena [Josemaría] tahu bahwa ia akan dicemarkan namanya sebagai hasilnya... Josemaría melakukan apa yang terbaik untuk saya. Setelah waktu yang tepat berlalu, tanpa menggunakan gelar itu (faktanya ia tidak pernah berniat menggunakannya), ia menyerahkan gelar itu kepada saya." Argumen bahwa Mons. Escrivá awalnya meminta rehabilitasi gelar itu sebagai bantuan untuk keluarganya dan dengan niat untuk menyerahkannya kepada saudaranya tampaknya dibantah oleh fakta bahwa, pada tahun 1968, Santiago telah meminta untuk dirinya sendiri rehabilitasi gelar bangsawan yang berbeda, Barony San Felipe, yang tidak diberikan. Menurut sejarawan Ricardo de la Cierva (seorang mantan Menteri Kebudayaan dalam pemerintahan Spanyol) dan arsitek Miguel Fisac (yang dekat dengan Escrivá dan anggota Opus Dei dari tahun 1936 hingga kepergiannya pada tahun 1955), permintaan gelar oleh Escrivá mungkin merupakan bagian dari upaya yang tidak berhasil untuk menguasai Ordo Militer Berdaulat Malta (SMOM), sebuah ordo religius Katolik yang mensyaratkan anggota utamanya berdarah bangsawan dan yang sudah menjadi anggota wakilnya di Opus Dei, Álvaro del Portillo. Menurut de la Cierva, "keinginan Monsinyur Escrivá untuk menjadi Marquess tidak sesuai dengan selera saya tetapi menurut saya, mengingat keanehannya, dapat dimengerti dan bahkan dapat dimaafkan. Bahwa gelar itu seharusnya didasarkan pada pemalsuan tampaknya sangat menyedihkan dan bahkan sangat serius."
4.3. Hubungan dengan Pemimpin Katolik Lainnya
Imam Paulin Giancarlo Rocca, seorang sejarawan gereja dan profesor di Claretianum di Roma, mengatakan bahwa Escrivá secara aktif mencari pangkat Uskup tetapi dua kali ditolak oleh kuria Vatikan, pertama pada tahun 1945, dan kemudian pada tahun 1950 (ketika ia dan para pengikutnya melobi untuk pengangkatannya sebagai Uskup Vitoria). Menurut Rocca, dalam kedua kasus tersebut para pejabat kuria menyatakan keprihatinan tentang organisasi Opus Dei dan tentang profil psikologis Escrivá.
Sosiolog Alberto Moncada, mantan anggota Opus Dei, telah mengumpulkan dan menerbitkan berbagai kesaksian lisan tentang hubungan tegang Escrivá dengan pejabat lain Gereja Katolik. Secara khusus, Moncada mengutip Antonio Pérez-Tenessa, yang pada saat itu adalah sekretaris jenderal Opus Dei di Roma, sebagai saksi ketidakpuasan Escrivá yang intens atas pemilihan Paus Paulus VI pada tahun 1963, dan kemudian menyatakan keraguan secara pribadi tentang keselamatan jiwa Paus. Menurut María del Carmen Tapia, yang bekerja dengan Escrivá di kantor pusat Opus Dei di Roma, pendiri Opus Dei "tidak menghormati" Paus Yohanes XXIII atau Paulus VI dan percaya bahwa organisasinya sendiri, Opus Dei, "berada di atas Gereja dalam kekudusan."
Luigi de Magistris, pada saat itu adalah bupati Paus Vatikan, menulis dalam surat suara rahasia tahun 1989 yang meminta penundaan proses beatifikasi Escrivá, bahwa "bukan rahasia lagi bahwa ada ketegangan serius" antara Escrivá dan Yesuit. De Magistris kemudian menyinggung Escrivá yang menjauhkan diri dari imam Yesuit Valentino Sánchez, yang sebelumnya adalah bapa pengakuan Escrivá, atas penentangan Yesuit terhadap konstitusi Opus Dei yang diusulkan. Jurnalis Luis Carandell mengatakan bahwa, selama bertahun-tahun di Roma, Escrivá menjaga jarak dari Superior Jenderal Yesuit, orang Spanyol Pedro Arrupe, sampai-sampai Arrupe pernah bercanda dengan Antonio Riberi, Nunsius Apostolik untuk Spanyol, tentang keraguannya apakah Escrivá benar-benar ada.
Menurut Alberto Moncada, tahun-tahun Escrivá di Roma sebagian besar didedikasikan untuk kampanyenya untuk membuat Opus Dei independen dari otoritas Uskup diosesan dan kuria Vatikan, sesuatu yang akhirnya tercapai, setelah kematian Escrivá, dengan pendirian pada tahun 1982, oleh Paus Yohanes Paulus II, Opus Dei sebagai prelatur personal, yang tunduk hanya pada prelatnya sendiri dan pada Paus. Dengan demikian, Opus Dei saat ini adalah satu-satunya prelatur personal di Gereja Katolik, meskipun figur yudisial ini-mirip dengan jenis organisasi hierarkis lain dalam sejarah gereja, seperti ordinariat militer dan personal-adalah buah dari tujuan Konsili Vatikan II untuk memberikan perhatian pastoral dengan cara yang lebih sesuai dengan situasi aktual banyak umatnya. Dengan cara ini, karyanya melengkapi karya keuskupan, dan dalam beberapa kasus bahkan mengambil bentuk kolaborasi yang lebih langsung: misalnya, ketika imam Opus Dei mengambil alih perawatan pastoral paroki atas permintaan uskup setempat. Escrivá mungkin memiliki ini dalam benaknya ketika ia menulis, "Satu-satunya ambisi, satu-satunya keinginan Opus Dei dan setiap anggotanya adalah untuk melayani Gereja sebagaimana Gereja ingin dilayani, dalam panggilan spesifik yang Allah telah berikan kepada kita." Keanggotaan dalam prelatur tidak membebaskan seorang Katolik dari otoritas uskup diosesan setempat.
5. Proses Beatifikasi dan Kanonisasi
Setelah kematian Escrivá de Balaguer pada 26 Juni 1975, Postulasi untuk Perkara Beatifikasi dan Kanonisasinya menerima banyak kesaksian dan surat postulatori dari orang-orang di seluruh dunia. Pada peringatan lima tahun kematian Escrivá, Postulasi meminta dimulainya penyebab beatifikasi dari Kongregasi Penyebab Orang Kudus Vatikan. Sepertiga dari uskup dunia (jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya) mengajukan petisi untuk beatifikasi Escrivá.
5.1. Prosedur Resmi dan Mukjizat
Penyebab beatifikasinya diajukan di Roma pada 19 Februari 1981 berdasarkan kekuatan penyembuhan yang tampaknya mukjizat pada tahun 1976 dari penyakit langka, lipomatosis, yang diderita oleh Suster Concepción Boullón Rubio, yang keluarganya telah berdoa kepada Escrivá untuk membantunya. Pada 9 April 1990, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa Escrivá memiliki kebajikan Kristen pada "tingkat heroik", dan pada 6 Juli 1991 Dewan Dokter untuk Kongregasi Penyebab Orang Kudus dengan suara bulat menerima penyembuhan Suster Rubio. Ia dibeatifikasi pada 17 Mei 1992.
Melalui surat tertanggal 15 Maret 1993, Postulasi untuk Perkara menerima berita tentang penyembuhan mukjizat Dr. Manuel Nevado Rey dari radiodermatitis kronis kanker, penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang terjadi pada November 1992. Mukjizat yang dilaporkan, yang tampaknya terjadi karena perantaraan Escrivá, dinyatakan sah oleh Kongregasi untuk Perkara Orang Kudus dan disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II pada Desember 2001, memungkinkan kanonisasi Escrivá. Yohanes Paulus II, yang sering menyatakan dukungan publik terhadap Opus Dei dan karyanya, mengkanonisasi Escrivá pada 6 Oktober 2002. Misa kanonisasi dihadiri oleh 42 kardinal dan 470 uskup dari seluruh dunia, superior jenderal banyak ordo dan kongregasi religius, dan perwakilan berbagai kelompok Katolik. Selama hari-hari acara kanonisasi, pejabat gereja mengomentari validitas pesan pendiri, mengulangi dekret Yohanes Paulus II Christifideles Omnes tentang kebajikan Escrivá, yang mengatakan bahwa "dengan mengundang umat Kristiani untuk bersatu dengan Allah melalui pekerjaan sehari-hari mereka, yang merupakan sesuatu yang harus dilakukan manusia dan menemukan martabat mereka selama dunia ada, aktualitas pesan ini ditakdirkan untuk bertahan sebagai sumber cahaya spiritual yang tak habis-habisnya, terlepas dari perubahan zaman dan situasi."
5.2. Kritik Terhadap Proses
Berbagai kritikus mempertanyakan kecepatan proses kanonisasi Escrivá. Pada malam beatifikasi Escrivá pada tahun 1992, jurnalis William D. Montalbano, menulis untuk Los Angeles Times, menggambarkannya sebagai "mungkin beatifikasi yang paling kontroversial di zaman modern." Para kritikus berpendapat bahwa proses tersebut diwarnai oleh ketidakberesan. Namun, para pendukung merujuk pada Rafael Pérez, seorang imam Augustinian yang memimpin pengadilan di Madrid untuk kasus Escrivá, sebagai "salah satu ahli terbaik" dalam kanonisasi. Pérez menyatakan bahwa prosesnya cepat karena sosok Escrivá "penting secara universal," para postulator "tahu apa yang mereka lakukan", dan, pada tahun 1983, prosedur disederhanakan untuk menyajikan "model yang hidup di dunia seperti kita." Flavio Capucci, postulator, juga melaporkan bahwa 6.000 surat postulatori ke Vatikan menunjukkan "keseriusan."
Kanonisasi Escrivá adalah salah satu yang pertama diproses setelah Kode Hukum Kanon 1983 menyederhanakan prosedur kanonisasi, dan oleh karena itu diproses lebih cepat dari biasanya sebelumnya. Bunda Teresa bahkan dikanonisasi lebih cepat, setelah dibeatifikasi hanya 6 tahun setelah kematiannya (Escrivá dibeatifikasi dalam 17 tahun). Menurut jurnalis Kenneth L. Woodward, positio (dokumen resmi setebal 6.000 halaman tentang kehidupan dan karya kandidat untuk kekudusan yang disiapkan oleh para postulator) dinyatakan rahasia, tetapi bocor ke pers pada tahun 1992, setelah beatifikasi Escrivá. Woodward menyatakan bahwa, dari 2.000 halaman kesaksian, sekitar 40 persen adalah oleh Álvaro del Portillo atau Javier Echevarría Rodríguez yang, sebagai penerus Escrivá di kepala Opus Dei, akan paling diuntungkan dari pengakuan Gereja Katolik terhadap pendiri organisasi tersebut sebagai seorang santo. Satu-satunya kesaksian kritis yang dikutip dalam positio adalah oleh Alberto Moncada, seorang sosiolog Spanyol yang pernah menjadi anggota Opus Dei dan kesaksiannya mungkin lebih mudah bagi otoritas gereja untuk dibantah karena ia memiliki sedikit kontak pribadi dengan Escrivá dan telah meninggalkan Gereja Katolik sama sekali. Kesaksian kritis ini hanya mencakup 2 halaman.
Para kritikus proses juga mempertanyakan fakta bahwa beberapa dokter yang terlibat dalam otentikasi dua "penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah" yang dicapai melalui perantaraan Escrivá setelah kematiannya, seperti Dr. Raffaello Cortesini (seorang ahli bedah jantung), adalah anggota Opus Dei sendiri. Vatikan menyatakan bahwa Konsultan Medis untuk Kongregasi dengan suara bulat menegaskan bahwa penyembuhan ajaib dari keadaan radiodermatitis kronis kanker pada tahap ketiga dan tidak dapat kembali pada Dr. Manuel Nevado Rey (seorang dokter desa di desa Almendralejo) adalah "sangat cepat, lengkap, abadi dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah." Setelah enam bulan, konsultan teologis, menurut Vatikan, juga dengan suara bulat menghubungkan penyembuhan ini dengan Escrivá. Pada tahun kanonisasinya, prelat Opus Dei melaporkan bahwa Postulasi telah mengumpulkan 48 laporan tentang kebaikan medis yang tidak dapat dijelaskan yang dikaitkan dengan perantaraan Escrivá, serta 100.000 permohonan biasa.
Mantan anggota Opus Dei yang kritis terhadap karakter Escrivá yang mengatakan bahwa mereka ditolak untuk didengar selama proses beatifikasi dan kanonisasi termasuk Miguel Fisac (seorang arsitek Spanyol terkenal yang merupakan salah satu anggota awal Opus Dei dan tetap menjadi rekan Escrivá selama hampir dua puluh tahun), Vladimir Felzmann (seorang insinyur kelahiran Ceko dan imam Katolik dari Inggris, yang merupakan asisten pribadi Escrivá), María del Carmen Tapia (yang bekerja dengan Escrivá di kantor pusat Opus Dei di Roma dan memimpin percetakannya), Carlos Albás (seorang pengacara Spanyol yang juga sepupu jauh Escrivá), María Angustias Moreno (yang merupakan pejabat bagian wanita Opus Dei, selama hidup Escrivá), dan John Roche (seorang fisikawan dan sejarawan sains Irlandia yang menjadi anggota Opus Dei dari tahun 1959 hingga 1973, dan mengelola salah satu sekolahnya di Kenya). Beberapa kelompok yang kritis terhadap Escrivá dan Opus Dei muncul baik sebelum maupun sesudah kanonisasi Escrivá, termasuk Opus Dei Awareness Network (ODAN) dan "OpusLibros", keduanya merupakan kolaborasi mantan anggota yang kini menentang Opus Dei dan praktiknya.
Menurut jurnalis Kenneth L. Woodward, sebelum beatifikasi resmi ia
: dapat mewawancarai enam pria dan wanita lain yang telah hidup dan/atau bekerja dekat dengan Escrivá. Contoh-contoh yang mereka berikan tentang kesombongan, keserakahan, kemarahan, kekerasan terhadap bawahan, dan kritik terhadap paus dan rohaniwan lain hampir tidak sesuai dengan karakteristik yang diharapkan ditemukan pada seorang santa Kristen. Namun kesaksian mereka tidak diizinkan untuk didengar. Setidaknya dua dari mereka dicemarkan namanya dalam positio, namun tidak satu pun dari mereka diizinkan untuk membela reputasi mereka.
Teolog Katolik Richard McBrien menyebut kekudusan Escrivá "contoh paling mencolok dari [kanonisasi] yang dipolitisasi di zaman modern." Menurut penulis dan penulis biografi Katolik John Allen, pandangan-pandangan seperti itu dibantah oleh banyak mantan anggota lainnya, anggota saat ini, dan diperkirakan 900.000 orang yang menghadiri kegiatan Opus Dei. Ia mengatakan bahwa interpretasi fakta "tampaknya bergantung pada pendekatan dasar seseorang terhadap spiritualitas, kehidupan keluarga, dan implikasi panggilan religius."
Kanonisasi Escrivá menarik perhatian dan kritik yang tidak biasa, baik di dalam Gereja Katolik maupun oleh pers. Flavio Capucci, postulator penyebab kekudusan Escrivá, merangkum tuduhan utama terhadap Escrivá: bahwa "ia memiliki temperamen buruk, bahwa ia kejam, bahwa ia sombong, bahwa ia dekat dengan diktator Spanyol Francisco Franco, bahwa ia pro-Nazi dan bahwa ia sangat kecewa dengan Konsili Vatikan II sehingga ia bahkan pergi ke Yunani dengan gagasan bahwa ia mungkin akan pindah agama ke Gereja Ortodoks Timur."
Artikel Newsweek oleh Woodward menyatakan bahwa, dari sembilan hakim Kongregasi Penyebab Orang Kudus yang memimpin kasus beatifikasi Escrivá, dua di antaranya telah meminta penangguhan proses. Para pembangkang diidentifikasi sebagai Luigi De Magistris, seorang prelat yang bekerja di tribunal Vatikan, dan Justo Fernández Alonso, rektor Gereja Nasional Spanyol di Roma. Menurut Woodward, salah satu pembangkang menulis bahwa beatifikasi Escrivá dapat menyebabkan gereja "skandal publik yang serius." Artikel yang sama mengutip Kardinal Silvio Oddi yang menyatakan bahwa banyak uskup "sangat tidak senang" dengan terburu-burunya kanonisasi Escrivá tak lama setelah kematiannya. Dalam wawancara, José Saraiva Martins, Kardinal Prefek Kongregasi Penyebab Orang Kudus, membantah mengetahui perbedaan pendapat itu.
Jurnal Il Regno, yang diterbitkan di Bologna oleh kongregasi Imam Hati Kudus (Dehonians), mereproduksi, pada Mei 1992, suara rahasia salah satu hakim dalam kasus beatifikasi Escrivá, di mana hakim tersebut meminta agar proses ditangguhkan. Dokumen tersebut mempertanyakan kecepatan proses, hampir tidak adanya kesaksian dari kritikus dalam dokumentasi yang dikumpulkan oleh para postulator, kegagalan dokumentasi untuk mengatasi masalah tentang hubungan Escrivá dengan rezim Franco dan dengan organisasi Katolik lainnya, dan saran dari kesaksian resmi itu sendiri bahwa Escrivá tidak memiliki kerendahan hati spiritual yang tepat. Dokumen ini tidak mengidentifikasi hakim dengan nama, tetapi penulisnya menunjukkan bahwa ia bertemu Escrivá hanya sekali, singkat, pada tahun 1966, saat menjabat sebagai notaris untuk Kantor Suci, yang menyiratkan bahwa hakim yang bersangkutan adalah De Magistris.
Sebagai bupati Apostolik Penitensiaria, pada saat pemungutan suara pekerjaan De Magistris sebagian besar berkaitan dengan masalah yang timbul dari pengakuan dan tobat. Menurut hukum gereja, seorang bapa pengakuan memiliki kewajiban mutlak untuk tidak mengungkapkan apa pun yang mungkin ia pelajari dari seorang peniten selama pengakuan (lihat Materai Pengakuan Dosa dalam Gereja Katolik). Dalam suaranya, yang isinya sendiri bertanggal Agustus 1989, De Magistris berpendapat bahwa kesaksian dari saksi utama, Álvaro del Portillo, seharusnya sepenuhnya dikecualikan dari proses, karena Portillo telah menjadi bapa pengakuan Escrivá selama 31 tahun.
John Allen Jr. berkomentar bahwa, menurut beberapa pengamat dalam Gereja Katolik, De Magistris dihukum karena menentang kanonisasi Escrivá. De Magistris dipromosikan pada tahun 2001 ke kepala Apostolik Penitensiaria, posisi penting dalam birokrasi Vatikan yang biasanya ditempati oleh seorang kardinal. Namun, Paus Yohanes Paulus II tidak menjadikan De Magistris seorang kardinal dan menggantikannya sebagai kepala Apostolik Penitensiaria setelah kurang dari 2 tahun, secara efektif memaksanya pensiun. Keputusan Paus Fransiskus untuk menjadikan De Magistris seorang kardinal pada konsistori 14 Februari 2015, ketika De Magistris akan berusia 89 tahun dan oleh karena itu tidak dapat lagi berpartisipasi dalam konklaf kepausan, diinterpretasikan oleh beberapa komentator sebagai konsolasi atas perlakuan De Magistris di bawah Yohanes Paulus II.
6. Warisan dan Pengaruh

Signifikansi pesan dan ajaran Escrivá telah menjadi topik perdebatan, baik oleh umat Katolik maupun lainnya. Sejarawan Protestan Prancis Pierre Chaunu, seorang profesor di Sorbonne dan presiden Akademi Ilmu Moral dan Politik, mengatakan bahwa "karya Escrivá de Balaguer tidak diragukan lagi akan menandai abad ke-21. Ini adalah taruhan yang hati-hati dan masuk akal. Jangan lewatkan kesempatan untuk memperhatikan tokoh kontemporer ini." Teolog Katolik Hans Urs von Balthasar, yang diangkat sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II (tetapi meninggal pada tahun 1988 sebelum penahbisannya), menolak karya utama Escrivá, Jalan, sebagai "manual kecil Spanyol untuk Pramuka tingkat lanjut" dan berpendapat bahwa itu sama sekali tidak cukup untuk menopang organisasi keagamaan besar. Namun, biarawan dan penulis spiritual Thomas Merton menyatakan bahwa buku Escrivá "pasti akan memberikan banyak kebaikan dengan kesederhanaannya, yang merupakan media sejati bagi pesan Injil."
Para kritikus Opus Dei sering berpendapat bahwa pentingnya dan orisinalitas kontribusi intelektual Escrivá terhadap teologi, sejarah, dan hukum, setidaknya seperti yang diukur oleh tulisan-tulisan yang diterbitkannya, telah dibesar-besarkan secara berlebihan oleh para pengikutnya. Namun, berbagai pejabat Gereja Katolik telah berbicara baik tentang pengaruh Escrivá dan relevansi ajarannya. Dalam dekret yang memperkenalkan penyebab beatifikasi dan kanonisasi Escrivá, Kardinal Ugo Poletti menulis pada tahun 1981: "Karena telah memberitakan panggilan universal untuk kekudusan sejak ia mendirikan Opus Dei pada tahun 1928, Monsinyur Josemaría Escrivá de Balaguer, telah dengan suara bulat diakui sebagai pendahulu dari apa yang merupakan inti fundamental dari magisterium Gereja, sebuah pesan yang sangat berbuah dalam kehidupan Gereja." Sebastiano Baggio, Kardinal Prefek Kongregasi Uskup, menulis sebulan setelah kematian Escrivá: "Jelas bahkan hari ini bahwa kehidupan, karya, dan pesan pendiri Opus Dei merupakan titik balik, atau lebih tepatnya bab asli baru dalam sejarah spiritualitas Kristen." Seorang peritus atau konsultan Vatikan untuk proses beatifikasi mengatakan bahwa "ia seperti sosok dari sumber spiritual terdalam." Franz König, Uskup Agung Wina, menulis pada tahun 1975:
: Kekuatan magnetis Opus Dei mungkin berasal dari spiritualitasnya yang sangat awam. Pada awal mula, pada tahun 1928, Monsinyur Escrivá mengantisipasi kembalinya Warisan Gereja yang dibawa oleh Konsili Vatikan II... [Ia] mampu mengantisipasi tema-tema besar tindakan pastoral Gereja di awal milenium ketiga sejarahnya.
Bagian yang "benar-benar sentral" dari ajaran Escrivá, kata teolog Amerika William May, adalah bahwa "pengudusan hanya mungkin karena rahmat Allah, yang diberikan secara cuma-cuma kepada anak-anaknya melalui Putra-Nya yang tunggal, dan pada dasarnya terdiri dari persatuan yang akrab dan penuh kasih dengan Yesus, Penebus dan Juruselamat kita."
Karya-karya Escrivá, termasuk Alur, Jalan, Kristus Melewati, dan Tempa, terus dibaca secara luas, dan menekankan panggilan umat awam untuk pengudusan harian (pesan yang juga ditemukan dalam dokumen Konsili Vatikan II). Paus Yohanes Paulus II membuat pengamatan berikut dalam homilinya pada beatifikasi Escrivá:
: Dengan intuisi supernatural, Beato Josemaría tanpa lelah memberitakan panggilan universal untuk kekudusan dan kerasulan. Kristus memanggil setiap orang untuk menjadi kudus dalam realitas kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pekerjaan juga merupakan sarana kekudusan pribadi dan kerasulan, ketika dilakukan dalam persatuan dengan Yesus Kristus.
Dekret Yohanes Paulus II Christifideles omnes menyatakan: "Dengan mengundang umat Kristiani untuk mencari persatuan dengan Allah melalui pekerjaan sehari-hari mereka-yang memberikan martabat kepada manusia dan merupakan bagian mereka selama mereka ada di bumi-pesannya ditakdirkan untuk bertahan sebagai sumber cahaya spiritual yang tak habis-habisnya terlepas dari perubahan zaman dan situasi."
6.1. Monumen dan Institusi Terkait
Beberapa monumen dan institusi telah didirikan untuk menghormati Josemaría Escrivá. Sebuah patung perunggu Escrivá dapat ditemukan di Cahir, Irlandia, yang memperingati kunjungannya pada tahun 1959. Patung Santo Josemaría Escrivá juga ditempatkan di luar Basilika Santo Petrus di Vatikan, yang diresmikan pada 30 Agustus 2005, disusul dengan pemberkatan oleh Paus Benediktus XVI. Selain itu, Josemaría Escrivá memiliki peran dalam pendirian dan pengembangan Universitas Navarre di Pamplona, Spanyol, dan Universitas Piura di Peru. Ia juga mendirikan Collegium Romanum Sanctae Crucis dan Collegium Romanum Sanctae Mariae di Roma, yang sekarang menjadi bagian dari Universitas Kepausan Salib Suci.
7. Karya Tulis
Josemaría Escrivá telah menulis beberapa buku yang menjadi inti dari ajarannya dan spiritualitas Opus Dei. Karya-karya utamanya meliputi:
- Jalan (2002)
- Alur (1987)
- Tempa (2003)
- Pembicaraan dengan Monsinyur Josemaría Escrivá (2002)
- Sahabat Allah (1981)
- Kristus Melewati (1982)
- Jatuh Cinta dengan Gereja (1989)
- Rosario Suci (2001)
- Jalan Salib (tidak ditemukan informasi publikasi, tetapi disebutkan di sumber Jepang)
8. Dalam Budaya Populer
Kehidupan Josemaría Escrivá telah direpresentasikan dalam film dan dokumenter.
- Film There Be Dragons, yang disutradarai oleh Roland Joffé pada tahun 2011, menampilkan Josemaría Escrivá muda dengan latar belakang Perang Saudara Spanyol.
- Beberapa film dokumenter telah dibuat tentang Santo Josemaría Escrivá, termasuk "Jika Ada Iman" (1999) dan "Santo Kehidupan Sehari-hari".